t (Author POV)

4.2K 258 3
                                    

Nadia menghela napas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nadia menghela napas. Pesan terakhirnya ke Pak Dikta hanya dibaca saja. Sedikit membuat Nadia frustasi karena kepikiran terus.

"Engga dibales..." gumamnya. Ia masih terbaring di bangsal rumah sakit. Ia ingin pulang, tapi suster menahannya. Katanya, "Maaf ibu, tapi suami ibu berpesan pada saya untuk membiarkan ibu istirahat saja di sini, nanti suami ibu kembali lagi ke sini."

"Suami katanya. Cih!" decih Nadia dengan senyum miring. Lucu saja membayangkan reaksi pak Dikta kala mengatakan kalimat itu.

Ketika sedang menertawakan lamunannya, Nadia dikagetkan dengan Dikta yang datang masuk dengan kedua tangan yang menenteng kantong plastik besar. Mata Nadia membulat ketika yang ia lihat adalah buah-buahan hingga cemilan sehat.

"Bapak ngapain? Abis ngejagal toko klontong?" tanya Nadia terheran-heran.

Dikta menatap Nadia sinis. Lantas menaruh tentengannya itu di samping bawah bangsal.

"Kamu gak usah mikir yang aneh-aneh. Fokus saja sama pengobatan dan kesehatan kamu," katanya tiba-tiba.

Nadia menaikan sebelah alisnya. Gadis itu berpikir kalau sebenarnya Nadia loh yang umurnya sedang di ujung tanduk, tapi yang kelihatan cemas akan mati malah Dikta.

"Kamu mau apa? Mau makan apa?" tanya Dikta.

"Bapak bawel ya?"

Merasa tidak asing dengan kalimat itu, membuat Dikta mengalihkan pandangannya dari ponsel. Padahal tadi ia hendak memesan makanan secara online. Pandangannya beralih pada gadis pucat yang tengah duduk menyandar di bangsalnya.

"Saya baru liat sisi Bapak yang begini," tambah Nadia dengan senyum.

Dikta bersemu. Entah untuk apa dan kalimat yang mana, tapi Dikta merasa malu. Benar apa yang dibilang Nadia, ini adalah sisi baru yang Dikta perlihatan pada mahasiswinya itu.

"Apa yang salah memangnya?" tanya Dikta, pura-pura tak peduli.

Nadia terkekeh tanpa suara. Gemas melihat Dikta yang lagi salting.

"Enggak ada kok, Pak suami..." balas Nadia semakin menggoda Dikta.

Dikta semakin bersemu. Matanya membulat menatap Nadia yang sedang menahan tawa.

Sekuat mungkin Dikta mempertahankan kesan dinginnya di hadapan Nadia. Walau tidak berhasil tapi setidaknya.

"Kamu mau makan apa sekarang?" tanta Dikta.

"Pak suami mau makan apa? Saya mah ngikut aja sih," jawab Nadia.

Dikta menggigit bibir bawahnya bagian dalam. Nadia ini benar-benar membuatnya gila!

"Pak suami seneng gak dipanggil Pak suami?" tanya Nadia tiba-tiba. Membuat dahi Dikta berkerut. "Tadi kata susternya gini, ekhem! 'Ibu istirahat saja dulu di sini, nanti suami ibu kembali lagi ke sini', gitu katanya."

Nadia tak kuasa menahan tawa. Lihat! Dikta bersemu dari pipi hingga telinga. Ia seperti kepiting rebus. Sangat menggemaskan!

"Ah, soal itu... Itu saya spontan aja memperkenalkan diri sebagai suami kamu. Lagian masa iya saya perkenalkan diri saya sebagai dosen kamu? Nanti mereka akan mengira yang tidak-tidak," kilah Dikta.

"Haha!" Nadia masih tertawa. Membuat Dikta jengah karena dibuat bersemu.

"Sudah tidak usah tertawa banyak-banyak!" larang Dikta malu. Disusul dengan umpatan kesal. "Saya kan jadi malu, astaga!"

Nadia dengar. Oleh karena itu ia menghentikan tawanya sambil menyeka air mata di sudut bibirnya. Tertawa sampai menangis sangat menyenangkan walau membuat dadanya sakit dan perutnya keram.

Untuk beberapa saat keduanya saling diam. Dikta yang sedang sibuk mencari menu makan malam di ponselnya, dan Nadia yang sibuk menatap lamat dosennya itu. Dadanya semakin sakit. Ia baru kali ini menemukan manusia sekeras kepala Dikta.

"Pak, saya masih membuka kesempatan Bapak untuk batalin pernikahan kita."

"Kamu maksa sekali. Tutup saja, saya tidak minat," balas Dikta enteng.

Nadia menghela napas berat. "Glioblastoma..."

Dikta menghentikan guliran jarinya di layar ponsel.

"Sampai saat ini belum bisa ditemukan obatnya, Pak. Apa yang Bapak harapin? Ini semua gak akan berhasil," sendu Nadia.

Dikta menatap Nadia yang tengah temaram. Bibirnya terkatup dengan tatapannya yang dalam.

"Apapun itu, saya akan pastikan kalau saya gak akan kehilangan kamu."

*****

Next chapter on progress...

Beloved StepmotherWhere stories live. Discover now