L

860 77 9
                                    

"Bang?"

"Abang!"

Taiga tersentak, ia merasakan dingin jemari Jenta sedang menarik  telunjuknya. Kebiasaan Jenta sejak kecil saat bergandengan tangan dengannya itu tidak pernah berubah, bahkan ketika adik perempuannya itu kini sudah hampir setinggi dirinya.

"Hmm? Kenapa dek?" Taiga menoleh, Melempar tatapan penuh tanya.

"Jenta mau ice cream, Abang yang temenin beli ya?" Jenta tidak melepaskan jari Taiga, justru menggenggamnya lebih kuat. Ada banyak hal yang ingin ia sampaikan lewat sentuhan itu.

"Abang mau di sini dek, maaf" Taiga masih tidak bergeming, tangan Raia masih pula ia genggam sambil berharap mendapat balasan. Namun Jenta pantang menyerah, ia dengan tekad berliannya akan menyeret Taiga pergi ke swalayan terdekat.

"Abang peliiiiiis?" Jenta memanyunkan bibir sambil menggoyang-goyangkan tangan Taiga, cowok itu tidak bergeming. Ia memang memandang Jenta dengan mata sayu sarat akan rasa bersalah karna menolak permintaan kecil itu, namun tatapan itu menjadi lebih sayu saat Taiga kembali mengintip wajah Raia.

"Jenta janji cuma sebentar, yah?!"

"Tapi Raia sendiri dek, mamah sama papah baru ke sini nanti ma..." Taiga tidak jadi meneruskan kalimatnya, Theo sudah berdiri di depan pintu. Tangannya penuh barang bawaan, diantaranya ada selimut bulu kesayangan Taiga, padahal ia tidak meminta untuk dibawakan.

Dulu Taiga pernah merajuk saat diberitahu ia bukan anak kandung keluarga Buamana, ia begitu takut Raia dan Jenta akan membencinya karena Taiga hanyalah orang asing. Taiga hanya bersembunyi di dalam lemari dan menolak keluar saat Theo dan Hana memintanya, ia bahkan mengamuk saat mereka menyentuh pintu lemari. Pada akhirnya mereka membiarkan Taiga sambil menjaga serta tetap membujuknya dari balik pintu lemari.

Namun tiba-tiba Raia kecil muncul dan menerobos masuk sambil membawa sebuah selimut bulu tebal kesayangannya, Theo dan Hana hanya saling pandang. Mereka sepakat tidak melakukan apapun dan mempercayakan semuanya pada Raia. Entah apa yang kakak beradik itu bicarakan, beberapa saat kemudian Raia kecil keluar diikuti Taiga yang kemudian menghambur memeluk Hana sambil menangis tersedu-sedu tanpa mengatakan apapun. Pada akhirnya Hana berhasil menjelaskan bahwa Taiga  akan tetap tinggal di rumah itu dengan menyandang nama Buamana, sejak kejadian itu Taiga dan Raia tidak terpisahkan dan selimut bulu yang kini sudah agak usang itu menjadi milik Taiga.

"Jen itu abangnya diapain? Baru pulang sekolah langsung ganggu  aja kamu, mending bantuin papah sini" Theo tampak kesulitan membuka pintu untuk meloloskan diri beserta barang bawaannya ketika tangannya masih penuh, Jenta bahkan tidak melepaskan Taiga. Ia justru mengomel pada Theo karna datang terlambat.

"Nggak mau! Aku mau pergi sama Abang beli ice cream pokoknya... Papah kemana aja sih? Lama banget... Abang belum makan loh dari tadi ini, Kaka nggak ada yang nungguin soalnya... Untung aku pulang sekolah langsung ke sini! Abang ayooooo" Theo hanya mampu menjaga agar rahangnya tidak jatuh kelantai, ia tidak tahu jika ternyata tuan putrinya itu secerewet ini. Padahal ia hanya pergi selama 30 menit, ia sudah sangat mengebut tadi di jalan agar bisa bergantian jaga dengan Taiga karna Hana harus pergi bersama Pavetta.

Kemudian Theo tersadar, bento yang ia tinggalkan untuk Taiga sebelum pulang tadi tidak bergeser dari tempatnya, anak itu pasti belum menyentuhnya sama sekali. Setelah meletakkan barang bawaannya di sofa, ia menghampiri raia lalu dengan hati-hati membalut tubuh putranya itu menggunakan selimut bulu Taiga. Ia bermaksud akan membujuk Taiga untuk pergi dengan Jenta.

"Abang kayanya Jenta bentar lagi nangis itu" Theo menepuk pundak Taiga, ia tahu tidak perlu kalimat lebih panjang lagi untuk membujuk Taiga dan benar saja, Taiga akhirnya berdiri mengiyakan namun masih berat untuk beranjak.

TERRARIUMOnde histórias criam vida. Descubra agora