30. Pilihan Terberat

Start from the beginning
                                    

"Sekarang untuk ibuku, aku akan membunuhmu dan selanjutnya ibumu."

"Tak akan aku biarkan kau menyentuh ibuku Janied."

Janied mulai menembakkan pistolnya, peluru itu melesat dengan sangat cepat tapi tidak mengenai Marvis karena dia berhasil menghindar. Marvis berlari kearah Janied tanpa rasa takut. Dengan cepat dia memukul wajah Janied.

Bughh. .

Pria itu meringis kesakitan, belum selesai dengan itu dia juga memukul tangan Janied hingga pistol milik pria itu jatuh dari genggamannya. Marvis membekuk Janied hingga pria itu tidak bisa bergerak. Lalu dia menodongkan pistolnya kearah Janied.

"Aku harap kita bisa berdamai dengan masalalu kakak." Untuk pertama kalinya dia memanggil Janied kakak. "Mari lupakan semua itu dan pergilah jauh dari hadapanku."

Janied berusaha meronta. "Tidak akan, sebelum aku membunuhmu."

"Marvisss. . " Rintih Amala.

"Mala. ." Bagaimana ini? Marvis lalai, istrinya berada dalam dekapan Vio. Wanita itu mengarahkan pistolnya pada kepala Amala.

"Vio, jangan lalukan itu. Kalau tidak aku akan menembakmu."

"Lakukan saja Marvis, mari kita lihat lebih cepat pelurumu yang menembus jantungku atau peluruku yang menembus kepala istrimu.

Marvis gemetar. "Marvis maaf, sekali saja jangan pedulikan aku, tolong selamatkan nyawamu dan jaga Misya."

Cairan bening mengalir membasahi pipi Marvis. "Tidak Amala, jangan berkata seperti itu."

Kedua mata Amala berkaca-kaca, jika memang ini akhir dari hidupnya Amala ikhlas tapi tolong tuhan setidaknya biarkan dia menyentuh Marvis untuk terakhir kalinya.

Dorrr. . .

Matanya terpejam saat mendengar suara pistol yang sangat kencang, semuanya sudah berakhir. Tetapi anehnya Amala tidak merasakan sakit sedikitpun.

Yang dia rasakan adalah ada sebuah tangan besar yang merengkuh tubuhnya.

"Amala buka matamu."

"Marvis ini kamu?ini sungguhan kamu. Aku masih hidup."

Marvis mengangguk. "Iya. ." Pria itu memeluk Amala dengan Erat.

Amala melirik kearah samping, ternyata yang tertembak bukan dia melainkan Vio.

"Maaf tuan saya datang terlambat." Ucap Varen.

"Tidak kau datang tepat waktu Varen."

Apa yang sebenarnya terjadi? Singkatnya Marvis sudah melihat tanda yang diberikan Varen dari kejauhan. Asistennya bukanlah seorang asisten biasa. Melainkan seorang penembak jitu atau sniper dari kesatuan angkatan darat yang bekerja padanya.

Yang Marvis lalukan tadi adalah mengulur waktu seolah dia benar-benar akan kehilangan Amala, selagi Vio teralihkan dengan hal itu Varen membidik Vio tepat di jatungnya dengan satu tembakan Vio tewas ditempat itu juga.

"Tuan Janied sudah saya amankan. Sebentar lagi ambulans dan polisi akan datang tuan."

"Terimakasih Varen, aku berhutang banyak padamu."

"Tidak tuan, bagi saya keselamatan anda nomer satu. Anda sudah banyak membantu saya dan keluarga saya."

Marvis mengangguk lalu merengkuh tubuh Amala kedalam dekapannya, tangisnya pecah saat itu juga. Amala juga mengeratkan tubuhnya pada Marvis, dia bersyukur untuk sekian kalinya. Tuhan masih berbaik hati memberikan kehidupan untuknya.

"Marvis, aku sungguh sangat lelah, perutku juga sakit hiks. ."

Rasa nyeri diperutnya tiba-tiba muncul, wanita itu langsung pingsan.

"Amala bangun. . Sweetie bangunlah. .kumohon sweetie. ." Marvis panik saat melihat cairan merah keluar dari kedua paha istrinya.

"Varen, dimana ambulannya."

"Mungkin sebentar lagi tuan."

Pria itu semakin panik saat mobil ambulan tak kunjung datang. Amala harus baik-baik saja dan juga anaknya.

"Tuan itu dia, mobil ambulannya sudah terlihat."

Suara sirine polisi dan ambulan terdengar dari kejauhan, Marvis menggendong istrinya dengan hati-hati. Setelah ambulan itu sampai dia langsung membaringkan wanita itu di ambulance stretcher, mobil ambulan itu melaju cepat kearah rumah sakit.

Setelah sampai dirumah sakit, pria itu berlari terus mengikuti dokter dan para perawat yang mendorong ranjang istrinya ke ruang UGD.

"Tolong bapak tunggu diluar." Perintah salah satu perawat yang menahannya.

Pria itu menurut dan menunggu Amala dikoridor. Setelah beberapa menit dokter melakukan pemeriksaan, dokter itu keluar dan mengatakan kepada Marvis jika istrinya harus segera dioperasi.

"Janin yang ada dikandungan ibu Amala harus segera dikeluarkan pak."

"Tapi usianya masih sekitar tiga bulan dok."

"Karena itu pak, janinnya sudah tidak bisa diselamatkan. Ibu Amala mengalami keguguran, kalau tidak segera dikeluarkan bisa mengancam nyawa sang ibu."

"Apa ?"

"Tolong tanda tangani surat ini pak jika anda setuju untuk melakukan operasi."

Dunianya seakan runtuh, Marvis memegang lembar kertas itu dengan tatapan kosong. Kalau Amala tau dia pasti akan membencinya, ini sama saja dia membunuh anaknya.

Tidak! Nyawa anaknya memang sudah tidak tertolong baginya keselamatan Amala sekarang yang terpenting.

Dia menerima uluran bolpoin dari perawat yang ada didepannya. Saat dia menandatangi banyak berkas penting dengan tender yang nominalnya puluhan juta terasa ringan, namun untuk melabuhkan tangan diatas selembar kertas ini rasanya sungguh sangat berat untuknya.

"Anak" kita bisa memiliknya nanti, suatu saat nanti, ketika keadaan ini sudah kembali seperti biasanya. Tapi kamu, aku tidak bisa membiarkanmu pergi jauh meninggalkanku Amala.

Masih deg-degan nggak bacanya? Iya dong deg-degan namanya juga manusia wajar kalau deg-degan yaa hihihi. . .

Satu part lagi End yaa.. semoga authornya cepat update biar nggak digantung lama-lama. Hihihi

Jangan lupa vote⭐& coment yaa

AMALA Istri Kontrak Sang CEOWhere stories live. Discover now