Sebelas

170 19 2
                                    

Dua hari berada di dalam ruang ICU karena kondisinya yang terus menurun, akhirnya hari ini Diaz diizinkan kembali ke ruang rawatnya. Dia langsung mengambil kotak berisi burung bangau kertas pemberian teman-temannya waktu itu dan mulai membaca satu per satu harapan mereka. Meski kembali menangis, ia tidak lagi histeris, hanya terharu. Bahkan dia tertawa saat menemukan harapan konyol milik teman-temannya. Dibantu Ibu yang melipat kembali bangau kertas yang sudah Diaz buka, akhirnya Diaz selesai membaca seluruh bangau kertas dari teman-temannya.

"Bu, nanti bangaunya digantung-gantung di atas, boleh?"

"Boleh, nanti Ibu minta tolong sama Ayah buat pasang di atas, ya? Sekarang kamu istirahat dulu, nanti sore mau kemo, 'kan?" Diaz mengangguk patuh. Karena ia berada di ruang ICU kemarin, ia harus menunda jadwal kemo yang sudah Dokter Aldo rencanakan. Menurut Dokter Aldo, kondisinya sekarang sangat baik dan sudah bisa menjalani kemoterapi lagi.

"Bu, Diaz pasti sembuh, 'kan? Pengobatan ini ada hasilnya, 'kan? Diaz pasti bisa kembali ke sekolah dan bermain sama teman-teman lagi, 'kan?"

Ibu tertegun mendengar pertanyaan Diaz. Ia tidak bisa menjanjikan apa pun untuk Diaz, terlebih saat dokter Aldo mengatakan tubuh Diaz mulai memberikan reaksi penolakan atas pengobatan yang dilakukan dan ingin mencoba metode pengobatan yang lain. Tangannya terulur membelai puncak kepala Diaz, membantu Diaz merebahkan diri di atas tempat tidur dan menarik selimut Diaz hingga sebatas dada.

"Diaz pasti sembuh, pokoknya harus nurut sama Dokter Aldo dan Dokter Nathalie, oke?" Diaz mengangguk sambil tersenyum lebar. Semangatnya kembali lagi. Dia yakin dia pasti sembuh dan bisa bermain lagi bersama teman-temannya, pasti!

Ibu menatap Diaz yang tengah tertidur pulas dengan sendu. Tanpa diperintah, air matanya mengalir menuruni pipinya, menetes di rok bermotif bunga yang ia kenakan. Perlahan tetesan itu semakin deras, senada dengan hujan yang kini menyamarkan suara tangisnya.

Jauh dalam hatinya, Ibu takut Diaz tidak akan selamat. Meski dia optimis Diaz akan sembuh, tapi selalu terbesit ketakutan bahwa Diaz tidak akan membuka matanya lagi saat tertidur seperti ini. tak jarang, Ibu meletakkan tangannya di dada Diaz hanya untuk merasakan jantung Diaz berdetak. Setiap kali dia harus meninggalkan Diaz untuk bekerja, dia selalu menggantungkan ponselnya di leher, takut sewaktu-waktu pihak rumah sakit menghubunginya.

"Diaz harus terus berjuang, ya? Ibu masih pengen sama Diaz," bisik Ibu lirih, nyaris tak terdengar. Itu pun di sela isakannya yang semakin keras. Bahkan Ibu harus menggunakan selimut Diaz untuk membekap mulutnya agar isakannya tak sampai didengar Diaz.

💊💉💊💉💊💉

Diaz pikir begitu ia memasuki ruang kemo, dia akan menemukan Rashi yang tengah tersenyum lebar padanya atau Kakek Rudy yang asik membaca koran di ujung ruangan, tapi dua orang itu tidak ada di sana. Tempat yang menjadi favorit mereka kosong. Tidak ada tanda-tanda jika mereka pernah di sini. padahal, Dokter Aldo bilang dia akan menjalani kemoterapi bersama mereka.

"Sus." Ia memegang lengan Suster Risha yang tengah mempersiapkan alat untuknya kemo. Suster Risha pun menghentikan kegiatannya, menatap Diaz dengan tatapan kebingungan sambil menunggu Diaz mengatakan apa yang ia ingin katakan.

"Kak As sama Kakek Rudy ke mana?" tanya Diaz lirih. Sejujurnya dia takut untuk bertanya, takut mendengar jawaban yang tidak mengenakkan. Namun, suster muda itu tersenyum padanya sambil menjawil dagunya.

"Kenapa? Khawatir, ya? Mereka udah selesai kemonya. Tadi dimajuin soalnya Kak Rashka mau ke luar kota, eh Kakek Rudy ikutan minta dimajuin." Diaz tanpa sadar menghela napas lega sambil menyandarkan tubuhnya. Bagus. Setidaknya, dia belum mendengar kabar duka dan itu bagus.

"Oiya, nih ada titipan dari Kak As. Katanya biar gak kesepian pas kemo." Suster Risha menyodorkan sebuah paperbag pada Diaz yang langsung diterima dengan antusias. Dari bentuk paperbag itu saja Diaz langsung bisa menebak apa yang ada di dalamnya.

Till Last Breath ✔Where stories live. Discover now