"Vin punya gue!" Davin mengambil satu gelas coklat panas milik Inara lalu ikut meminumnya.

"Nggak mau ah jorok" Tolak Inara saat Davin mengembalikan gelasnya lagi.

"Cuman satu gelas aja di sebut jorok tapi tukeran ludah nggak di sebut jorok"

"Diem deh gue lagi mikir"

"Mikir apaan sih"

"Mau masak"

"Emang bisa? Tanya Davin tidak percaya.

"Diem duduk sana, tau tau makanannya jadi" Davin menurut sambil kembali meminum coklat panas lagi.

Inara merenggangkan tangannya dulu sebelum memulai memasak. Sambil bibir yang terus merapal doa, pokonya kali ini dia harus berhasil. Jangan sampai Davin tau dia tidak bisa masak lalu menertawakannya dengan puas.

HAHAHAHAHA HAHAHA

Tawa Davin terus saja menggelegar di seluruh penjuru apartemen milik Inara. Bahkan air mata Davin sampai keluar saking lucunya. Inara sendiri berbanding terbalik dengan Davin bibirnya mengerucut rasanya dia ingin nangis sekarang juga. Masakannya gosong padahal dia cuman menggoreng telor mata sapi tapi semuanya gosong.

"Puas ngetawainnya?"

"Belum -hahahah hahaha"

"Jahat lo"

"Sorry sorry" Ucap Davin menyeka air matanya yang sedikit keluar akibat tertawa.

"Udah sana ganti baju kita cari sarapan di luar" Tanpa menolak inara mengikuti apa kata Davin masih dengan bibir yang ia kerucutkan ke depan.

Inara pikir mereka akan mencari sarapan di pinggir jalan atau tempat makan hang memang sudah buka di pagi hari seperti ini. Tetapi Inara salah bukan ketempat makan justru Davin membawanya ke apartemen laki laki itu. Sempat berdebat karena Inara tidak ingin masuk tapi akhirnya dia tidak punya pilihan lain.

"Gue masih nggak percaya lo tinggal disini?" Ini tuh kawasan apartemen elit yang benar benar elit. Gaji Inara satu tahun saja tidak cukup untuk di belikan satu unit apartemen disini.

"Ko bisa sih?" Tanya Inara masih tidak bisa percaya.

"Ya bisalah gini gini juga gue CEO walaupun perusahaannya belum besar" Inara hanya mengangguk tidak mau melanjutkan karena takut laki laki itu semakin besar kepala. Mereka masuk kedalam lift tapi baru juga masuk keadaan lift di buat sedikit ricuh dengan satu keluarga yang tiba tiba ikut masuk.

"Ana Liam!! Nggak usah lari lari nanti gimana kalau jatuh kehimpit lift" Omel seseorang yang di duga ibu dari kedua anak yang ditegurnya tadi.

"Ck.kenapa sih pake harus bawa boneka segala" Lanjut perempuan itu mengomel.

"Bunda aku yang bawa" Anak perempuan itu membawa boneka dari ibunya tapi gerakannya yang sedikit grusak grusuk. Membuat Inara tidak bisa bergerak seperti terhimpit. Davin yang melihat itu langsung saja menarik tubuh Inara ke arahnya.

"Kenapa? Nggak ada yang lucu juga"

"Kamu kalo lagi ngomel tuh lucu banget tau nggak, jadi pengen gigit" Yang detik itu juga malah menggigit pundak sang istri.

"Orion!!"

"Ra?" Panggil Davin setengah berbisik.

"Nanti kalo kita nikah harus lebih harmonis dari mereka ya?"

"Siapa juga yang mau nikah sama lo" Inara mendorong tubuh Davin.

Tidak lama mereka sampai unit apartemen milik Davin. Tanpa menunggu lama Davin langsung berjalan ke arah dapur mengambil beberapa bahan makanan yang akan ia olah karena memang sedari awal tujuan mereka hanya untuk mencari sarapan. Inara berada di belakang Davin duduk di depan pantry melihat laki laki itu dari belakang. Jika di pikir pikir Davin terlihat sangat keren walau cuman Inara lihat dari belakang saja. Punggungnya yang tegap membuat Inara seperti ingin memeluknya dari belakang.

Sadar akan arah pikirannya Inara menggelengkan kepalanya. Dia masih tidak percaya dengan dirinya sendiri kenapa bisa berpikir seperti itu. Davin tuh bukan tipe Inara, dia suka laki laki yang umurnya lebih tua dari dia dan tentunya Inara sangat menyukai laki laki yang bersikap dewasa. Terus saja Inara melafalkan kata kata tersebut di hatinya jangan sampai pikirannya mulai terganggu oleh Davin.

"Gimana enak?" Tanya Davin saat Inara mulai mencicipi hasil masakannya. Davin kali ini memasak masakan simple nasi goreng dengan ayam katsu dan juga salad sayur ala hokben.

"Emm--enak" Ucap Inara so di rasa rasa terlebih dahulu mengikuti bagaimana chef profesional menilai. Davin tersenyum mendengarnya lalu ikut memakan makanannya juga.

"Ko lo bisa masak sih vin"

"Bisa lah"

"Iya kenapa?"

"Gue kan dari dulu emang lama tinggal sendiri" Inara memicingkan matanya tidak percaya.

"Bukannya kata tante Melda lo tinggal sama  nenek lo?"

"Iya emang sama nenek, nenek gue tuh suka masak enak lagi masakannya ya gue belajar dikit dikit dari dia makanya pas sekarang mulai tinggal sendiri gue dah bisa masak" Inara mengangguk lalu kembali memasukan nasinya lagi.

"Belajar masak sana ra, masa iya cewe nggak  bisa masak"

"Dih maennya judge orang, gini nih ya vin gue tuh tipe orang yang memanfaatkan fasilitas yang ada kaya go food dan lainnya"

"Masa iya mau beli tiap hari?"

"Iya nggaklah makanya gue tuh mau cari suami yang jago masak"

"Lah gue dongs" Tunjuk Davin pada dirinya sendiri sambil memperlihatkan giginya.

"Kecuali lo" Muka Davin tiba tiba turun mendengar itu.

"Ra kenapa sih lo itu nggak mau banget sama gue?" Ucap Davin lesu.

"Karena lo jauh lebih muda dari gue"

"Cuman beda empat tahun Inara masih deketan, lagian apa sih arti dari sebuah umur"

"Yang umurnya matang juga belum tentu bisa buat lo bahagia" Lanjut Davin yang lagi lagi bisa membuat Inara bungkam.

"Lo tuh--cinta banget ya sama gue?" Tanya Inara sempat terpotong sebentar karena ragu menanyakan hal ini pada Davin.

"Gue nggak tau lo percaya atau nggak sama first love, nah gue baru aja ngerasain itu saat ketemu lo" Davin membawa tangan Inara ke genggamannya. Inara tidak menolak ia sendiri juga ingin merasakan apakah perasaan Davin padanya memang serius

"Mungkin lo cuman terbawa suasana gara gara malem itu?"

"No Inara. Gue suka lo dari pertama mata kita ketemu. Ketemu lo gue tuh kaya nemuin seseorang yang selama ini di cari. Lo itu cinta gue, mungkin emang pertemuan awal kita yang nggak baik. Tapi gue yakin pertemuan kita tuh memang udah takdirnya dari yang kuasa kalo gue harus ketemu lo. Cewe yang selama ini gue cari, cewe yang benar benar bawa cinta buat gue. Gue cinta lo tanpa main main Inara"

"Tapi gue nggak cinta lo" Balas Inara membuat hati Davin merasa sakit dan sesak untuk sesaat. Davin tahu Inara pasti akan menolaknya seperti ini. Inara mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Davin tapi Davin justru malah mengeratkan genggaman mereka.

"Gue tau lo nggak cinta gue, tapi please Inara izinin gue untuk masuk ke hati lo. Kasih gue kesempatan juga buat rubah hati lo jari cinta ke gue" Tatapan Davin terlihat serius seperti tidak ada keraguan di setiap ucapannya. Di balik itu Inara sedang dilema dengan hati dan pikirannya. Kepalanya pelan pelan mengangguk sebagai jawaban atas semua pernyataan Davin.

Entah keputusan yang Inara buat benar atau tidak. Inara hanya ingin mengikuti arah arus air mengalir. Percuma jika Inara melawan arus terus sendirian buatnya lama lama semakin lelah lebih baik Inara kembali pada arus yang sudah ditentukan. Mungkin kemunculan Davin malam itu memang sudah di tentukan untuk membantu Inara menyebrangi semua sungai yang ada.

***

Eh eh ada siapa itu?

Siapa disini yang kangen Aletta Orion angkat tangan? Atau ada yang belum tau siapa Aletta Orion? Yang belum tau boleh mampir ke lapak sebelah ya hehe..

Btw aku mau ngingetin lagi ya cerita Inara-Davin itu cerita 21+ pasti bakal ada adegan ehem ehem nya walaupun nggak ada di tiap chapter yang di bawah umur atau yang nggak suka boleh...

Bye 👋

One Night Change Itजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें