"Apa yang sebenarnya terjadi." Gumamnya. Marvis benar-benar tak mengingat semua kejadian sebelumnya.

Perempuan itu hanya mengenakan baju tidur yang sangat tipis, sedangkan Marvis hanya menggunakan celana dalam dan celana pendek saja.

Masih berusaha berfikir keras "Aku tidak mungkin melakukannya." Dia menggeleng mengusir bayangan itu dari benaknya. Apa yang harus aku katakan pada Amala, ini semua diluar kendalinya.

Pria itu memungut pakaiannya yang berserakan di lantai dan dengan cepat memakainya.

"Kamu mau kemana ?"

"Apa yang kau lalukan padaku Vio."

Vio memasang wajah sedih. "Aku yang seharusnya bertanya seperti itu padamu Marvis. Kenapa kamu melakukan hal ini padaku jelas-jelas dikantor tadi kamu menolakku."

"Hentikan omong kosongmu itu! ! Aku tidak mungkin melakukannya, dan kamu menjebakku dasar wanita br*ngsek." Teriak Marvis yang seketika membuat Vio takut.

"Mau kemana, kamu harus tanggung jawab."

"Persetan dengan tanggung jawab, karena aku tidak melakukan apapun."

Marvis memutar badannya dan pergi dari ruangan itu. Sedang Vio masih terdiam dan tak mengejar Marvis.

"Liat saja, apa yang akan terjadi selanjutnya Marvis." Senyum wanita itu penuh kelicikan.

***

Amala terjaga saat pintu kamarnya terbuka, wanita itu langsung duduk dipinggir ranjang saat melihat sosok yang ditunggu masuk dari pintu itu.

Dan pria itu terlihat begitu kacau, terlihat jelas dari rambutnya yang berantakan, dasi yang sudah longgar dilehernya dan bau alkohol itu salah satunya.

"Marvis. .apa yang terjadi denganmu?"

Marvis mulai melepaskan dasi dan kancing kemejanya satu persatu. Melihat hal itu Amala langsung berdiri.

"Panas . ." Gumam suaminya.

Amala mendekati suaminya membantu pria itu mengganti pakaiannya. Setelah itu Amala membopong Marvis kearah ranjang.

"Suhu tubuhmu panas." Amala memegang dahi suaminya. "Tubuhmu juga berkeringat."

Amala dengan segara mengambil air hangat kedalam sebuah wadah dan kain bersih untuk mengelap tubuh suaminya.

Kenapa dia semabuk ini ? Pertanyaan itu muncul dari benaknya.

"Haus . .emm ." Gumam suaminya.

Amala mengambil gelas yang berisikan air putih di atas nakas, lalu menyangga kepala suaminya agar sedikit terangkat.

"Ini minumlah."

Terjaga semalaman Amala dengan penuh perhatian merawat suaminya. Bahkan saat kompres di dahi suaminya jatuh Amala dengan sigap membenarkannya lagi.

Amala memberikan paracetamol pada pria itu, mengingat suhu tubuh suaminya mencapai 39° Celcius, hanya obat itu yang ada dia punya sekarang.

"Dinginn. . ."

Dan sekarang pria itu mengeluh karena kedinginan, Amala berusaha tenang mencari satu buah selimut lagi untuk menyelimuti Marvis.

"Dingin. . sangat dingin."

Amala menautkan satu alisnya heran, padahal AC dikamarnya sudah dimatikan dan pria itu juga sudah memakai selimut hingga dua lapis tapi Marvis masih mengeluh dingin.

Tak ada cara lain lagi selain memeluk suaminya. Ia naik keatas ranjang dan menyingkap selimut itu, agar tubuhnya bisa terbaring persis di samping suaminya. Saat tangan dan kakinya mulai memeluk Marvis, suaminya mulai tenang dan terlelap.

***

Marvis menatapnya secara diam-diam, memperhatikan wajah Amala yang sedang tertidur di sampingnya. Marvis sangat beruntung ketika dia sadar betapa beruntungnya dia mendapatkan istri sehebat Amala. Tangannya bergerak menyentuh anak rambut yang menutupi mata istrinya.

Senyum wanita itu terbentuk saat merasakan ada sebuah tangan yang menyentuh rambutnya. Matanya ingin terbuka saat merasakan sentuhan yang membuatnya merasakan ketenangan.

"Emmz . . " Amala menggeliat, berusaha mencari kesadaran namun dia masih merasa sangat ngantuk. Setelah semalaman dibuat kerepotan oleh suaminya.

"Kamu sudah bangun." Wanita itu mengucek matanya, berusaha memulihkan pandangannya yang kabur.

"Ya." Jawab Marvis lalu mengecup wanitanya sekilas.

"Thank you."

"Terimakasih buat apa."

"Terimakasih karena telah merawatku semalaman. Aku sangat bersyukur mempunyai istri sebaik dan secantik kamu. Aku mencintaimu Mala."

Amala terkekeh. "Hihihi." Saat pria kaku itu mengatakan cinta padanya.

"Kenapa malah ketawa." Tanya Marvis.

"Lucu aja, nggak biasanya kamu ngomong cinta." Marvis memang jarang sekali mengatakan kalimat itu padanya tak seperti dirinya yang sering mengatakannya pada Marvis.

Marvis tersenyum, senyuman hangat yang mampu menusuk siapapun juga yang melihatnya. "Aku akan mengatakannya setiap hari jika itu yang kamu mau."

Amala menggeleng "Tidak, itu tidak perlu. Aku hanya butuh kesetiaanmu dan rasa cintamu saja. Tanpa kamu mengatakannya aku juga tau kalau kamu mencintaiku."

Ada rasa bersalah dalam diri Marvis, Dia ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi melihat senyum Amala yang merekah didepannya membuatnya tak ingin bercerita. Walaupun Marvis tau tak mungkin dia tidur dengan Vio tetap saja itu akan melukai hati istrinya.

Violetta apa yang sebenarnya kamu rencanakan padaku dan keluargaku. Batin Marvis.

Yee kayaknya Amala (Istri Kontrak Sang Ceo) bentar lagi tamat deh. Kalian pengennya sad ending atau happy ending nih ? Jangan lupa tekan bintangnya dan comment yaa.

AMALA Istri Kontrak Sang CEOWhere stories live. Discover now