19. Sembilan belas

103K 18.5K 18.2K
                                    

Happy reading 💖

Oh iya udh follow akun ini belum? Biar ada notifikasi kalo up.

Hari ini ngapain aja?

Absen pake emot kesukaan yu🔥

Siapa nama bias tahta tertinggi mu?

Aku mau ngingetin buat kamu yang ingin plagiat cerita ini atau malah sudah, semoga segera sadar ya. Tenang aku belum mau negur kok. Kalo bukti kuat sudah kumpul baru deh hehe.

Dah itu aja intronya wkwkw.

Enjoy!

****

"Be my favorite girl, hm?"

Raquel mengerjapkan matanya tak percaya. Detak jantung berpacu cepat, kedua tangannya langsung dingin mendengar Andrew mengatakan kata-kata ini begitu tegasnya. Seolah pada diri lelaki ini tidak ada keraguan dan benar-benar menginginkannya sebagai gadis favorit.

"Hah?" kagetnya yang masih saja tak percaya.

Andrew menatap tajam Raquel lalu berdecak kesal. "Nilai B Inggris lo rendah? Sampe nggak ngerti maksud gue?" ujar Andrew penuh penekanan.

Bahkan setelah mengatakan kalimat semanis itu Andrew masih saja sama, tetap mengerikan dan suka menghina.

"Ya abisnya gue takut salah denger," ungkap Raquel sambil menundukkan kepala.

Andrew menyelipkan beberapa helai rambu Raquel ke belakang telinga. Ia lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Raquel. Hembusan napasnya menerpa telinga Raquel membuat cewek itu merinding.

"Be my favorite girl," bisik Andrew bernada berat.

"Kurang jelas?" imbuhnya lalu tersenyum tipis.

Pasokan napas Raquel menipis, matanya melirik Andrew sekilas. Ia lalu menjauh sedikit agar bisa bernapas normal. Dekat dengan Andrew membuatnya gemeteran. Aura dominan cowok itu mampu membuat hatinya luluh.

Raquel memiringkan kepalanya sambil menyipitkan matanya menatap Andrew. "Lo nembak gue?"

Dahi Andrew mengernyit heran. "Kalo nembak pake pistol. Oh, atau lo mau gue tembak?"

Raquel memijat pelipisnya pusing. Andrew ini mahluk dari mana sebenarnya. Katanya orang pintar, tapi hal sesederhana ini saja tak mengerti.

"Gue ragu kalo lo manusia terjenius di Altair," cicit Raquel sambil geleng-geleng kepala.

"Intinya lo mau nggak?" tanya Andrew ulang terkesan tak sabaran.

Raquel menggeleng tegas. Ia tak tahu apa tujuan Andrew sebenarnya mengatakan ini. Mau itu tulus atau bohong yang penting dia tidak mau menerimanya.

"Oh." Andrew tersenyum menyeringai lalu menepuk puncak kepala Raquel dua kali lembut.

"Terserah lo mau apa enggak--" Andrew menggantungkan ucapannya. Tangannya lalu beralih ke pipi Raquel. Punggung jari tengahnya mengelusi pipi itu lembut. Cincin perak yang melingkar di jari Andrew memberikan sensasi dingin di pipi Raquel.

"Gue juga nggak butuh persetujuan lo," jelas Andrew dengan intonasi rendah. Mata hitam legamnya membius Raquel.

"Lo ... kampret amat si!" sentak Raquel kesal sambil menyingkirkan tangan Andrew yang mengelusi pipinya.

DRAGONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang