⊳⊰ DUA ⊱⊲

Start from the beginning
                                    

Bumi lagi lagi lebih cepat.
Kali ini lelaki itu menarik nya duduk di atas ranjang.

"Ibu hamil bobo nya harus di tempat empuk. Jangan bandel, ya." Bumi berucap sembari mengambil satu bantal dan guling. Tanpa guling ia tak bisa tidur.

Fazura menggigit bibir bawah bagian dalam nya.
Ia datang datang malah merepotkan.

"Jangan, Bumi. Aku... Udah biasa tidur di sofa kok." Fazura berdiri dan mendekati Bumi yang tengah menata bantal.

Bumi menghela nafas kemudian menatap Fazura.

"Karena udah sering tidur di sofa, sekali kali tidur di ranjang empuk. Pasti nyaman, deh."

Fazura memainkan jarinya, gugup.

"Aku dateng cuma nyusahin doang. Kenapa gak biarin aku pergi, sih?" akhirnya ia menyuarakan rasa penasarannya.

Bumi berdiri menghampiri Fazura, membawa perempuan itu kembali duduk di pinggir ranjang.

"Lo gak bisa pergi kalo mata gue udah nangkep keberadaan lo." ungkapan jelas nan padat itu tak dapat Fazura mengerti.

"Sekarang tidur." Bumi membawa tubuh Fazura untuk tidur. Fazura kini menurut apalagi matanya menangkap rasa lelah dari mata Bumi. Ia merepotkan, ya?

Bumi tersenyum kecil setelah merebahkan tubuh Fazura. Selimut ia gelar menutupi tubuh rapuh Fazura hingga dada.
"Besok kita ngobrol banyak hal lagi. Selamat malam, Bumil."

Bumi menyalakan lampu tidur yang menyambung pada lampu kamar yang otomatis akan mati jika lampu tidur menyala.

Fazura menoleh menatap Bumi yang sudah bersiap untuk tidur.

Kenapa orang baik muncul saat aku sudah menyerah untuk hidup?

°•••°

Dengan rasa pusing yang awalnya mendera ketika membuka mata, Fazura akhirnya bisa mendudukkan diri.

Menatap kesekelilingnya yang remang remang, Fazura kini menundukkan kepalanya.

Ia tidak bermimpi.
Bentakan, usiran, tamparan semalam juga bukan mimpi.

Dan kini ia tengah merepotkan orang lain.

Tangan nya bergerak memegang pipi dan sudut bibirnya yang membuatnya mengernyit.
Bagaimana bisa darah kering hilang begitu saja?

Kepalanya menoleh kearah sofa yang terdapat tubuh besar Bumi yang tak dapat dicukupi oleh sofa karena kaki panjang lelaki itu.

Fazura mengigit bibir bawahnya ragu.
Bumi?

Jam di nakas ia lirik.

05:37.

Kini ia melihat kearah pintu.
Perintah untuk kabur kini selalu melintasi otak nya.

Ia harus menemukan kunci pintu itu.

Beranjak bangun dengan perlahan, Fazura menatap ke sekeliling. Sudut kamar, bawah meja, kolong ranjang, hingga matanya menangkap dua kunci di kaki sofa.

Fazura meneguk salivanya.
Ia harus bisa.

Kembali dengan langkah kecilnya, Fazura berjongkok mengambil kunci tersebut.

Namun matanya menangkap wajah tenang Bumi.
Wajah tampan itu.

"Makasih," bisik Fazura dengan suara yang sangat pelan.

Fazura berdiri dan melangkah mendekati pintu.
Memasang kuncinya dan memutarnya perlahan hingga berbunyi,

Klek.

Tangan nya meremas gagang pintu, kepalanya kembali menoleh kearah lelaki di sofa.

Sekali lagi, Fazura mengucapkan terimakasih didalam hati.

Dengan yakin, Fazura membuka pintu kamar tersebut dan pergi dari sana.

Kini ia dihadapi dengan isi rumah megah yang terang di beberapa sisi.

Kembali meneguk ludah, Fazura melangkahkan kaki dengan mantap menuruni anak tangga satu per satu dengan berusaha tak menimbulkan suara.

Hingga kaki nya sudah menginjak anak tangga terakhir, Fazura menghela nafas lega.

Kini tinggal keluar dari rumah besar ini.

Ayo, Fazura!

"Kamu siapa?"

🌍🌍🌍

Vote terbuka, terimakasih kesadarannya.

BUMI [Terbit]Where stories live. Discover now