Bagian Dua Puluh Satu

11 3 2
                                    

Halo-ha. Happy Reading!

***

Diprediksi malam ini akan terjadi fenomena bulan purnama biru, setelah enam belas tahun yang lalu. Namun, banyak yang tak percaya jika fenomena itu memang akan muncul.

Raja Anjrite sangat menantikannya. Tujuannya kemari adalah menyaksikan itu, serta menculik gadis pemilik mata biru untuk dimanfaatkan.

Raja Anjrite juga sudah mengirim pasukan sebanyak-banyaknya untuk mencari Syana di mana pun berada. Pastinya gadis itu masih berada di desa ini, karena tak semudah itu pindah ke desa lain.

"Cepat temukan dan bawa gadis itu kemari sebelum bulan purnama nanti malam!" suruh Raja Anjrite tegas.

Semua suruhan Raja Anjrite sudah menggeledah desa. Namun, mereka sulit menemukan Syana, karena gadis itu berada di tempat Zen saat ini.

Ada untungnya juga dengan bawahan Zen menculik Syana, karena jika tidak Syana sudah berada di tangan Raja Anjrite sekarang.

Di samping itu, Rita dan ayahnya dikurung dalam ruangan agar tak bisa keluar. Gadis itu sudah tersadar dari pingsannya.

"Benar dugaan aku kan, Yah? Kedatangan mereka hanya akan menjadi bencana untuk kita. Untuk apa Ayah menyetujui kedatangan mereka kemari?"

"Ayah juga diancam, Nak. Maafkan Ayah."

"Kenapa Ayah tidak memberitahuku sejak awal? Lalu bagaimana dengan nasib desa ini sekarang? Bukankah Ayah sudah gagal menjadi kepala desa?"

"Maafkan Ayah, Nak. Ayah memang terlalu lemah."

Rita mengembuskan napas gusar. Sekarang di pikirannya tengah sibuk memikirkan nasib Syana. Bagaimana jika gadis itu benar-benar tertangkap? Apa yang akan terjadi pada desa ini?

"Sekarang bagaimana caranya kita kabur dari sini, Yah?"

"Ayah akan mencari solusinya, kamu tetap tenang saja."

Ya, bagaimana caranya bisa tenang jika situasinya begini, bukan?

Siapa pun tolong keluarkan Rita dari sini, dia ingin melindungi Syana agar gadis itu baik-baik saja.

"Syana, di mana pun kau berada sekarang, kuharap kau baik-baik saja," ucap Rita berdoa semoga Syana tidak ditemukan oleh pasukan Raja Anjrite.

"Rita, kamu tampaknya terlalu mengkhawatirkan temanmu itu."

"Ya, andai saja Ayah tau siapa Syana sebenarnya."

"Memangnya siapa?"

"Akan kuceritakan saat kita sudah keluar dari sini, Yah."

"Baiklah."

***

Syana tak mau makan, ketika pelayan Zen memberikannya makanan.

Syana hanya ingin pulang ke rumahnya. Namun, keluar dari ruangan ini saja Syana tidak bisa.

"Ayolah, Nona. Kau harus makan agar tidak sakit," ucap Zen turun tangan membujuk Syana makan.

"T-i-d-a-k m-a-u!" tekan Syana sambil mengeja. Zen menghela napas pelan.

"Jika kau tidak mau makan, nanti kau sakit, mati kelaparan. Aku tidak ingin kehilangan pemilik mata biru," ucap Zen dengan
santainya.

Syana hanya memutar bola matanya malas.

"Malam ini dikabarkan akan ada fenomena bulan purnama biru. Kau jangan keluar dan tetap menahan diri, ya!" ucap Zen.

Alis Syana mengkerut. "Dari mana kau tahu akan adanya fenomena itu?"

"Dari kabar yang kudapatkan."

"Ya kabar dari siapa?"

DUA MATAWhere stories live. Discover now