Not The Same as My Mind

17.5K 793 3
                                    


♡Jovan♡

Suasana kantin saat istirahat sangatlah ramai. Banyak siswa yang berdesakkan hanya untuk membeli makanan atau minuman yang mereka inginkan. Namun, ditengah keramaian, tetap saja pandanganku selalu mengarah ke seseorang yang selalu muncul dipikiranku saat ini.

"Woeeeee bengong aja lo! ngeliatin siapa, Jo?" tanya Beni, sahabat sejak aku duduk di SMA ini.

"Ah kepo lo." aku tetap melanjutkan menatap gadis yang kini sedang asik tertawa dengan temannya. Tanpa sadar, senyumku mengembang. Melihat dia tersenyum dengan begitu cantik, mampu mengalihkan seluruh duniaku padanya.

"Wah, ketua osis kita udah gak waras nih kayanya. Ancur dah ini sekolah" ledek Agam, sahabatku sejak kecil. Dia langsung duduk disebelahku. "Kayaknya gue tau apa yang lo liat, Jo"

Aku langsung menoleh menatap Agam dengan tatapan apa-lo-sok-tau.

"Dia emang cantik, Jo. Banyak temen kelasan gue yang tertarik sama dia" lanjutnya lagi sambil menggedikan dagu kearahnya dan menyesap minumannya.

"Ah apaan coba lo. Dia siapa sih? Orang gue lagi ngelamun aja kok tadi" aku berkilah. Sejujurnya aku sangat kaget dengan ucapan Agam barusan. Entah kenapa ada perasaan takut ketika mendengar banyak yang tertarik dengan dia.

"Weylahhh sejak kapan sih lo pinter boong? Haha gue tau Jo, lo lupa sama bakat cenayang gue?"katanya sambil memiringkan kepala.

Astaga, aku lupa kalo sahabat aku yang satu ini punya bakat cenayang. Dia pasti tau apa yang gue pikirin sekarang. Dan......ohya ampun! dia pasti tau kan nama si Princess kodok itu?

"Ehm ya ya ya.... Lo emang pasti tau, Gam." kataku pasrah "Btw, lo pasti tau nama dia kan?" lanjutku pelan sambil berbisik.

"Eh ngomongin apaan si lo pada?" tanya Beni yang sedari tadi tidak diajak berbicara. Siapa suruh dia senang sekali menggoda wanita yang lewat di depan kami. "Aduh gue kebelet. Jangan ditempatin!" katanya lagi sambil berlari menuju toilet. Aku dan Agam pun hanya saling memandang lalu terbahak.

Ajaib benar sahabatku yang satu itu.

"Jadi lo belom tau namanya, Jo?" tanya Agam, akupun menggeleng.

"Kasih tau, Gam. Please?" kataku memelas.

"Ye gimana sih lo. Katanya suka tapi gatau nama. Cari tau sendiri ah lo." diapun kembali menyesap minumannya.

"Pelit banget, Gam." cibirku. Ketika melihat meja yang ditempati gadis itu, aku pun bingung. Mejanya kini sudah berganti orang, lalu dia kemana?

"Balik ke kelasnya, Jo. Mending lo samperin deh. Trus ajak kenalan lebih jauh" katanya lagi dan itu membangkitkan semangatku.

Aku pun segera berdiri, "Oke deh. Thanks, Gam" kataku sambil berlari kecil menuju kelasnya. Bisa kudengar teriakan Agam yang membuat semua pengunjung kantin menoleh menatapnya.

"Cinta butuh perjuangan, Jo!!!!" aku pun mengangguk dan tersenyum tipis.

Kelas 10-3

Ketika sedikit lagi aku sampai dikelasnya, aku melihat dia sedang membuang sesuatu di tempat sampah depan kelasnya. Aku memicingkan mata untuk melihat apa yang dia buang. Bunga, kertas, kotak, dan pita? Pasti itu semua hadiah dari orang yang tertarik padanya. Mengingat itu, secuil rasa sakit menghampiri hatiku. Tapi mengapa dia membuangnya?

Aku pun masih melihatnya yang kini berbalik tanpa melihat ada orang lain yang melintas di depannya. Yang membuat mereka bertabrakan, dan perempuan yang ditabraknya pun jatuh tersungkur. Mataku melebar.

"Heh mata lo kemana sih! Maen tabrak aja! Gak sopan lo sama kakak kelas!" teriak perempuan itu di depan wajahnya.

"Maaf kak, maafin aku gak sengaja"

Penyabar. Itu yang aku lihat darinya. Dan tanpa diduga, perempuan itu mendorong bahunya yang membuatnya jatuh tersungkur dengan tangan membentur pinggiran tempat sampah yang terbuat dari plastik namun cukup keras. Melihat ia meringis kesakitan seperti itu, emosiku meluap. Tapi sebelum aku menghampiri, dia lebih dulu menarik kerah baju perempuan yang mendorongnya itu dengan ganas. Sehingga mereka dalam posisi dekat kali ini.

"Maaf ya kakak yang terhormat. Aku udah minta maaf dan gak seharusnya kakak dorong aku. Lihat tanganku" katanya sambil memperlihatkan tangannya yang memerah. "Ini sakit, kak. Karena aku menghargai kakak kelasku ini, jadi lebih baik kakak maafin aku dan pergi sekarang juga. Atau mau aku buat tangan kakak seperti tanganku ini, hm?"

Aku bisa melihat wajah perempuan itu pucat seketika. Mungkin dia sangat terkejut atas perlakuan adik kelas kepadanya. Tak lama kemudian, dia pergi begitu saja dengan langkah yang menghentak.

Gadis itu pun kembali meringis kesakitan, dan berbalik arah menuju kelasnya. Namun, ia tiba-tiba berhenti. "Gak baik loh kak ngintip-ngintip begitu"

DEG!

Dia melihatku?

Kemudian dia kembali berbalik arah dan menatapku sambil memicingkan matanya. Kini aku merasa seperti maling yang kepergok warga.

"Ehm, itu tadi kebetulan lewat sini. hehe" kataku kikuk sambil mengusap tengkuk yang tak terasa gatal sedikitpun.

"Menikmati tontonan dramatis tadi ya kak?" tanyanya yang kini sudah berdiri tepat di depanku.

Hey kapan kami bisa menjadi sedekat ini? Dia yang berjalan atau aku yang berjalan?

"Kamu gapapa? Tangan kamu biru" tanyaku yang terkejut karena menggunakan aku-kamu saat ini kepadanya.

Dia tersenyum. "Gapapa kok, kak. Cuma memar dikit, nanti juga sembuh."

"Oh gitu.. Apa perlu ke uks lagi?"

"Gausah kak. Ga parah banget kok ini." katanya nyengir, tapi tetap cantik.

"Ohiya, namaku Adeeva Leonie Kak. Tapi panggil aja Deeva, soalnya kepanjangan. Hehe" katanya sambil tertawa. Dia pun menyodorkan tangan dan langsung kujabat tangan lembutnya itu.

"Its oke, Deeva. Masih ingat kan namaku?" kataku berusaha bercanda. Bagaimana tidak? saat ini rasaya jantungku sedang berdisko di dalam sana.

"Ingat kok. Kak Jovan kan? Mana mungkin aku ngelupain nama kakak lagi" dia pun terkekeh.

Aku pun mengangguk dan mengeluarkan sesuatu dari saku celanaku. "Nih pakai. Gak mungkin sembuh instan sih, tapi bisa meringankan rasa sakitnya." Dia terlihat bingung tetapi mengambil obat yang berbentuk salep itu dari tanganku.

"Makasih ya Kak Jovan. Kakak baik banget" katanya sambil tersenyum lebar. Hatiku menghangat melihat senyuman itu.

"Yaudah, kakak balik ke kelas dulu ya. Bye." akupun langsung berbalik arah dan berjalan menuju kelasku dengan senyum yang masih kupasang.

Banyak mata yang memandangku heran seolah berkata bagaimana seorang Jovan yang dingin seperti kutub es berjalan santai dengan senyum yang terus tersungging di bibirnya?

Tanpa mereka tau, senyum ini disebabkan oleh seorang gadis bernama Deeva. Gadis yang awalnya kukira hanya memiliki sifat lembut dan penyabar, namun menyimpan sisi lain di dalam dirinya, gadis yang menyimpan kejutan-kejutan yang hanya akan dikeluarkannya sewaktu waktu. Dan aku beruntung bisa melihat sisi lain di dalam dirinya itu.

Semoga aku bisa dengan cepat menyentuh dan mengambil hatinya.

She is different. She not the same as my mind.


1. Nothing (im)possibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang