s (Author POV)

4K 253 1
                                    

Sejak tadi, sejak Dikta kembali ke rumah mendapati Nadia yang terkapar lemah di ubin dingin kamar mandi hingga kini ketika Nadia tengah ditangani dokter, Dikta tak berhenti merasakan cemas. Bahkan sesekali Nada mengusap punggung tangan ayahnya itu, berusaha menenangkan.

"Daddy, Nada percaya bunda pasti baik-baik aja," katanya dengan senyum hangat. Dikta membalasnya dengan senyum terpaksa.

Tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan Nadia. Lantas mengajak Dikta untuk mengobrol mengenai kondisi Nadia. "Ada yang hendak saya bahas dengan keluarga atau walinya," begitu kurang lebih ujar dokternya.

Nada dipersilahkan untuk masuk menemui Nadia. Gadis itu masih tak sadarkan diri.

*****

Usai bercengkrama dengan dokternya, Dikta kembali ke ruangan Nadia. Masuk dan duduk di kursi single dengan Nada yang tengah terlelap di sofa. Entah sejak kapan, tapi bocah itu nampak nyenyak sekali.

Dikta menatap sendu sekaligus kesal wajah adem Nadia. Gadis itu sudah sadarkan diri belum ya? Dikta berpikir ia sudah cukup lama 'bercengkrama' dengan dokter tadi.

Tak lama Nadia menguap. Ah... ia baru saja tertidur ternyata. Dan lihat! Kini gadis itu membuka matanya yang mendapati Dikta sebagai orang pertama yang ia lihat. Lantas Nadia tersenyum simpul tanpa dibalas Dikta.

"Sore, Pak. Kok saya tetiba ada di rumah sakit ya?" tanya Nadia entah benar tak ingat atau pura-pura lupa.

Dikta tetap diam. Hanya matanya yang terus menerus menatap lekat gadis alias mahasiswinya itu. Lantas disusul dengan helaan napas berat yang membuat Nadi menggigit daging pipinya dari dalam mulut.

"Sejak kapan?" tanya Dikta tanpa jelas konteksnya.

"Apanya, Pak? Tidur saya?" tanya Nadia berbalik. Ia sedang pura-pura polos padahal jantungnya tengah cekat-cekit degdegan.

"Nadia, saya serius! Sejak kapan kamu sakit?" tanya Dikta kemudian. Tatapannya galak dan sangat terlihat ia marah.

Nadia tak berani menatap mata Dikta. Ia memilih untuk menatap selimut sambil memainkan jemarinya, bingung dan takut.

"Bapak udah tau ternyata..." gumam Nadia. Lantas kepadanya terdongak dengan Dikta yang masih di ekspresi yang sama. Dengan takut-takut, Nadia berujar, "Jangan kasih tau keluarga saya ya, Pak? Biar nanti saya aja yang bilang. Saya takut kalau mereka kaget dan sedih kalau tau dari oranglain."

Dikta hanya menghela napas berat.

"Sejak kapan?" ulang Dikta.

"Saya gak tau. Tapi yang pastinya baru beberapa pekan lalu saya konsul dan diberitahu dokternya," balas Nadia jujur.

Untuk beberapa menit keduanya saling diam. Hanya lenguhan dan dengkuran pelan dari Nada yang menjadi backsound mereka. Keduanya sama-sama sedang ribut dengan isi kepalanya masing-masing.

"Pak..."

Nadia memanggil. Membuat Dikta meliriknya dengan wajah yang masih tegang dan bingung.

"Setelah tau saya sakit dan kemungkinan saya hidup lama pun enggak ada, apa Bapak tetep mau nikah sama saya? Saya cuma gak mau bikin luka baru di hidup Nada nantinya kalau saya pergi ninggalin dia kayak mommynya."

Nadia benar-benar takut melukai hati mungil bocah itu.

Dikta menatap Nadia dengan tatapan yang sulit ditebak. Ia sangat frustasi dengan fakta dadakan itu.

"Bapak boleh kok batali—"

"Kamu bawel ya?" potong Dikta yang membuat Nadia membulatkan mata, kaget. Dia juga bingung dan meresponnya dengan "Hah?" spontan.

"Kamu bawel gak jelas, saya gak suka. Kamu istirahat saja. Nanti secepatnya saya jadwalkan operasi kamu. Kamu harus sembuh, saya gak akan batalin pernikahan kita."

Setelah mengatakan itu, Dikta menghampiri Nada. Mengangkat tubuh mungil itu dan keluar. Dikta mau bawa Nada pulang. Anaknya itu harus ia tidurkan di ranjang empuk bukan sofa rumah sakit.

Berbarengan dengan pintu kamar yang tertutup, Dikta dan Nada yang tak lagi terjangkau di matanya, Nadia menghela napas berat.

"Operasi juga percuma. Gak bisa ubah takdir gue buat gak mati muda."

*****

Next chapter on progress...

tinggalin apa? ya betul, tinggalin jejak ya guyss biar aku semangat updatenya wkwk

kalau ada kesalahan penulisan aku minta maaf soalnya gak aku revisi dan baca ulang hehe, males soalnya :')

Beloved StepmotherWhere stories live. Discover now