Eps. 13: Buaya Darat, Agaknya

43 15 4
                                    

Mulanya, Ezra berpikir jika sang nenek sudah melupakan niatnya untuk mengenal Lavisha lebih dalam lagi waktu itu—lewat ajakan makan malam di kediamannya—karena kemalangan sudah menimpa cucunya hingga mengalami fraktur tulang.

Ternyata, Ezra salah besar.

Sang nenek malah tiba-tiba saja datang ke apartemennya tanpa aba-aba apa pun sebelumnya. hal itu jelas membuat dirinya dan Lavisha dibuat terkejut, apa lagi, neneknya itu datang di siang bolong saat Ezra sendiri tengah asyik-asyiknya tidur.

Lavisha yang menyambut wanita tua itu  dan meminta beliau untuk menunggu sebentar, sementara dirinya akan pergi ke kamar Ezra untuk membangunkan lelaki itu. Akan tetapi, pertanyaan dari nenek Ezra itu seketika membuat Lavisha terdiam, tidak dapat menjawab selama kurang lebih tiga puluh detik  lamanya.

"Kamu kok ada di apartemennya cucu saya?" tanya wanita tua itu, lengkap dengan dahi berkerut. "Baru pacaran, kan? Kok sudah kumpul kebo begini?"

Lalu setelahnya, lagi-lagi tanpa aba-aba apa pun, wanita tua itu melangkah masuk melewati Lavisha yang terdiam di tempatnya begitu saja. Suaranya yang masih terdengar cempreng pun mendadak memenuhi ruangan. "Ezra!"

Padahal, wanita tua itu sudah tahu jika cucunya sedang sakit. Jelas saja panggilannya tadi langsung membuat Ezra terbangun secara mendadak dengan kedua mata yang terbelalak karena kaget. "N-Nenek?"

Berhubung ia tidak bisa bangun sendiri, alhasil Ezra memilih menunggu saja di kamar hingga sang nenek datang atau bahkan, lelaki 24 tahun itu berharap Lavisha saja yang datang untuk membantunya bangkit dari tempat tidur. Sayangnya, sang nenek tercinta yang lebih dulu tiba dengan Lavisha yang mengekor di belakang.

"Kenapa pacarmu itu ada di sini?" tanya sang nenek dengan raut penuh penasaran. "Kamu kumpul kebo, ya, sama dia!?"

"Astaga, Nek. Nggak gitu!" Inginnya sih, ia berdiri dan menghampiri sang nenek, kemudian memegang kedua bahu wanita tua itu sambil berusaha menjelaskan. "Memangnya Mama atau Papa nggak bilang ke Nenek?"

Dahi wanita tua itu berkerut tak mengerti. "Apa? Nggak ada bilang apa-apa, tuh. Setelah Nenek jenguk kamu di rumah sakit waktu itu, belum ada bicara lagi dengan mereka."

Sementara itu, Ezra sendiri diam-diam melirik Lavisha yang kini berdiri sambil menunduk dengan wajah yang sarat akan ketakutan. Ah, atau mungkin gadis itu gugup karena didatangi tiba-tiba oleh neneknya?

"Jadi?" Sang Nenek terlihat menuntut jawaban.

Sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan oleh neneknya itu, lebih dulu Ezra memilih menghela napas panjang. Lewat sudut matanya, ia mengisyaratkan kepada Lavisha yang kebetulan sedang menatapnya, untuk membantu. Tidak sopan juga rasanya meladeni seluruh kata-kata sang nenek dalam posisi berbaring seperti sekarang.

Beruntungnya, Lavisha langsung mengerti dengan kode-kode yang ia berikan. Diam-diam, Ezra melihat bagaimana sang nenek memperhatikan seluruh interaksinya dengan Lavisha barusan dengan wajah datar. Ia sungguhan tidak mengerti, kenapa neneknya itu senang berubah-ubah? Terkadang bersikap baik, lemah lembut dan bijak, tetapi tak jarang pula tingkahnya lebih mirip seperti ibu tiri jahat di dalam dongeng.

"Ya Nenek tahu sendiri, kan, gimana Mama sama Papa?" Ezra menjawab pertanyaan sang nenek tadi. "Makanya, kemarin Mama minta Lavisha buat jagain Ezra."

Sang nenek menghela napas panjang, kemudian duduk di pinggir tempat tidur cucunya itu. "Lagian, kenapa, sih, kamu nggak pulang ke tempat Nenek aja? Semua fasilitas lengkap. Atau kalau perlu, Nenek carikan orang yang lebih ahli buat kamu."

"Males, ah." Ezra menjawab dilengkapi decakan. "Di rumah Nenek nggak asik. Kebanyakan maid, tuh!"

"Lho, justru karena ramai jadinya seru. Banyak orang. Nggak sepi kayak rumah orang tua kamu!"

✓LOVORENTWhere stories live. Discover now