Canvas 1

4.1K 853 126
                                    

Jangan lupa tekan bintang dan tinggalkan love di kolom komentarnya yaa
❤️🧡💛💚💙💜🖤🤍🤎

🌸🌸🌸

Josephine Jatmiko, anak ketiga yang semua saudaranya perempuan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Josephine Jatmiko, anak ketiga yang semua saudaranya perempuan. Sudah terbayang bagaimana riwehnya keluarga Josephine. Banyak orang berpikir mempunyai suadara dengan jenis kelamin yang sama akan membuat masing-masing saling akrab. Namun, hal itu tidak berlaku untuk Josephine.

Jo—panggilan akrab Josephine—tidak dekat dengan siapapun di keluarganya. Dia sangat pendiam dan terkesan jaim serta sangat tomboy. Meski begitu, Jo mempunyai masa depan yang cerah sebagai pelukis abstrak. Diumurnya yang akan menginjak 26 tahun, Jo sudah berhasil menyabet beberapa gelar di dunia lukisan. Impian Jo saat ini hanya satu, mengadakan pameran tunggal untuk lukisan-lukisannya.

"Heh? Jangan aneh-aneh deh," komentar Ociska, teman satu-satunya Jo. Beberapa menit yang lalu Jo baru saja selesai menceritakan tentang acara ulang tahun Papinya tempo hari. Jo dengan gamblang ingin berpartisipasi, jelas Ocis tidak setuju.

"Aneh? Emangnya aneh kalau gue mau cari jodoh?" tanya Jo dengan wajahnya yang datar, tidak ada senyum atau pun raut lainnya di wajah cantik itu. Dingin, itulah kesan pertama semua orang atas sosok Jo.

Ocis melambaikan tangannya di depan wajah Jo. "Bukan soal itu. Tapi, lo tahu diri aja lah. Saingan lo itu siapa aja? Di antara semua anak perempuan Jatmiko, hanya lo doang yang aneh. Tomboy, nggak pernah pacarana, dingin sama cowok," kata Ocis membeberkan semua kekurangan Josephine. "Kelebihan lo ya cuma wajah cantik lo itu ... tapi saudara lo yang lain juga cantik-cantik," lanjut Ocis.

"Tapi ... gue nggak mau kalah sama saudara-saudara gue," ucap Josephine dengan sorot mata yang tegas.

Ocis menghela napasnya. "Up to you deh! Gue nggak akan mungkin bisa merubah pendirian lo," kata Ocis yang akhirnya menyerah. Dia seperti biasa hanya akan mengambil peran sebagai komentator, sarannya didengar namun tidak dipergunakan.

Jo tidak lagi meladeni Ocis. Dia meneruskan kegiatannya, mengolekan kuasnya dengan indah dan secara tidak beraturan di sebuah kanvas hitam. Karyanya ini akan menjadi salah satu karya yang dia pamerkan di pameran tunggalnya.

"Temanya apa?" tanya Ocis yang memperhatikan lukisan sahabatnya.

"Malam sepi yang indah," tutur Josephine.

"Pe-si-ko-pat emang lo! Judulnya nggak banget. Malam kalau sepi ya kagak indah," protes Ocis.

Josephine melihat ke arah Ocis, hanya tatapan datar biasa. Namun, berhasil membuat Ocis menelan ludahnya. "Berisik," ucap Josephine singkat dan jelas.

Ocis mengangkat kedua tangannya menyerah. "Gue balik deh!" seru Ocis akhirnya. Dia meninggalkan Josephine sendirian di studio pribadinya.

Tidak lama ditinggal sendirian, Josephine justru merasa penat. Dia tidak ada mood untuk meneruskan lukisannya. Josephine lebih memilih keluar dari studionya.

Warisan in Mission: JosephineWhere stories live. Discover now