《18》

245 38 1
                                    

Minggu, 24 Juni 2018

Musim liburan adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh semua orang. Bersenang-senang bersama keluarga atau teman-teman terdekat, menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan ke tempat wisata, ataupun pulang ke kampung halaman. Terlepas dari kegiatan sekolah maupun kerja untuk sementara waktu guna mengistirahatkan diri.

Termasuk, seorang anak remaja laki-laki yang memiliki nama panggilan 'Jay' ini. Awalnya, ia sudah berencana untuk mengajak beberapa temannya pergi ke Namsan Tower hari ini. Namun, rencananya harus ditunda tatkala saudara-saudara jauhnya datang ke rumahnya dan berniat untuk menginap selama seminggu.

Sebenarnya, Jay tidak menyukai kedatangan saudara-saudara jauhnya itu karena suatu alasan. Akan tetapi, ia memilih diam dan tidak terlalu berinteraksi dengan mereka daripada membuat keributan yang tidak jelas.

Toh, mereka di sini cuma seminggu.

Namun, telinganya panas gara-gara mereka selalu membicarakan kedua orang tuanya yang tidak-tidak di kala hanya ada dirinya di rumah ini.

"Kayaknya, tuh orang tua udah gak peduli sama anaknya lagi. Liat aja, mereka masih sibuk sama kerjaannya masing-masing, padahal masih musim liburan," ujar Johan yang tengah berbaring di sofa ruang tengah.

Harry pun mengangguk setuju setelah meletakkan botol minuman sodanya di meja. "Pantesan anaknya kayak gak keurus, gitu. Keliatan memprihatinkan, tetapi gue gak kasihan, sih. Amit-amit deh kalo kita punya saudara kandung kek dia. Gak sudi banget gue," balasnya.

"Gimana mau keurus? Orang tuanya aja begitu modelannya. Gue juga gak percaya 'sih mereka punya banyak duit karena kerja keras. Pasti mereka ngelakuin penggelapan uang biar cepet dapat duit banyak. Gue yakin banget," celetuk Kei dengan kurang ajarnya seraya mengisap rokok untuk kesekian kalinya.

"Bener, tuh. Gue setuju sama lo, sih, Kei. Zaman sekarang mah mana ada orang yang bener-bener jujur, termasuk ortunya Jay. Lagian, kayaknya tuh anak bermasalah, deh. Makanya, dia gak disayang lagi sama mereka," sahut Johan lagi dan mereka pun tertawa terbahak-bahak seperti tidak ada rasa bersalah sedikit pun.

Sembari memakan camilannya, Johan kembali berkata, "untung kita gak satu keluarga sama Jay. Bisa-bisa kita juga ikutan bermasalah kayak keluarga itu. Gue 'sih gak mau, ya."

"Mending mereka mati aja gak, sih?"

Brak!

Lantas, mereka berempat pun menoleh ke arah sumber suara. Di ambang pintu, Jay dengan raut wajah jengkelnya sedang berdiri di situ dan menatap satu per satu saudara jauhnya dengan sorot mata tajam.

"Pantesan telinga gue panas dari tadi, ternyata ada yang lagi ngomongin gue."

Kini, hawa di ruang tengah mulai tidak enak. Ketiga orang yang ketahuan sedang menjelek-jelekkan keluarga Jay itu pun terdiam tatkala melihat wajah seram dari pemuda Park tersebut.

Bahkan, saat Jay mendekati mereka pun tidak ada yang berani membuka suara lagi. Sesampainya di hadapan keempat saudara jauhnya, netra elangnya kembali memandangi mereka dengan tatapan yang masih sama.

"Kenapa diem? Ayo ngomong! Hina gue lagi! Hina ortu gue sepuasnya! Di belakang gue, kalian berani ngejelekin keluarga gue dengan seenak jidat kalian. Tetapi, kenapa tiba-tiba jadi bisu semua pas gue jelas-jelas udah ada di depan mata kalian?" Emosi Jay kini meluap-luap, amarahnya tak dapat lagi dibendung.

Masih tidak ada yang berbicara, alhasil laki-laki berahang tajam itu tertawa sinis. "Udah gak berani ngomongin keluarga gue yang enggak-enggak lagi sekarang? Heuh, dasar muka dua! Mulutnya cuma bisa dipake buat ngehina keluarga saudaranya sendiri."

[✓] THE ZOMBIE PLAGUE 2 : REVENGEWhere stories live. Discover now