Bagian 31

204 25 5
                                    

Dengan mengayuh pedal kuat-kuat, Dafan menyusul Hanin yang makin tak tergapai. Usaha kerasnya berhasil didapatkan ketika sudah di belokan terakhir menuju komplek rumah mereka.

Dafan mengimbangi Hanin di sebelahnya. Gadis itu tetap cuek mengayuh sepedanya tanpa terpengaruh oleh kedatangan Dafan di sebelahnya.

"Heh! Kalo ngajak balapan tuh jangan curang dong!" ucap Dafan sebal.

Hanin menghentikan sepedanya tepat di depan rumahnya. Melotot kesal pada cowok tersebut.

Siapa juga yang mengajaknya balapan?! Dasar cowok nggak peka! rutuk Hanin dalam hati.

Hanin menarik standar sepedanya ke bawah. Meninggalkannya sejenak di tepi jalan. Bermaksud membuka gerbang rumahnya.

"Ehhh! Udah nih gini doang?" Dafan bertanya pada Hanin yang tak mengacuhkannya.

Bahkan Hanin sudah membawa masuk sepedanya ke dalam pekarangan rumahnya.

"Heh! Lo tuh kenapa sih? Bubur tadi ada racunnya, atau lo lagi PMS?" Dafan frustrasi dengan sikap Hanin yang berubah aneh sejak kedatangan–

"Ah! Lo cemburu sama Lena?!" tembak Dafan dengan suara lantang.

Hanin yang hendak berniat masuk dalam rumah, menghentikan langkahnya. Berbalik ke arah cowok itu. Memberinya pelototan tajam seraya berkata tegas. "Nggak!"

Dafan terkekeh di tempatnya. Menggoda Hanin dari jarak cukup jauh.

Hanin masih terus memelototi cowok itu, hingga seseorang muncul dari pintu di seberang sana. Dengan cepat Hanin menundukkan kepala seraya tersenyum tipis pada wanita tersebut.

Dafan yang posisinya membelakangi rumahnya sendiri, masih gencar menggoda Hanin. Bahkan ketika gadis tersebut mulai tersenyum-senyum sendiri.

Hingga panggilan seseorang membuat tawa Dafan lesap seketika.

"Dafan! Anter Mama ke tempat Namira!" kata Mama Dafan mengeraskan suaranya.

Hanin tak salah melihat ekspresi Dafan saat ini. Otot leher hingga rahangnya yang mengeras. Cengkeraman jemarinya pada setang sepeda yang terlihat sangat keras. Bahkan urat-urat pergelangan tangannya pun dapat terlihat dari tempat Hanin berdiri saat ini.

Setelah mengembuskan napas keras, Dafan menuntun sepedanya memasuki pekarangan rumahnya sendiri. Tanpa pamitan pada Hanin. Pun tanpa membalas ucapan Mamanya tadi. Masuk begitu saja. Melewati Mamanya tanpa memandangnya.

Hanin makin bertanya-tanya. Ada apa dengan cowok itu? Hanin tidak mengenal keluarga Dafan secara pribadi. Mengobrol dengan orang tua Dafan sama sekali tak pernah ia lakukan. Hanya sesekali menyapa atau mengangguk ketika mereka bertatap muka.

Namun, dilihat dari interaksi keduanya yang singkat tadi, Hanin dapat menebak bahwa hubungan ibu dan anak itu sedang tidak baik-baik saja.

Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa Lena yang semalam dan tadi bertemu dengan Dafan? Siapa juga Namira yang disebut oleh Mama Dafan barusan? Mengapa suasana hati Dafan seketika berubah hanya karena ucapan Mamanya tadi?

Terlalu banyak pertanyaan yang bercokol dalam otak Hanin. Yang dapat gadis itu lakukan hanya masuk rumah. Berusaha mengusir segala pertanyaan itu dari otaknya. Terlalu penuh dan membingungkan!

****

Entah mengapa, ponsel yang selama ini selalu mengisi waktu senggang Hanin, terasa membosankan untuk ia sentuh. Padahal, jika melihat daftar film yang ia catat, masih banyak yang belum ia tonton. Pun dengan lagu-lagu favoritnya yang hampir setiap saat mengalun. Hanin sedang tidak tertarik dengan itu semua.

Yang sedang Hanin lakukan selepas Magrib ini hanyalah duduk di sofa ruang tengah. Handphone-nya sengaja ia letakkan di nakas kamar. Membiarkan TV dalam keadaan menyala. Menampilkan program berita gosip yang sama sekali tak disimak dengan baik oleh Hanin.

Meski matanya tertuju lurus ke layar TV 12 inci tersebut, tetapi sebetulnya pikirannya sedang berkelana. Kejadian tadi pagi masih berputar dalam kepalanya.

"Hanin."

Panggilan yang terdengar biasa tersebut, nyatanya mampu membuat Hanin berjengit di tempat. Bahkan ekspresi terkejutnya sama sekali tak sempat ia sembunyikan.

"Mama?!" seru Hanin melihat Mamanya tersenyum jahil di sampingnya.

"Lagi mikirin apa hayo?" goda Mama sembari mencolek ujung hidung anaknya.

"Enggak mikirin apa-apa, kok," elak Hanin menghindari tatapan mata Mamanya.

"Ada Dafan di depan tuh. Dari tadi ada tamu bukannya dibukain, malah ngelamun di sini."

"Hah? Ngapain Kak Dafan ke sini?"

Hena hanya angkat bahu. Sekali lagi menyuruh anaknya untuk menemui Dafan.

Hingga saat ini pun, Hanin masih heran, mantra apa yang Dafan berikan ke Hena, hingga seolah-olah dua orang itu cukup terlihat dekat.

Hanin yang sebenarnya enggan menemui Dafan, akhirnya mau. Demi menuruti Mama tersayangnya.

Pintu depan sudah terbuka lebar. Dafan duduk di bangku teras ketika Hanin keluar.

"Ada apa, Kak?"

"Mau ngobrol aja sama lo. Nggak boleh?"

"Gue ngantuk!"

"Heleh. Boong banget. Mama lo tadi bilang lo udah tidur sampe ashar."

Hanin memutar bola matanya. Menyesali ucapan Mamanya yang tak diketahui olehnya.

Dafan menyuruh Hanin duduk di seberangnya. Hanin berjalan lesu melewati Dafan.

"Kenapa sih?" tanya Dafan heran.

"Nggak papa...."

"Plis deh! Salah gue di mana? Lo cemburu sama Lena?" tebak Dafan lagi.

Amarah Hanin seolah mendadak terkumpul. Hendak meledak ke permukaan.

"Nggak ada urusannya sama gue. Terserah lo mau ada hubungan sama Lena atau Namira. Gue nggak peduli!" ujar Hanin tajam dengan emosi tertahan.

Kini justru Dafan yang menegang di tempat. Rahangnya mengeras. Hanin sendiri seolah serba salah. Merasa ucapannya tadi sudah kelewatan pada Dafan.

"Lo nggak boleh berpikiran negatif ke Namira!" balas Dafan kali ini dengan nada dingin dan menusuk. Tatapan matanya tepat menghujam manik Hanin.

Hanin makin tak terima. Ia bangkit dari duduknya. "Iya! Karena Namira itu pacar lo, kan?!"

Jumat, 4 Maret 2022

❤️❤️❤️❤️

Waduhhh! Bukan cuma Rusia-Ukraina yang perang. Tapi Hanin-Dafan juga! Parahhh!

Pada Orang yang Sama (TAMAT)Where stories live. Discover now