H

870 89 3
                                    

Raia terbangun saat menjelang pagi, itu artinya ia tidur sehari semalam penuh. Ia ingat kemaren sore Theo memaksanya ke rumah sakit namun Raia menolak dan meminta dirawat di rumah saja. Merasa sedikit membaik, Raia melepaskan Nasal canulnya lalu beringsut duduk. Raia mengedarkan pandangan ke sekitar, Ada nampan dengan semangkuk bubur utuh di nakas samping tempat tidurnya. Ia juga menemukan Hana yang tampak lelap di ranjang satunya, wanita cantik itu tertidur pulas di balik selimut bulu kesayangan Taiga.

Raia mendapati Taiga sedang duduk memeluk lutut di ujung kasur membelakangi dirinya,  Tidak yakin apakah abangnya itu sempat tidur atau hanya duduk di sana sepanjang malam menunggui dirinya seperti yang sudah-sudah. Raia memandangi punggung kokoh yang meluruh itu cukup lama sampai akhirnya memutuskan untuk menyapa.

"Abang?"

Taiga reflek menepis tangan Raia yang meraih sikunya, ia berdiri menatap Raia nyalang sambil meredam keterkejutan. Selang infus yang tertanam di pergelangan tangan kanan Raia terlepas, kini menjuntai dan cairan yang menetes lambat dari sana membentuk genangan di lantai. Begitu pula rembesan darah yang mengenai selimut dan sprey tempat tidur Raia.

Manik biru langit itu menatap  Taiga sendu. Sedetik kemudian Remaja 19 tahun itu mengusap wajahnya kasar. Ada banyak sekali gelayut asing yang sedang menggerayangi kepalanya. Sensasi bentrokan dari dua dorongan yang kini menyeruak di rongga dada rasanya akan membuat Taiga gila. Ia ingin pergi sekedar untuk mencari udara segar, siapa tahu hembusan angin  juga akan membawa terbang sisi lain dirinya itu.

"Gue kuliah, nggak usah nyariin!"

Taiga kemudian melenggang meninggalkan pintu terbuka lebar, menyisakan Raia yang lagi-lagi menghela napas yang tidak seberapa panjang. Ia mengabaikan tangannya. Tubuh Raia bergetar, tiba-tiba ia merasa sangat lelah. Gejolak di dadanya memaksa cowok ringkih itu cepat-cepat kembali mengenakan selang oksigen. Ia masih betah duduk sambil menatapi sosok Hana dengan pandangan kosong, tak terasa air mata mengalir membasahi pipinya. Raia ingin mengatakan segalanya tapi takut tidak ada yang bisa mengerti situasinya, situasi Taiga.

Raia kebingungan, rasanya sudah bertahun-tahun ia tersesat di tengah hutan  bernama Taiga. Raia ingin keluar tapi tidak bisa meninggalkan Taiga sendirian, ia tidak tega. Menetap di sana pun bukan pilihan yang menjanjikan. Ia harus menemukan cara untuk menyelamatkan mereka berdua.

Raia beranjak, dengan sedikit kekuatan yang tersisa ia menggeret tabung oksigen portable itu mendekati Hana. Sembari menikmati debar jantung yang semakin pelan, Raia berdiri cukup lama sambil mengamati Mamah yang bahkan tidak menyadari kehadirannya. Hana pasti kelelahan karena seharian menjaganya, selimut yang ia gunakan bahkan tidak mengerut sedikitpun sedangkan Hana bukanlah tipe orang yang tidur tenang di bawah selimut. Selama tidur ia akan menendang selimut, guling, bantal bahkan Theo yang ada di sampingnya juga sering jadi korban.

Dari sana, Raia bisa menyimpulkan bahwa Taiga pasti menjaga mereka berdua semalaman suntuk. Raia terisak pelan,  gumpalan besar tak kasat mata yang menyumbat dadanya membuat cowok itu semakin sulit bernapas. Ia membaringkan tubuh di sisi Hana lalu memeluknya, membisikan kalimat yang sayangnya tidak sempat Hana dengar.

"Tolongin Abang mah"


🍉🍉🍉

Pagi itu, raut terkejut dan lembut Suara Hana yang terus memanggilnya menjadi ingatan terakhir Raia. Ia juga menangkap sekelebat sosok Jenta yang berlutut di sampingnya, menekan pergelangan tangan kanannya seolah berusaha menghentikan rembesan darah yang kini membentuk genangan kecil baru di kasur Taiga. Namun rasanya Raia sudah menghabiskan seluruh energi kehidupannya pagi itu, ia sangat lelah dan mengantuk  bahkan hanya sekedar untuk menjawab panggilan Hana. Mungkin tidur beberapa jam lagi bisa memulihkan seluruh energinya, nanti saat bangun ia akan meminta maaf pada mamah dan Jenta  karena sengaja mengabaikan mereka.




















Nanti lagi yaa.....

Abang Taiga Mahija B.P

P

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TERRARIUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang