08

6.7K 915 4
                                    

Zein kemudian mendekati Zen.

"Kau siapa?" tanya Zein datar dan dingin.

'Ayah anak sama aja, dingin dan datar' batin Zen sweetdrop saat mendengar nada bicara anak laki-laki di depannya itu.

"Aku Zen"

"Oh" jawab singkat Zein.

Perempatan imajiner muncul di dahi Zen, entah kenapa ketika mendengar Zein hanya berkata oh saja membuatnya kesal, dan sangat ingin memukulnya.

Zein langsung berbalik, bahkan dia tidak memperkenalkan dirinya, sekarang dia pergi begitu saja.

Melihat ada botol plastik air di atas meja nakas yang ada di samping tempat tidur.

Zen mengambil botol plastik itu, dan langsung melemparnya ke arah kepala Zein.

'Headshot!' teriak Zen dalam batin saat melempar botol plastik itu.

Dan benar saja, botol plastik itu mengenai kepala Zein dengan keras, bahkan suara yang mengenai kepala itu terdengar merdu ditelinga Zen.

'Haha! Kena!' batin Zen.

Felix menatap tak percaya dengan kejadian itu, dia tahu jika keponakannya itu sangat ditakuti dan dijauhi oleh orang lain, dan tak ada yang berani macam-macam dengannya.

Tapi, sekarang seorang anak seumuran keponakannya itu melempar botol plastik yang masih disegel, dan itu tepat mengenai bagian belakang kepala Zein.

Zein berbalik menatap Zen.

"Kau…"

"Apa?! Apa kau tak tau sopan santun, ketika kau berkenalan dengan seorang kau harus menyebutkan nama mu dulu!" ucap Zen dengan galak.

Zein sweetdrop, seharusnya dia yang marah karena dengan seenaknya melempar sesuatu ke kepalanya, tapi kenapa anak itu lebih galak darinya.

Ketika melihat Zen, Zein jadi teringat Ibunya.

Ekspresi Zein berubah menjadi sedih, dan itu membuat Zen bingung.

Zein pernah diberitahu jika dia memiliki kembaran, tapi kembarannya diculik ketika baru saja lahir, Ayahnya hanya bisa menyelamatkan Zein yang masih bayi waktu itu, sedangkan kembarannya dibawa oleh penculik.

Saat menceritakan semua itu, Zein dapat melihat sorot kesedihan di mata Ibunya, tapi Ibunya masih tetap tersenyum, mencoba untuk tenang dan tidak menangis.

Tapi Zein tidak bisa dibohongi ketika melihat mata Ibunya yang memerah dan ada genangan air di matanya itu.

Ibunya juga memberitahunya jika kembarannya itu sangat istimewa karena dia memiliki rambut dan kulit yang sangat putih.

Jadi, ketika melihat Zen, Zein merasa jika kembarannya itu tumbuh bersama dengannya, mungkin dia akan terlihat seumuran dengannya dan akan terlihat seperti anak yang saat ini berbaring di kasur Orangtuanya.

"Zena" gumam Zein yang masih bisa didengar oleh Zen.

Zen yang mendengar itu hanya menatap Zein dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Zen risih karena terus ditatap oleh Zein dengan tatapan tajam dan menusuk ke arahnya.

Kemudian Zen mengangkat tangannya, mengepalkan tangannya dengan jari tengah yang mengacung tinggi, mengarahkannya kepada Zein.

Felix yang melihat Zein yang amarahnya sudah dipuncaknya langsung menarik kerah baju Zein.

"Lepaskan!" ucap Zein dingin, membuat Felix spontan melepaskan tangannya yang berada di kerah Zein.

Sistem DominasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang