11. Hujan.

73 16 31
                                    

Sore itu hujan kembali mengguyur kota jakarta dengan sangat deras, membuat Reynan terpaksa menghentikan motornya untuk berteduh di sebuah ruko yang sudah tutup.

Netra pemuda itu mengedar ke sekitar melihat langit semakin gelap dan jalan yang mulai sepi kendaraan karena hujan yang begitu deras. Namun, atensinya kini beralih pada Zeara yang terus tersenyum menatap lurus rintikan hujan di depannya.

"Kenapa lo senyum-senyum? awas kesambet! ini maghrib loh!" kata Reynan menakut-nakuti.

Zeara melirik sekilas Reynan disampingnya tanpa menghilangkan senyuman tipis itu, "Aku suka hujan."

Reynan geming. Ia tersenyum getir setelah mendengar perkataan Zeara.

"Kenapa suka hujan?" tanya Reynan.

Zeara menarik nafasnya dalam sebelum menjawab pertanyaan Reynan, "Kamu tahu? setiap orang punya cerita tentang hujan."

Reynan mengangguk kecil, "Apa cerita tentang hujan dalam hidup lo?"

"Cerita yang bener-bener merubah kehidupan ku. Saat itu, akhirnya aku benar-benar bisa merasakan kasih sayang dan kebahagiaan yang sesungguhnya."

Pria itu nampak mengerutkan keningnya. Sebenarnya ia tidak cukup paham dengan jawaban Zeara. Namun Reynan tidak ingin terlalu tahu tentang kehidupan pribadi gadis itu.

"Kalau kamu?"

"Gue?" Reynan menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, kamu, punya cerita apa tentang hujan?" tanya Zeara.

Reynan kembali tersenyum getir,"Bahkan gue benci aroma hujan." ucapnya.

Zeara menatap pria bertubuh tegap di sampingnya itu dengan lekat. Nampak ada binar kesedian di mata elang milik Reynan.

"Bukan aromanya yang kamu benci, tapi kisah di dalamnya yang kamu benci." ucap Zeara, membuat Reynan menatapnya seketika.

"Aku bener, 'kan?"

"Iya, lo bener. Gue benci karena hujan menjadi saksi kepergian Bunda saat itu." ucap Reynan dalam hati. Ada desiran nyeri di hatinya saat mengingat kejadian itu.

"Hujannya udah reda, ayok lanjut." kata Reynan, mengalihkan pertanyaan Zeara.

.
.
.

Hanya memerlukan waktu 15 menit akhirnya mereka sampai di depan rumah Zeara. Pada halaman rumah bernuansa putih itu membuat Reynan terfokus pada sebuah mobil sedan berwarna hitam.

"Rey, terimakasih ya.." ucap Zeara mengalihkan fokus Reynan.

Reynan mengangguk kecil, "Hm, sama-sama."

"Kamu mau mampir dulu?"

"Gak perlu, gue harus langsung pulang."

Zeara mengangguk mengerti, "Sekali lagi, terimakasih. Kalau gitu aku masuk dulu ya?"

"Iya."

Setelah Zeara berlalu, Reynan kembali memfokuskan atensinya ke mobil sedan tadi. Dia seperti menerka-nerka karena seperti mengenal mobil itu. Sialnya, plat nomor mobil itu tehalang oleh gerbang.

Kring...

Reynan berdecak kesal saat dering ponsel mengganggunya. Ale. Ya, pasti nama itu lagi yang selalu muncul di layar ponselnya.

"Hm?"

"REYY, TOLONG GUE REY!!"

TITIK KOMA [ON GOING]Where stories live. Discover now