24. Tenderly (Extra)

856 43 55
                                    

Selamat membaca. Semoga bab terakhir ini bisa jadi penutup yang menyenangkan.

-:-:-

Brenda berjalan gontai ke dalam rumah selepas menutup kembali daun pintu kayu jati. Mentari sudah menyingsing tinggi di luar sana. Kala itu, ia baru saja pulang dari dinas malam yang melelahkan. Langkah sang dokter bedah semakin dibuat gegas selepas telinganya sayup-sayup mendengar suara musik dari ruang keluarga. Ketika tiba di sana, "Fly Me to The Moon" dari album It Might as Well Be Swing, tengah mengalun mesra dari perangkat pemutar vinyl records di sudut ruang.

Album Frank Sinatra yang satu itu memang salah satu favorit Adrian dan dirinya. Dan lucunya, Brenda tahu betul itu adalah vinyl records yang dulu pernah dihadiahkan Gelora ketika hari pernikahannya—lebih tepatnya hadiah yang kedua. Brenda pun masih ingat, ketika ia dan Adrian tiba di rumah selepas pesta keluarga, vinyl records itu sudah mendarat di rumahnya dalam sebuah flower box cantik.

Pandangan Brenda memindai ke sekeliling ruangan. Belum didapati tanda-tanda Adrian ada di sana. Namun kemudian, Brenda dibuat tak kuasa menahan senyum ketika netranya mendapati sebuah buket bunga mawar yang cukup besar tersimpan di atas meja.

"Gimana? Kamu suka?"

Suara tenang seorang pria sontak membuat Brenda yang tadi sedang khusyuk memandangi mawar-mawar cantik itu, jadi bergidik kaget. Ia pun memutar pandangan pada pintu kamar utama yang telah membuka. Adrian—suaminya yang masih mengenakan baju rumahan santai—tampak sudah bertengger di sebelah kosen pintu.

"Makasih, ya, Ian. Ini cantik banget," ungkap Brenda diiringi senyum. Ia sejenak menghirup aroma harum yang menguar dari kuntum-kuntum merah dadu yang memesona itu.

Adrian sekilas mengangguk tipis seraya mendekat. "Happy anniversary," bisiknya di sebelah telinga Brenda.

Lengan sang lelaki berparas orientalis dengan halus melingkar pada pinggang sang istri, merengkuhnya dalam dekapan dari balik punggung mungil itu. Adrian perlahan menunduk, menempelkan dagunya di bahu Brenda.

"Happy anniversary," balas Brenda juga. Senyum semringah lalu terpulas di bibir merah mudanya. Ia lega ternyata Adrian tidak melupakan hari jadi mereka

Tiga tahun sudah. Bagi Brenda, masa yang telah dilaluinya bersama Adrian dalam biduk rumah tangga, masihlah terasa seperti seumur jagung. Tiga tahun, ada hari-hari penuh bumbu pertengkaran dan juga tawa yang telah mereka cicip bersama. Tiga tahun, seperti masih terasa hanya sebatas permulaan untuk sebuah perayaan cinta yang mereka harapkan masih akan terus berlangsung hingga akhir hayat nanti.

"Terima kasih untuk tiga tahun ini, Brenda," ungkap Adrian tenang. "Aku minta maaf kalau sering berantem sama kamu, sering buat salah sama kamu."

Brenda hanya mengangguk singkat seraya di dalam hatinya juga sudah mengungkapkan hal yang sama.

Adrian dengan lembut kemudian memutar pundak Brenda, membuat tubuh sintal yang masih berbalut medical scrub itu dengan pasrah menghadap dirinya. Brenda sontak memejam pelan ketika jemari lelaki itu lalu mulai menjelajah lekuk rahangnya, menyelipkan anak-anak rambut yang menggantung itu ke belakang telinga mungilnya.

Kala itu, sinaran mentari yang menembus kisi-kisi jendela di ruang tengah, jatuh sebagai titik-titik halus yang menjamah separuh wajah Brenda, membuat Adrian kian melihat jelas paras jelita itu. Brenda akhirnya membuka lagi kelopak matanya selepas jemari sang suami terhenti di pundaknya. Dalam diam mereka berpandang, sejenak bicara tentang cinta lewat tatap.

Belum puas sampai di sana, Adrian dengan cepat membuat degup jantung Brenda segera meninggi ketika ia dengan lembut sudah mendaratkan satu kecupannya pada lekuk leher jenjang Brenda.

Tenderly (FIN)Where stories live. Discover now