Chapter 19 : Punishment

441 28 4
                                    

Author's pov :

Tiap langkah kaki yang anak laki-laki itu ambil terlihat ragu dan berat mengingat ia harus membawa tubuhnya ke dalam ruang kepala sekolah.

Sesekali Abhim menghela napasnya, kepalanya terus berputar membuat skenario terbaik yang dapat ia buat. Singkatnya Abhim akan berbohong jika kepala sekolah menanyakan banyak hal padanya khusunya alasan mengapa dan untuk apa ia pergi ke bar.

Sementara Ezrha berjalan mengikuti jejak Abhim dari belakang, tanpa suara.

Sama halnya dengan Abhim, Ezrha yang dari awal sudah mengetahui kenapa Abhim di panggil terus saja membuat hatinya menjadi resah.

Namun tiba-tiba Abhim berhenti, langkahnya terhenti di tengah koridor sepi tak jauh dari Ezrha berdiri. Lelaki yang mengikutinya juga ikut berhenti menatap tanpa kata.

"Lo tau Aidan dimana?"

Sontak pertanyaan singkat Abhim membuat hati Ezrha mencelos tidak suka.

"Sialan lo Dan"

"Gue gak tau Bhim." Singkatnya.

Abhim terdiam kembali tenggelam dalam pikiran, sejujurnya ia tidak mau terseret masalah ini sendirian, siapa yang membuatnya kesana? Aidan, siapa juga yang membuat dirinya di lecehkan? Aidan, dan siapa juga yang membuatnya berada dalam posisi sulit ini? Aidan.

Dari awal memang sudah Aidan yang membuat hidup Abhim rumit.

Ezrha tidak mengerti, ia tidak mengerti apa yang di pikirkan oleh Abhim saat ini, laki-laki manis itu lebih banyak diam di depannya.

"Gue... boleh minta tolong?"

Ezrha tertegun lalu menjawab "apapun bakal gue lakuin buat lo."

Abhim diam sejenak, sedikit demi sedikit menghapus jarak antara dirinya dan Ezrha.

"Zrha, gue tau kenapa gue di panggil, dan gue tau kalo lo udah liat foto yang kesebar tapi gue berani sumpah kalo gue nggak ngapa-ngapain di sana, gue murni di jebak, gue minta tolong sama lo.. tolong percaya sama gue."

Suara Abhim terdengar sangat putus asa dan hal itu sama sekali tidak membuat Ezrha suka.

Ezrha meremas kedua pundak Abhim, memberinya dukungan lewat seutas senyum, hal itu cukup berhasil membuat Abhim sedikit tenang. Setidaknya ada satu orang berada di pihaknya sekarang.

"Bakal gue hajar si brengsek Aidan!"

***

"Duduk."

Baritone suara dari kepala sekolah membuat Abhim sedikit tidak nyaman. Namun, entah kenapa setiap kali melihat wajah kepala sekolah membuat Abhim merasa deja vu.

"Sepertinya saya tidak perlu bertanya kenapa kamu saya panggil untuk menghadap." Jelas sang kepala sekolah dengan perawakan setengah abad. Tubuhnya masih bugar wajahnya terlihat muda namun beberapa kerutan di sudut serta bawah mata pria itu membuat kesan tegas dan lelah.

"Iya pak, saya tahu." Abhim membuka suara setelah beberapa saat yang lalu terdiam layaknya batu.

Ah, ngomong-ngomong Ezrha ada di belakang Abhim, berdiri tak seberapa jauh, kehadirannya membuat Abhim sedikit lega. Ezrha selalu membelanya bukan?

"Kenapa kamu kesana?" Akhirnya pria itu bertanya.

Sejenak Abhim membeku, kalimat itu sudah siap ia keluarkan namun dirinya harus mempersiapkan diri kalau-kalau kepala sekolah tidak percaya terhadap apa yang dirinya ucapkan.

"Saya tidak ada alasan apapun untuk pergi kesana, Pak."

"Foto yang sudah tersebar hingga tertempel di mading sudah menjelaskan alasan kamu kesana Abhim."

Ezrha yang mendengar kalimat dari pria itu langsung berkerut dahi, orang sinting mana yang berani menempel foto itu di mading? Mengapa dirinya tidak tahu?

"Apa pak?! Mading?" Tidak heran Abhim terkejut, dirinya sama sekali tidak menyangka kalau orang itu bertindak sejauh ini.

"Pura-pura kaget? Kamu itu sebenarnya bangga kan? Kamu merasa berbuat hal yang salah itu seolah kamu memenangkan sebuah lomba."

Omong kosong apa itu?

"Maaf pak, saya tidak pernah merasa hal itu sebuah kebanggaan." Sekali lagi Abhim tertunduk dalam.

"Sekarang saya ingin kamu bersikap kooperatif jika tidak ingin masalah ini semakin panjang, untuk apa kamu kesana? Berpesta? Minum? Atau melakukan seks?"

Kali ini Abhim tak dapat menyembunyikan kemarahannya, ia di tuduh yang tidak-tidak dirinya bahkan tidak di beri kesempatan untuk menjelaskan dari awal.

"Maaf pak, apa sebaiknya bapak jangan asal menuduh? Kenapa tidak minta penjelasan dulu?"

Kepala sekolah menatap tajam Ezrha yang tanpa di beri izin menyela dialog dirinya dan Abhim.

"Apa bapak menyuruhmu untuk bicara? Kalau tidak keluar sana!"

Ezrha tak gentar, ia lalu melangkah maju penuh keberanian.

"Saya ketua osis, dan dia salah satu teman saya. Saya tau bagaimana Abhim di sekolah, saya sangat yakin kalau Abhim di jebak."

Entah Abhim berhak merasa lega, senang atau takut yang jelas kini dirinya hanya berharap tidak ada sanksi berat yang menimpanya.

"Kamu membelanya karena dia teman kamu, tapi saya selaku kepala sekolah tidak bisa menerima alasan itu mentah-mentah, bagaimana pun juga dia telah bersalah karena mencoreng nama baik sekolah."

"Tapi saat itu Abhim tidak memakai atribut sekolah, Pak!" Suara Ezrha kian meninggi di hadapan kepala sekolah yang masih menjaga wibawanya.

"Lalu? Dia tetap siswa sekolah ini bukan? Dia masih mencari ilmu disini, seharusnya kamu tahu Abhim. Sebagai siswa kewajiban mu bukan hanya belajar tapi juga menjaga sikap dan menjaga nama yang kamu bawa, dalam kasus ini kamu membawa nama sekolah dalam masalah besar." Kepala sekolah menghela napasnya panjang.

"Pak! Dari awal Abhim udah bilang kalau dia di jebak!" Sahut Ezrha masih tidak terima kalau Abhim disalahkan atas semua yang terjadi.

"Abhim bilang di jebak? Bukannya kamu yang kekeh mengatakan kalau semua ini hanya jebakan? Dia tidak mengatakan apapun dari tadi." Skak mat, Ezrha terdiam seketika.

Kini Abhim benar-benar bingung dan marah, isi kepalanya pun seketika kosong.

"Lagipula kalau memang di jebak, memangnya sebodoh apa kamu sampai mau di suruh untuk masuk ke bar itu? Pasti ada alasan kuat yang membuat kamu masuk tanpa rasa terpaksa seperti yang saya lihat di foto ini."

Abhim masih terpaku, lidahnya kelu. Rasanya ingin membawa nama Aidan di sidang ini tapi seluruh sensor dan saraf tubuhnya seakan menolak.

"Maaf pak, saya... mengaku salah."

"Abhim!" Ezrha tidak terima melihat Abhim menyerah begitu saja.

Kepala sekolah tampak puas dengan pernyataan Abhim.

"Baiklah, berhubung kamu mengaku, maka sidang ini saya hentikan dan kamu dapat kembali ke kelas."

Abhim memberanikan menatap kepala sekolah lamat-lamat. Itu saja? Lega rasanya.

Baru hendak Abhim berdiri dari duduknya, sorot matanya melihat pergerakan tangan kepala sekolah pada kertas bertuliskan "surat peringatan"

"Kamu di maafkan Abhim, tapi hukuman harus di laksanakan, saya akan mempertimbangkan hukuman mu kepada badan kedisplinan dan organisasi orang tua. Untuk sementara kamu boleh bersekolah hari ini, keputusan akan saya berikan nanti sore setelah jam sekolah selesai."

Saat itu juga Abhim membeku, kakinya mati rasa.

Ezrha kini menempatkan dirinya di samping Abhim yang tengah berdiri tegap.

"Jangan bilang bapak—!"

Tbc
Huaa maaf baru update, lupa banget aku ada story ini 😭 kirain udah aku tamatin wkwkw 😅

Steal My Boy [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang