Bagian Dua Puluh

25 2 1
                                    

Halo, Guys. Kali ini aku bakal bahas Raini, ya. Siapa sih dia sebenernya?

Happy Reading!

***

"Kau mengenal ibuku? Di mana, ha? Kenapa kau bisa mengenalnya?" tanya Syana tak sabaran membuat Zen merasa dipojokkan.

"Sabar dulu, Nona."

"Cepat katakan saja! Ada hubungan apa kau dengan ibuku?"

"Dulu ibumu sering ke kota mencari suaminya yang tak kunjung kembali," jawab Zen singkat.

Ya, memang benar. Sampai saat ini pun Syana tak pernah melihat siapa ayah kandungnya.

"Waktu masih hamil, ya," lanjut Zen.

"Lalu, jika sedang hamil bukankah kau juga masih di dalam perut ibumu?"

"Ya, karena itu. Ibuku yang berteman dengan ibumu. Ibuku membantu ibumu setiap pergi ke kota. Namun, satu hal yang harus kamu tahu, ibuku sudah meninggal sejak melahirkanku."

"Lalu darimana kau bisa mengenal ibuku?"

"Ayahku bercerita, jika Bu Raini masih sering ke kota, dia terkejut saat tahu ibuku sudah meninggal. Bu Raini juga saat itu membawamu waktu masih bayi ke kota."

Syana tidak tahu, Raini pun tidak pernah bercerita. Darimana dia akan tahu cerita itu, bukan?

"Waktu aku kecil yang masih tinggal bersama ayahku, Bu Raini datang lagi, sendirian. Beliau menemuiku dan mengatakan jika dia memiliki anak perempuan yang sama lahirnya denganku. Bu Raini juga berkata jika anaknya istimewa. Waktu itu aku tidak tahu maksudnya."

Zen menghela napas pelan. "Waktu itu, kukira hanya aku yang memiliki mata aneh ini, tetapi ada satu orang lagi yang memiliki mata lebih sempurna dariku."

Syana senantiasa mendengarkan cerita Zen. Setidaknya Syana bersyukur bisa mengenal Zen saat ini, karena ada banyak cerita yang bisa dia ketahui yang tertutup selama ini.

"Saat aku remaja, tepatnya saat itu aku tinggal sendirian  tanpa ayah. Aku mengembara dan tak sengaja bertemu Bu Raini yang saat itu sedang di hutan pula. Aku langsung menghampirinya  tetapi Bu Raini seperti sedang berbicara dengan sosok yang tak bisa kulihat dengan jelas."

Syana terkejut, apakah sosok itu sosok yang sama dengan sosok yang selalu mengganggunya selama ini?

"Bu Raini menyadari aku berada di situ, dia segera menghampiriku dan membawaku pergi dari sana."

Zen kembali membayangkan kejadian saat itu.

"Apa kamu mendengarnya?"

"Mendengar apa, Bu?"

"Mendengar percakapanku?"

"Tidak, Bu."

Tangan Zen lalu digenggam oleh Raini pelan.

"Zen ... suatu saat, temuilah putriku. Namanya Syana. Jaga dia!"

"Kenapa aku harus menjaganya?"

"Karena suatu saat aku pasti akan meninggalkannya."

"Ibu mau ke mana?"

Raini tampak berubah sedih. "Ibu baru saja membuat suatu perjanjian."

"Perjanjian apa?"

"Malam ini sebenarnya akan ada fenomena bulan purnama biru. Ibu tidak mau Syana kenapa-napa, makanya Ibu ...."

Zen terdiam. Saat itu Zen baru mencurigai jika putri Raini bukanlah orang sembarangan.

"Apakah putrimu memiliki mata sepertiku?" tanya Zen. Raini mengangguk.

DUA MATAWhere stories live. Discover now