35. MAAF, YA?

2.4K 300 61
                                    

35. Maaf, ya?

"Tiga kali gue kehilangan karena Tuhan yang mau, Ra."
Sean Prameswara, SEANTARA.

"Gue jadi pacar lo boleh, Ra?"

Satu miliar ton besi seperti menjatuhi jantungnya mendengar pertanyaan itu. Tubuhnya membeku, bibirnya kelu, bahkan kakinya seperti tak bertulang. Mata binarnya itu melebar, menatap tak percaya. Tangan yang tengah memegang box pun gemetar, sepertinya ia ingin pingsan sekarang juga.

Benar saja, Tara sedikit terhuyung karena kakinya betulan lemas. Sebelum benar-benar jatuh, Sean dengan sigap memegangnya.

"Lo gak papa?" tanya Sean membantu Tara kembali berdiri tegak.

Tara mendorong Sean pelan, memegang kepalanya yang pening. Mengapa Sean bisa berkata seperti itu setelah melihat Tara hampir jatuh karena perkataannya!?

Fine. Bilang Tara berlebihan sekarang. Akan tetapi, bisakah dibayangkan seorang Sean si raja kutub utara atau selatan itu, laki-laki yang sangat membencinya, baru saja melontarkan pertanyaan mengejutkan?

Tara menatap sekeliling, ada beberapa orang yang tengah meneduh memperhatikan mereka sembari tersenyum penuh arti.

Perempuan berambut di kuncir setengah dengan pita biru itu memberanikan diri menatap Sean, "Ka-kamu.. ngomong apa tadi?"

"Boleh atau gak?" ulang Sean dengan suara beratnya. Mata laki-laki itu menatap lawan bicaranya dalam-dalam, seakan tak membiarkan Tara menatap hal lain selain dirinya.

Tara memegang dadanya yang berdegup kencang, ia mencoba mengatur napasnya yang beberapa kali ia tahan. Ia mencoba untuk bicara dengan sisa kewarasannya, terdengar suaranya bergetar.

"Sean, maaf banget. Tapi, aku beneran gak bisa mikir sekarang. Bisa nanti aja gak jawabnya?"

***

"Enak?" tanya Sean sembari memiringkan kepalanya menatap Tara yang berjalan di sampingnya sembari membawa pentol di tangannya.

Setelah Tara berseru panik di bawah halte itu, Sean juga ikut kebingungan. Padahal, ia menyangka bahwa Tara akan lompat kegirangan, bukan gemetar seperti tadi. Bukankah seharusnya perempuan itu senang?

Sekarang mereka memutuskan untuk berjalan di sekitar ibu kota. Banyak kuliner di sepanjang jalan, bahkan Tara sudah menyicipinya beberapa. Perempuan itu juga sudah terlihat membaik.

Tara mengangguk, "Enak. Kamu mau coba?"

Sean menggeleng pelan lalu kembali bertanya, "Harus makan banyak kalau lagi nervous?"

Tara menelan makanan dalam mulutnya dengan susah payah sehabis mendengar itu. "Aku gak nervous kok. Liat, biasa aja, kan?"

"Itu tangannya gemeteran," Sean menunjuk tangan Tara dengan dagunya.

Tara dengan cepat langsung menyembunyikan tangannya ke belakang, "I-ini karena dingin aja, kan habis hujan. Kamu emang gak kedinginan?"

Sean lantas melebarkan jaketnya yang tergantung di bahunya, ia memasangkannya pada punggung Tara.

"Eh, gak usah, aku masih bisa tahan kok," ujar Tara tidak enak hati. Padahal, tadi hanya alibinya saja.

"Pake aja," titah Sean lalu kembali berjalan menyusuri jalanan dengan banyak lampu yang menyorot mereka.

Keheningan sempat terjadi hingga pada akhirnya Tara angkat bicara. Jujur, ia benci situasi canggung ini.

"Pertanyaan kamu yang tadi.. itu beneran?" tanya Tara ragu.

SEANTARAWhere stories live. Discover now