3. Salah Paham

808 129 1
                                    

Ketika Ningning menatap padanya Jay telah sadar, tapi dia mengabaikannya terlebih ada gadis lain yang mendatanginya serta mengajaknya mengobrol.

Walaupun Jay mengabaikan perasaan gadis yang menginginkannya, tetapi dia menanggapi teguran gadis yang mau berbicara dengannya baginya ini bukan sesuatu yang berlebihan.

Namun dia yang sopan berbicara dengan mereka menemukan tatapan kesal dan jengkel dari Ningning kepadanya. Dia jelas marah padanya, tapi apa salahnya? Dia segera menyadari kemarahan ini muncul sesaat dia berbicara dengan gadis lain.

Mengira Ningning cemburu padanya timbul pikiran bahwa gadis ini menyukainya juga, mengetahui ini didepannya membuat pandangan tentangnya menurun.

Selagi Ningning sudah tak memandangnya dia juga sudah memasuki lapangan bola dan bermain bersama temannya.

Ketika bola itu meluncur keluar dari lapangan dia sedang meminum air putih, tak butuh waktu lama setelah dia kembali ke dalam lapangan bertepatan sebuah bola menyambutnya dengan hantaman di punggungnya.

Dia penasaran siapa yang berani dengan keras melempar bola kepadanya seolah mempunyai dendam terselubung. Dia bertanya dan melihat pelaku utamanya ialah sosok yang beberapa menit lalu menatapnya tidak suka kala berbicara dengan gadis lain.

Dia lagi, apakah ini cara merayunya dengan kekerasan? Caranya sangat menyegarkan hingga kaki Jay tanpa sadar tertuju kepadanya.

“Apanya yang berhasil?”

Dengan menyamakan tingginya dia berkata pelan.

“Memikat gue.”

Dengar kalimatnya Ningning tertegun dan kurang percaya dengan apa yang didengarnya.
Bagaimana bisa dia yang tidak sengaja menendang bola kepadanya disebut sedang memikatnya? Dia bukan gadis yang cenderung menggunakan kekerasan demi mengambil perhatian lawan jenisnya.

“Lu salah paham,” ucap Ningning malas.

Melihatnya tampilannya yang enggan seolah tak menganggap serius ucapannya Jay tertarik lagi dan merasa gadis didepannya tak biasa.

“Iya kah? Tadi mata lu keliatan gak suka pas gue lagi ngobrol dengan cewek lain. Gue tau tadi lu lagi liat gue.”

Apa-apaan ini? Jadi secara tidak langsung Jay mengucapkan dia cemburu seperti ucapan temannya sebelumnya. Tak boleh dibiarkan dia harus menjelaskannya.

“Gue ulang sekali lagi lu salah paham. Pertama soal bola itu murni gak sengaja dan tentang gue liat lu itu sepenuhnya gak bener! Lagian gue sebenernya liat pohon dibelakang lu. Lu mungkin ganteng tapi pohon dibelakang lu lebih menarik. Jangan kepedean.”

Kalimatnya bukan hanya mengejutkan Jay, tetapi juga kedua temannya yang tidak jauh dari mereka tertawa mendengarnya.

Ini pertama kalinya ada gadis yang begitu berani mengatakan sebuah pohon lebih menarik dari seorang Jay, seakan-akan temannya tak ada nilainya.

“Hahaha, lebih menarik dari pohon.”

“Artinya mukanya gak jauh beda dengan rumput liar.”

Jay berbalik mengutuk kedua temannya lewat tatapannya.

Saat seorang gadis melihatnya dalam pandangannya ada rasa sayang, cinta, kekaguman, penghargaan, dan hasrat ingin memiliki tetapi di mata Ningning yang terbesit sekedar keheranan dan kejengkelan semata.

Dari sini tersirat bahwa gadis ini tak hanya tidak menyukainya, tapi juga agak membencinya.

Dia yang terkadang sebatas merasakan rasa bosan terhadap gadis lain sekarang menjumpai perasaan geram pada Ningning.

“Gitu ya?” tanya Jay menatap tajam pada Ningning.

“Iya,” balas Ningning santai.

“Berarti ada yang salah dengan mata lu, dan kayaknya lu perlu ke dokter mata.”

Sekarang giliran Juhyeon yang terbahak-bahak dengar ejekan Jay terhadap sahabatnya. Reaksi Liz malah berbeda dengan nada khawatir dia bertanya.

“Ningning apa mata lu bermasalah? Apa lu rabun? Kita mending ke dokter keburu nanti lu buta.”

“Diam lu!” tegur Ningning marah.

Sudut mulut Jay naik dan dia berkata lagi.

“Lu harus tanggung jawab,” serunya.

“Tanggung jawab apa?”

“Ini,” tunjuk Jay pada punggungnya.

Dia hampir lupa soal punggungnya lantaran pemuda ini dari tadi memancing emosinya.

“Apa punggung lu sakit? Perlu ke UKS, atau mau gue ke telpon kan pihak rumah sakit? Biar ambulan datang,” tanya Ningning tersenyum sedih pura-pura khawatir.

Segera kemarahan Jay tampak akan naik kembali. Selain lebih memukau dari pohon dia juga beranggapan bahwa dirinya lemah, benar-benar mata gadis didepannya pasti bermasalah.

“Gak, tapi pakaian gue kotor.”

“Oh, lu mau gue cuci?”

Dia teringat informasi yang tidak berfaedah dibagikan oleh temannya bahwa Jay tak suka orang lain menyentuh barang pribadinya, dengan keyakinan itu dia berkata demikian seolah berniat tapi senyatanya ucapannya sekadar basa-basi.

“Ok.”

“Apa!”

"Jangan lupa cuci yang bersih."

Apa informasi yang dibagikan temannya salah?

              
                       
                          📷

Hari ini sepertinya Ningning ditakdirkan untuk marah. Bagaimana tidak, dia sudah jengkel berkat omong kosong Jay yang berpikir dia cemburu padanya plus tentang bajunya yang harus dicucinya.

Lebih buruknya lagi asisten rumah tangga dirumahnya sedang pulang kampung, jadi Ningning sekarang berada di laundry cucian.

Ningning keluar dari tempat ini lantaran merasa lapar. Seolah kebetulan di depan laundry itu ada sebuah restoran Cina yang tampak klasik dan berpenampilan otentik.

Restoran semacam ini sebenarnya lebih diminati oleh orang tua, karena tampilannya yang kuno dan tua tetapi Ningning yang kelaparan tak peduli tentang ini.

Dia masuk dan terkejut sebab di dalamnya kebanyakan gadis sebayanya, sepertinya tempat ini populer di semua kalangan.

Ningning membuka daftar makanan. Dia agak penasaran apa yang membuat tempat ini disukai oleh gadis-gadis seumurannya, sampai sosok yang tidak diduga datang ke arahnya.

“Mau pesan apa?”

“Sunghoon?”




09/03/22

Polaroid love up..

Jangan lupa tekan bintang.

Pengen buat bagian Ningning & Sunghoon agak panjang tapi di chapter selanjutnya aja.

polaroid love 📷Where stories live. Discover now