p

4.7K 281 1
                                    

Akhirnya keputusan yang diambil adalah pak Dikta dan Nada yang menginap di rumahku. Semenjak pak Dikta minta izin pada bapak dan ibu untuk melamarku, ibu dan bapak emang terbuka pada pak Dikta. Walaupun keduanya tau kalau yang melamarku itu seorang duda anak satu. Tapi bukan itu yang ku pikirkan, melainkan bapak dan ibu benar-benar terlihat menerima kalau anak bungsunya ini dipinang. Paham maksudku 'kan? Aku agak kesulitan menjelaskan perasaanku sendiri.

"Pak, Bu! Assalamualaikum," salamku seusai kami tiba di rumah.

Bapak dan ibu keluar. Wajahnya berseri ketika mendapati aku dan pak Dikta juga Nada datang.

"Waalaikumsalam. Ayo masuk, sudah malam kalian pasti capek," ajak ibu.

Kami bercengkrama terlebih dulu di ruang tengah. Sebentar saja, soalnya Nada sudah mengantuk. Kepalanya sudah terangguk-angguk dengan matanya yang meredup.

Pak Dikta membawa Nada masuk ke kamarku. Menidurkan putrinya itu pelan-pelan di atas kasur. Aku menyelimuti Nada kemudian.

"Nad, ini obat apa? Kamu sakit?" tanya pak Dikta dengan tangannya yang sudah memegang bungkus obatku.

Aku yang semula duduk di kasur jadi tiba-tiba berdiri. Merebut paksa obat yang dipegang pak Dikta. Membuat pak Dikta kaget dan menatapku tak senang.

"Kenapa sih? Emang itu obat apa sampai kamu kayak gitu?" tanya pak Dikta.

"Bukan apa-apa kok, Pak. Biasalah namanya juga anak kostan," jawabku bohong.

Aku menyimpan obatku di saku celana. Menatap pak Dikta dengan senyum dibuat seolah ikhlas dan biasa saja.

"Kamu buat saya curiga," katanya dengan sorot mata yang mengintimidasi.

"Udahlah, Pak. Ini bukan apa-apa kok, cuma obat asam lambung aja. Bapak mending keluar, saya mau tidur soalnya. Duh badan saya tulangnya retak deh saking pegelnya," celotehku seraya merenggangkan tubuh.

"Terserah kamu. Tapi kalau sampai saya tau sesuatu soal kamu dari orang lain tanpa kamu kasih tau ke saya, saya beneran marah banget."

Setelah mengatakan itu pak Dikta keluar dari kamarku. Menutup pintu kamarku rapat-rapat dengan wajahnya yang tak bersahabat. Agak aneh sih sama dosen so tau itu. Biasanya juga gak peduli kok sekarang tiba-tiba bilang bakal marah kalau aku sembunyiin sesuatu dari dia?

Gak tau deh! Aku ngantuk.

*****

Tengah malam aku tiba-tiba merasa mual. Eughh! Lagi-lagi seperti ini. Aku buru-buru keluar kamar, membuka pintu perlahan agar tidak menimbulkan suara bising dan sibuk.  Berlari kecil ke kamar mandi untuk mengeluarkan semua isi dalam perutku.

Tuhan, mau sampai kapan aku terlihat menyedihkan seperti ini?

Kurang lebih 10 menit aku berada di kamar mandi. Dengan tubuh yang sudah mulai melemas, aku keluar kamar mandi. Sudah selesai, malam ini sudah ku tuntaskan rasa mualku yang memuakan ini.

Tapi saat aku berada di depan pintu kamar, ku lihat pintu ruang depan terbuka. Bapak sama ibu lupa tutup kah?

Aku mendekat, berniat menutup pintu. Tapi melihat ada asap rokok di balik sudut tembok, aku mengurungkan niatku. Itu bapak sama pak Dikta ternyata—lagi ngobrol.

Saat aku hendak berbalik melangkah ke kamar lagi, tak sengaja aku menguping percakapan mereka.

"Pak, mohon maaf saya mau nanya," itu suara pak Dikta.

"Iya silahkan," jawab bapak.

"Jika boleh tau, Nadia itu sakit apa ya? Saya gak sengaja lihat ada bungkus obat resep dokter banyak sekali di kamarnya," tanya pak Dikta.

Aku termatung. Jantungku berhenti mendadak untuk beberapa detik.

"Bapak juga gak tau. Tapi Bapak juga pernah lihat. Bapak mau tanya sama Nadia tapi Bapak gak berani. Jadi bapak beritahu ibu saja. Biar ibu yang tanya kalau waktunya sudah tepat," jawab Bapak.

Aku belum siap mengatakan yang sebenarnya. Aku takut mereka kecewa. Takut mereka menyalahkan diri sendiri padahal kesalahan bukan terletak di mereka. Jadi biar ku simpan semuanya sendiri dulu. Kalau waktunya tepat, nanti aku jujur.

Semoga Tuhan masih kasih aku waktu untuk hidup buat kasih tau ke semuanya soal sakitku ini. Ya tapi aku lebih berharap aku bisa segera sembuh tanpa harus mengatakan aku sedang sakit kepada mereka.

*****

to be continued

Beloved StepmotherWhere stories live. Discover now