7

46 13 0
                                    

Seperginya Yugyeom yang menggosok-gosok pantat sambil berjalan keluar pagar, Eunha berhenti menenun dan mendesis jengah.

"Eonni, mengapa membicarakan masalah kamar di halaman rumah? Ada aku, lo, ada aku!"

"Untuk apa malu-malu? Kita berdua toh sudah bersuami." Sejemang kemudian, ekspresi penuh canda Haseul berubah serius. "Omong-omong, bagaimana Jungkook?"

Eunha mengembuskan napas letih. "Masih sama," jawabnya, mengenang bagaimana Jungkook keluar kamar dini hari tadi dan menghardiknya yang hampir ikut. "Aku baru saja berpikir, jangan-jangan Jungkook mengasariku sebenarnya karena takut padaku?"

Derak perapat benang Haseul tak lagi terdengar.

"Apa? Takut padamu?" tanya Haseul dengan kening berkerut. Eunha tertawa sama skeptis.

"Kelihatannya mustahil, ya? Lupakan saja, deh," ujar Eunha, lanjut menganyam benang.

"Tidak, kau pasti punya alasan berkata seperti itu." Haseul memindahkan Minkwan yang mulai rewel ke pangkuan untuk menimangnya. "Ceritalah, Eunha. Kau akhir-akhir ini jarang sekali berbagi denganku."

Haseul-eonni tak boleh tahu kalau aku punya teman baru di gunung, ringis Eunha. Ia hampir menceritakan apa yang terjadi dini hari tadi, tetapi Jungkook mungkin tak suka kalau kelemahannya diumbar-umbar. Jadi, Eunha lantas mengarang.

"Kau tahu, kan, Eonni, kalau aku takut serangga? Nah, setiap melihat mereka, aku langsung menyambar sapu dan memukuli mereka sampai mati atau pergi. Mungkin Jungkook memandangku seperti itu juga?"

"Tidak masuk akal!" tolak Haseul serta-merta—reaksi yang tertebak. "Mana mungkin Jungkook takut pada makhluk berpipi bulat, bermata lebar, dan manis begini? Apalagi kau sedang hamil anaknya! Aku masih belum lupa betapa tololnya Jungkook yang jungkir balik untuk melamarmu dulu! Seharusnya dia sekarang berbahagia, bukan malah takut! Dasar—"

"Wah, Eonni, tunggu!" Eunha buru-buru mencegat rentetan kejengkelan Haseul sebelum semakin panjang. "Baik, aku mengerti, itu memang tak masuk akal, tapi kau tahu tidak?"

"Apa?"

Tampang Eunha langsung berubah bangga. Ia mengambil sebuah kotak kecil dari balik kain yang tadi digunakannya membungkus makanan untuk Haseul. Eunha memamerkan kotak itu dengan senyum angkuh, tetapi Haseul cuma menatap kotak itu bingung—sampai Eunha membukanya.

"Tunggu." Haseul mengamati baik-baik satu helai putih dalam kotak kecil, lalu memekik. "Ini kumis harimau yang diminta Tabib Kim? Sungguh?! Bagaimana kau mendapatkannya?"

"Dengan kesabaran dan kerja keras," jawab Eunha sok seraya menutup kotaknya kembali. "Setelah menyelesaikan tenunan kita, aku akan menyerahkan ini kepada Tabib Kim dan Jungkook akan sembuh!"

Berharap Haseul akan sama girangnya, ternyata Eunha malah dipeluk dengan erat oleh sahabatnya itu sampai Minkwan terjepit di antara mereka. Kini, giliran Eunha yang bingung.

"Eonni, ada apa?"

Haseul tidak menjawab, hanya terus mendekap Eunha, dan Eunha tidak lagi mengejar jawaban. Dirangkul begini, Eunha akhirnya sadar betapa waktu yang mereka habiskan bersama sebagai teman sudah jauh berkurang. Mengapa lagi kalau bukan karena penjinakan seekor harimau?

Sampai kapan pun, hewan buas tidak bisa dijadikan sahabat. Eunha menyesal sempat merasa lebih akrab dengan harimau yang dijinakkannya dan memeluk Haseul balik.

"Terima kasih, Eonni," bisiknya malu-malu.

Tak lama berselang, Haseul menarik diri dan memegangi kedua bahu Eunha dengan mantap. Ada sisa air mata menggenang di dasar pelupuknya. Perempuan itu menatap Eunha lurus-lurus, hampir mengernyit.

Tiger's Whisker ✅Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon