Our Princess 07 :: Teman Masa Orientasi

6K 331 0
                                    

Masih pagi, tetapi matahari sudah bersinar begitu terangnya. Hanya ada beberapa awan putih yang sesekali melintasi langit kota yang biru. Seperti para manusia, hewan-hewan pun telah beranjak dari sarang masing-masing untuk mencari makanan. Kawanan burung yang baru saja melintas contohnya.

Di ruang makan sebuah rumah yang bertempat di kompleks perumahan kaum atas, sepasang ayah dan putri itu sedang sarapan bersama. Untuk hari ini Ayli lebih memilih untuk sarapan dengan roti berselai cokelat dan segelas susu dengan rasa yang sama.

Tubuh gadis itu telah terbalut seragam putih-abu khas sekolah menengah atas walaupun masih tersisa banyak waktu sebelum bel sekolah berbunyi. Ayli memang sengaja bangun lebih pagi karena hari ini adalah jadwal piketnya. Sebenarnya tanpa ada jadwal piket di setiap kelas pun pasti para petugas sekolah akan membersihkannya. Namun, tentunya sedari kecil mereka telah diajari mengenai kemanusiaan dan keadilan. Kelas itu bisa kotor karena diri mereka sendiri, jadi sebuah bentuk tanggung jawab bagi mereka untuk menyelesaikan apa yang telah mereka perbuat.

"Sarapan itu aja, Ay?"

"Iya, Pa."

Kali ini, entah karena apa, Sebastian membiarkan putrinya begitu saja. Padahal biasanya dia akan membujuk agar Ayli makan dalam jumlah yang lebih banyak, lebih dari sekadar roti yang diolesi selai coklat. Hal itu membuat si gadis mengernyit untuk sekilas.

Selesai sarapan, mereka langsung berangkat. Tentu Ayli tidak lupa membawa bekalnya. Tidak akan pernah lupa tepatnya. Itu karena sang papa pasti akan selalu mengingatkan atau bertanya. Jadi, hampir tidak mungkin gadis itu melupakan bekalnya. Selama ada sang papa, maka dia tidak akan lupa.

Begitu mobil tiba di depan sekolah, Ayli segera mencium punggung tangan sang papa. Sebelum keluar Sebastian menyempatkan untuk membubuhkan kecupan ringan di kening gadis itu.

"Kalau ada apa-apa langsung telpon Papa, Ay."

"Iya, Papa. Ayli sampe hafal omongan Papa itu."

Sebastian terkekeh kecil kemudian kembali melajukan mobilnya setelah memastikan Ayli benar-benar telah masuk dalam lingkungan sekolah.

Ayli melangkah dengan santai. Sesekali menyapa beberapa siswa lain yang dikenalinya. Ketika akan memasuki lobi, terdengar seseorang yang memanggil namanya. Menoleh, dia mendapati Javiar bersama salah satu teman laki-laki itu, Raga.

Kedua laki-laki itu mempercepat langkah mereka untuk menghampiri Ayli. Padahal si gadis masih diam di tempatnya dan menunggu mereka dengan tenang. Tiba di depan gadis itu, Javiar langsung merangkulnya dan membubuhkan kecupan di puncak kepala Ayli.

"Morning, Baby A," ucap Javiar dengan suara yang lembut.

"Ayli bukan bayi lagi." Gadis itu membalas dengan kesal. Padahal sudah dikatakan berulang kali, pun memangnya laki-laki itu tidak bisa melihat kalau Ayli adalah seorang remaja yang sebentar lagi berusia enam belas tahun? Panggilan itu membuat Ayli merasa begitu ... lemah.

"Tasnya berat gak? Sini gue bawain."

Lihat! Raga ikut-ikutan. Dia sudah akan mengambil alih tas Ayli, tetapi gadis itu lebih cepat menghindar. Ayli tidak suka kalau mendapatkan perlakuan seperti itu. Tasnya hari ini hanya membawa satu buku paket yang tidak terlalu tebal, pun hanya ada buku catatan dan tugas untuk masing-masing tiga pelajaran hari ini.

Sudah terlalu malas menghadapi kedua laki-laki itu, Ayli memilih untuk segera beranjak dari sana. Memasuki lobi, Ayli menyapa guru yang piket hari itu. Lalu, dia berbelok ke arah Gedung Sains. Dari sana lebih cepat untuk menuju Gedung Budaya di mana kelasnya berada. Javiar dan Raga yang mengikuti langkah Ayli di belakang tidak dihiraukan oleh gadis itu.

[✓] Our PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang