10 - Struggle

73 38 0
                                    

Pantang menyerah itu bagus jika diterapkan dalam segi yang positif.

***

Clarissa melirik ke seluruh penjuru arah saat tiba di parkiran sekolah. Setelah insiden kemarin, ia memilih tidur saja dan mematikan ponsel. Ia butuh waktu untuk menjauh dari Arimbawa. Itu adalah keputusannya. Namun sial. Baru saja melangkah sekitar lima langkah, ia dikejutkan oleh panggilan yang sangat ia kenal. Dengan menghirup udara sebanyak-banyaknya, ia pun membalikkan badan dan menyengir santai ke sumber suara.

"Maaf ya Kak, kemarin aku malah ketiduran jadi gak balas pesan." Katanya mencoba santai.

Arimbawa tersenyum tipis dan berekspresi tenang seperti biasanya. Memang terlihat tampan namun untuk kali ini malah membuat Clarissa menjadi takut, ia yakin bahwa dibalik senyuman itu ada sesuatu yang terselubung.

"Kakak mau bayar pulsanya ya? Seratus dua ribu rupiah ya Kak. Kalau bisa pakai uang pas hehe." Ujar gadis itu tidak tahu malu. Padahal itu nomornya sendiri tapi malah meminta Arimbawa untuk tetap membayarnya. Tentu saja Clarissa menagih Arimbawa, ia tidak ingin rugi.

Arimbawa mengeluarkan uang berwarna merah dan warna kuning lalu menyodorkannya pada Clarissa, "Kembaliannya gak perlu. Ambil aja. Bonus dari saya."

Clarissa mengerjap-ngerjap lalu kemudian mengangguk dan memasukkan uang tersebut ke kantung saku bajunya, "Makasi ya Kak. Aku ke kelas dulu ya Kak. Bye."

Gadis itu berbalik badan lalu berjalan cepat meninggalkan Arimbawa.

"Kamu menghindari saya?" Tanya seseorang di belakang gadis itu.

Clarissa terkejut lalu spontan menghentikan langkah, "Kakak ngikutin aku? Kok gak kedengeran suara sepatunya? Pakai sepatu apa Kak? Wah pasti mahal banget ya sampai gak nimbul bunyi gitu." Ujarnya mengalihkan topik.

"Kamu mau balas dendam sama saya?"

Clarissa gelagapan, "Kak Arim kok jalan ke koridor kelas sebelas? Ada perlu ya Kak? Ya udah aku pergi ya Kak."

Arimbawa diam-diam menggeram lalu mencoba menarik napas, "Iya saya ada perlu. Sama kamu." Tekannya.

Clarissa yang hendak berjalan pun kini berhenti, "Aduh Kak maaf ya, aku ada urusan sama Elang pagi ini. Nantian aja ya Kak kalau mau ngomong sama aku."

"Jadi Elang orangnya? Bukan Manuaji?"

Clarissa menatap Arimbawa dengan heran. Ada apa dengan seniornya itu? Tanpa memperdulikan ucapan sang senior, ia tersenyum kaku lalu melambai kecil pada Arimbawa, sebagai kamuflase bahwa ia sedang mode normal seorang Clarissa.

Saat memastikan Arimbawa tidak mengikutinya lagi, Clarissa berhenti lalu menunduk sembari memegang dada sebelah kirinya yang berdetak tidak jelas.

"Gila, serem banget ternyata Kak Arim. Gue harus jauhin dia kalau gue mau hidup dengan aman." Tekad gadis itu lalu mengatur napasnya dan melangkah ke kelas.

***

Kelas 12 MPA 1 di jam pertama kali ini sangat berisik, bahkan ada yang menghidupkan sound dan berjoget tidak jelas di depan kelas. Arimbawa tersenyum tipis melihat kelakuan teman-temannya saat sang ketua kelas mengatakan bahwa guru yang mengajar hari ini tidak bisa pergi ke sekolah karena ikut seminar di luar. Tentu saja free class adalah surga bagi anak sekolah.

Arimbawa mengeluarkan Macbook-nya dari tas lalu beranjak dari kursi depan ke kursi paling belakang. Laki-laki itu memang memilih duduk paling depan bagian pojok sebelah kanan, katanya agar bisa fokus belajar sekaligus bersandar santai pada tembok. Sesampainya di kursi belakang yang cukup sepi, ia menghidupkan Macbook-nya. Setelah memastikan tidak ada yang mengganggunya, tangannya dengan ahli mengotak-atik Macbook-nya untuk mencari-cari informasi mengenai gadis yang telah berhasil memenuhi pikirannya. Jangan pernah ragukan kemampuan Arimbawa. Ia sedari kecil sudah berada di lingkup IT, jadi ia memang menggemari dunia itu dan bisa disebut ia bisa menjadi seorang hacker yang handal jika ia berminat. Namun sayang, kemampuan IT-nya akan ia gunakan disaat-saat tertentu, contohnya saja seperti sekarang ini.

BEHIND THE SELLERWhere stories live. Discover now