11. Rencana jahat

12 4 0
                                    

19 Maret 1987

"Tuan." Suara itu mengagetkan Erthan yang sedang termenung diatas balkon. 

"Ini makanannya," ujar Laila sambil meletakkan piring diatas nakas.

"Laila," panggil Erthan.

Laila berdeham dan mengibaskan rambutnya, ia sengaja menggoda Erthan dengan kecantikannya. Namun, hal itu malah membuat Erthan bergidik.

"Ada apa, tuan?" tanya Laila.

Erthan memasang wajah datarnya, "Saya ingin menanyakan sesuatu," ujarnya.

"Bertanya tentang apa?"

Erthan berjalan mendekat kearah Laila dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kau yang melaporkan kalau saya sering berjalan kearah kamar sandera ayah, kan?" Tanya Erthan.

"I-iya."

Erthan semakin berjalan mendekat kearah Laila yang membuat gadis itu mundur.

"Kenapa kau memberitahu ayah?! Kau ingin saya keluarkan dari rumah ini, hah?!" bentak Erthan.

Bentakan itu mampu membuat Laila bungkam seribu bahasa.

"Jawab! Apa kau ingin aku keluarkan dari rumah in?!"

Laila dengan cepat menggeleng, "T-tidak, tuan."

"Baiklah, untuk kali ini saya maafkan. Tapi jika lain kali kau memberitahu ayah lagi, saya tidak akan segan segan untuk menyeret kau keluar dari rumah ini. Mengerti?!"

Erthan memberikan tatapan tajam kepada Laila, Laila hanya menundukkan dengan tubuh yang bergetar dan pelipisnya berkeringat. Baru kali ini ia melihat Erthan semarah itu.

"Iya, tuan. Saya benar-benar minta maaf," lirih Laila.

Erthan memutar bola matanya, "Sebagai ganti untuk menebus kesalahanmu, ambilkan makanan dari dapur dan bawa kekamar itu. Makanan baru, jangan sampai kau berikan makanan sisaan ataupun makanan bekas!" titahnya.

"Baik, saya akan memyuruh pelayan dapur untuk membawakannya, tuan. Karena saya tidak diizinkan masuk kedapur," ujar Laila.

"Saya tidak peduli, yang penting gadis itu harus makan," ujar Erthan lalu berjalan keluar kamar.

"Siapa sih sebenarnya gadis itu?! Secantik apa dia sampai sampai tuan muda terpikat olehnya?! Padahal jika dilihat dari wajah dan tubuh, aku lebih cantik darinya. Dasar anak koruptor, memikat anak tuan besar hanya untuk membebaskan ayahnya saja!" Laila terus mengejek dan menjelek-jelekkan Mentari maupun keluarganya.

"Ah sudahlah, aku harus memberi gadis jelek itu makanan."

Laila keluar dari kamar itu dan berjalan menuju dapur. Disana ada Bu Siti—koki yang memasak khusus untuk keluarga Adwilson. Bu Siti adalah orang yang paling baik disini, terkadang ia memberikan sisa makanan yang ia masak untuk anak jalanan.

"Bu Siti!" panggil Laila.

"Iya, ada apa?" sahut Bu Siti.

"Kau sedang apa disana?" tanya Laila saat melihat Bu Siti sedang berjongkok sambil menaburkan sesuatu dibawah kolong meja.

"Oh, ini saya sedang menaburkan racun tikus. Belakangan ini banyak tikus berkeliaran didapur," jawab Bu Siti.

Awalnya Laila hanya mengangguk sambil mengambil makanan yang berada dimeja. Tadi ia bilang tidak boleh masuk kedapur pada Erthan, itu hanya alibi saja.

Bagaimana jika gadis itu tiada setelah memakan makanan ini? Tidak ada yang peduli, kan? Aku akan mencampurkan racun tikus itu, dan setelahnya pasti dia akan tiada, Batin Laila.

"Bu Siti, biar aku saja yang menebarkan racun tikus itu, kau antar saja makanan ini kekamar sandera tuan besar," ujar Laila.

Kemudian Bu Siti mengangguk dan menyerahkan plastik kecil berisi racun tikus itu pada Laila, dan mencuci tangannya.

Saat Bu Siti sedang mencuci tangan, itulah kesempatan untuk Laila menaburkan racun tikus di makanan yang akan diantar ke kamar Mentari. Laila mencampurkan racun itu kedalam minumannya juga.

"Kemarikan makanannya, Laila," ujar Bu Siti.

"A-aah iya, ini makanannya." Laila menyerahkan piring itu pada Bu Siti.

Bu Siti tersenyum dan pergi meninggalkan dapur.

"Haha, enyahlah kau dari dunia ini, gadis sialan."

••••••

Tok

Tok

Tok

Suara ketukan pintu membuat Mentari yang semula asik dengan tugas-tugas sekolahnya, dengan malas ia membuka pintu kamarnya.

"Ya? Anda siapa?" tanya Mentari saat melihat wanita paruh baya didepan pintu kamarnya.

"Saya Siti, koki dapur. Biasa dipanggil Bu Siti, dan saya ingin mengantar makanan ini untuk anda," ujar Bu Siti.

"Oh iya. Terimakasih, Bu Siti." Mentari tersenyum ramah pada Bu Siti.

"Iya, sama-sama. Ini makanannya." Bu Siti memberukan piring dan gelas yang berisi makanan dan jus jeruk.

"Saya permisi," pamit Bu Siti.

"Iya, sekali lagi terimakasih, Bu," ucap Mentari yang dijawab anggukkan oleh Bu Siti.

Mentari kembali masuk kedalam kamarnya sambil terkekeh.

"Asik, pas banget lagi laper," kekehnya.

Tanpa rasa curiga sekalipun, Mentari langsung melahap makanan itu. Namun, ia tiba-tiba tersedak.

"Uhuk! Uhuk!"

Mentari mengambil jus jeruk yang ia letakkan diatas nakas tadi. Ia meminum jus itu hingga habis, namun batuknya tak kunjung berhenti, malah bertambah.

"Uhuk! S-sakit," lirihnya sembari memegang lehernya.

Karena batuk yang dahsyat membuat tenggorokannya terasa sakit. Dan tanpa ia sadari, keluar darah dari hidungnya.

"T-tolong," lirihnya, dan setelah itu ia tak sadarkan diri tanpa orang lain ketahui.

•••

Jujur nggak kuat nulis chapter ini, huee😭

Ayo votmen, because butuh banyak perjuangan buat nulis part ini 😭














DeRohaa_

Bunga Terakhir [Selesai]Where stories live. Discover now