3 - Playing Flag Game

121 98 23
                                    

Ketakutan itu dilawan bukan dibiarkan.

***

Semua peserta game bendera malam ini berkumpul di lapangan luas setelah api unggun dinyalakan. Ketua Panitia Acara sedang memberikan arahan dan beberapa menit selanjutnya panitia lainnya mengecek peserta agar tidak melakukan kecurangan seperti membawa ponsel atau senter berlebihan. Kemudian kepanitiaan juga memberikan selembar kertas pada masing-masing grup peserta.

"Waktu yang diberikan adalah tiga jam, itu sudah termasuk dalam waktu diskusi. Seluruh lampu JBS akan dimatikan saat permainan akan dimulai. Saya harap kalian saling kompak dan bekerja sama dengan baik karena permainan ini tidak semudah yang kalian kira. Mengenai aturan-aturan lainnya, kami sudah pernah membahasnya bersama saat di ruang OSIS dan diharapkan sang ketua memberikan arahan dengan baik." Ujar Ketua Panitia. Ia kemudian melirik jam tangannya dan memberikan aba-aba dalam hitungan tiga detik seluruh peserta dapat melakukan misinya, "Baiklah, selamat berjuang!" Seru Ketua Panitia yang diikuti sorakan oleh beberapa siswa-siswi di sekitaran lapangan.

Kini semua mulai berpencar dan lampu sekolah juga benar-benar mati sehingga keadaan JBS sangat gelap. Elang mengajak keempat anggota timnya untuk berdiskusi terlebih dahulu di sebuah koridor, entah dimana jelasnya karena Elang asal menarik tangan-tangan sahabatnya.

"Lo semua jangan mencar, saling berpegangan kayak gini. Oke?" Instruksi Elang sambil menghidupkan senter yang dipegangnya agar bisa melihat sahabat-sahabatnya, "Cla, lo coba baca di kertasnya, tempat mana yang perlu kita susuri duluan." Suruhnya pada Clarissa lalu menyenterkan kertas tersebut agar bisa dibaca.

"Perpustakaan, kantin, UKS, lab komputer, dan terakhir lapangan basket. Well ini syukur sih kita gak disuruh nyusurin lapangan terlalu banyak karena kan gedung olahraga cukup luas." Ujar Clarissa.

"Iya syukur banget. Tapi tetep aja Cla, cluenya nyebelin deh." Ujar Indira.

"Iya, gue ngerti. Contohnya kayak perpustakaan. Kita punya dua perpustakaan. Satu di lantai tiga dan satu di lantai satu. Kantin juga ada empat. Kantin kelas sepuluh, sebelas, dua belas, dan kantin umum. Emang rese nih clue." Gerutu Clarissa.

"Dalam waktu tiga jam, kita yakin bisa?" Tanya Sonia.

"Udah terlanjur ikut jadi ayo berusaha sebisa mungkin." Ujar Elang memberikan semangat, "Lagian gak harus semua kan di dapat. Kalian juga perlu pahami maksud bendera yang kita cari."

"Gue setuju. Kalau bisa cek dulu beberapa bendera, cari perbedaannya, setelah itu baru kita bisa analisis lebih lanjut, oke?" Ujar Clarissa yang diberi anggukan oleh sahabat-sahabatnya meskipun Clarissa tidak melihatnya.

"Oya kayaknya ada yang diem aja dari tadi? Mana nih si toa?" Tanya Indira menoleh kanan-kiri karena suasana benar-benar gelap.

Rebecca diam-diam menahan tangisnya, "Gue.. takut.." Cicitnya lirih.

Keempat sahabatnya mendengus sebal.

"Lo tuh gimana sih Bec? Kan lo yang paling semangat!" Seru Elang kesal.

Rebecca diam saja dan semakin mengeratkan pegangannya pada lengan Sonia. Clarissa kemudian mengambil alih senter Indira dan kemudian memberikannya pada Rebecca.

"Lo yang pegang senter ini. Lo tuh pendek, jadi jangan berkeliaran nanti susah dicari, ngerti?" Ujar Clarissa pada Rebecca, "Udah gak usah takut. Gak ada apa-apa. Tetep pegangan aja dan jangan terlalu berisik."

Rebecca mengangguk dan kemudian membawa senter tersebut dengan gemetar. Ia menghidupkan senternya dan menyoroti wajah Clarissa yang terlihat menyeramkan karena hanya wajahnya saja yang terlihat.

BEHIND THE SELLERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang