N

592 68 8
                                    

Sosok tinggi tegap itu menggeser pintu perlahan, khawatir jika deritnya mengganggu sosok lain yang kemungkinan sedang berbaring tidur di dalam sana, ia kemudian menutupnya kembali dengan sangat pelan juga. Tujuannya sama, agar Raia tidak terbangun.

"Abaang! hehe"

Itu dia seru ceria ala Raia, Taiga tersenyum lebar karenanya. Meski sudah seminggu sejak Raia bangun ia masih merindukan sapaan alay yang khas itu, padahal sang adik selalu menyapanya saat ia pertama kali bangun dan setiap kali Taiga kembali dari luar. Kini Raia sudah dipindahkan ke ruang perawatan anak, sudah 2 hari ia di sini, kata dokter Kardi kalau hasil tes besok normal sorenya Raia sudah boleh pulang.

Tapi ia akan tetap kembali untuk fisioterapi 2 kali seminggu, saat ini Raia belum bisa leluasa menggunakan tangan kanan dan kedua kakinya masih sangat lemas, ia belum bisa berjalan sendiri. Dokter Marwan bilang tidak ada masalah pada sistem sarafnya, beliau hanya menyimpulkan bahwa kelemahan yang Raia alami adalah efek samping dari tidur panjangnya selama satu bulan.

Artinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama Raia rajin ikut sesi fisioterapi. Juga untuk masalah jantungnya akan diketahui dari hasil pemeriksaan besok, untuk saat ini dokter Kardi belum bisa menarik kesimpulan. Ia hanya terus mewanti-wanti agar Raia menjaga kondisi agar asmanya tidak kambuh-kambuhan, ia berulang kali menengaskan Raia tidak boleh bermain dengan binatang khususnya anjing dan kucing, karna dokter Kardi cukup yakin penyebab kambuhnya yang kemarin karna raia yang bandel bermain dengan anjing atau mungkin kucing.

Theo dan Hana sampai ikut diomeli karna membiarkan Raia bermain seenaknya. Tentu saja pasutri muda itu kebingungan, mereka sudah cukup yakin jika Raia tidak meninggalkan rumah selain untuk pergi check up ke rumah sakit dan tidak pernah membiarkan hewan berbulu lembut semacam itu masuk kedalam rumah, apalagi kamar Raia ada di lantai 2, tidak mungkin ada kucing yang bisa menyelinap dibalkonnya.

Mereka memang sangat tau bahwa ketika Raia bertemu kucing atau anjing, Theo harus memasung atau bahkan menyeret anak itu untuk menghindarkannya dari sumber alerginya itu. Tapi itu dulu, saat Raia masih kecil. Kini ia sudah berhenti tertarik pada hewan-hewan berbulu itu sejak 6 tahun yang lalu, entah apa sebabnya. Theo dan Hana sampai kebingungan, habisnya yang mereka tahu Raia kambuh karena berlari dan mungkin terkejut melihat taiga saat di meja makan.

"Hai dek, hari ini kamu apa kabar" Taiga mendekat lalu mengusak lembut pucuk kepala Raia, sang empu hanya menikmatinya sambil nyengir lebar hingga gigi putihnya yang berjajar rapi terlihat jelas.

"Aku okay, udah kuat lagi... iya kan Bun?!hehe" Raia coba memamerkan otot bisepnya yang kempos pada Taiga

"bunda, abang udah dateng nih!" Raia mengarahkan web camnya sehingga layar laptop itu dapat menampilkan sosok Taiga yang sedang duduk di sisi kanannya.

Dapat Taiga tangkap sosok Pavetta dengan sangat jelas. Bundanya itu sedang tersenyum lebar menunjukan persetujuan pada klaim Raia bahwa ia berotot. Fokus Taiga ada pada wanita di seberang sana yang kini entah sedang berada di mana. Pavetta tampak sedang berada di dalam mobil, mengenakan kaos putih dengan rambut pirang yang diurai. Taiga sungguh sangat merindukan Pavetta

Begitu pula Raia, diam-diam ia memperhatikan abangnya. Netra coklat terang dengan cahaya sendu itu kini kembali berbinar, Raia tahu bahwa bundalah sumbernya. Namun tidak bertahan lama, seperti yang sudah-sudah, Pavetta akan segera bosan dan mencari-cari alasan untuk menghindari Taiga. Ia kemudian pamit pada Raia dengan alasan ia sudah sampai ditujuan dan sedang sangat sibuk, sambungan segera terputus. Taiga bahkan belum sempat menanyakan kabar bundanya.

Ruangan itu segera menjadi senyap, kini hanya tinggal mereka berdua. Taiga menyiapkan diri untuk bicara. Raia membiarkan Taiga menutup lalu menaruh laptopnya di nakas.

TERRARIUMWhere stories live. Discover now