Chapter 2 : Di Suatu Pagi yang Mendung

983 98 19
                                    

Kisah ini dimulai pada suatu pagi yang mendung dan tidak cerah.

Seiring gelapnya langit dan berangsurnya rintik hujan turun saat itu juga mood gue hancur secara perlahan.

Padahal jarak sekolah dari rumah gue itu nggak terlalu jauh dan bisa gue tempuh dengan hanya beberapa menit kalau jalan kaki. Tapi sialnya gue harus berteduh di depan ruko abu-abu sekarang.

Gue nggak bawa payung ataupun jas hujan.

Lagian cowo mana yang bakal nyediain itu semua.

Di kamus hidup cowo itu tidak ada pribahasa sedia payung sebelum hujan. Tidak ada.

Jadi ya terpaksa gue dan beberapa murid lain berteduh di depan ruko yang entah siapa pemiliknya, pokoknya kita numpang teduh sebentar tunggu sampe hujannya reda.

Gue ngelirik jam tangan gue.

Sepuluh menit lagi bel masuk bunyi.

Sebenarnya sekolah selalu ngasih keringanan buat muridnya yang telat karena kehujanan, cuma gue nggak nyaman aja sama situasi kaya gini.

Gue benci hujan.

Gue nggak suka bunyinya, berisik.

Gue nggak suka baunya, nggak cocok di hidung gue.

Gue nggak suka suasananya.

Apapun tentang hujan gue nggak suka.

Tanpa sedar gue berdecak. Sambil melipat tangan di dada, gue menyenderkan punggung gue ke ruko.

Gue ngeliat satu persatu murid yang neduh bareng gue mulai menerobos hujan yang jelas-jelas masih deras banget. Mereka nggak perduli mau baju dan tas mereka basah atau tidak, mereka masih bisa senyum dan ketawa.

Kalau gue mah boro-boro.

Nekat terobos besoknya langsung demam.

Kadang gue kesel juga sama tubuh gue sendiri.

Gue akuin stamina gue emang nggak terlalu kuat. Bahkan buat lari satu putaran lapangan aja gue udah ngos-ngosan, Teman-teman gue semuanya juga pada tau kalau gue sering sakit-sakitan.

Tapi itu semua nggak ngebikin badan gue keliatan nggak sehat, bisa di bilang tubuh gue cukup atletis, gue punya abs, lumayan berisi dan gue tinggi.

175 cm itu tinggi bukan sih? Kalo kata Bunda sih udah cukup tinggi buat ukuran cowo.

Tapi kampretnya, Toby Januar Zoran selalu manggil gue cebol mentang-mentang tinggi dia 188 cm. Kan anak ngen-

Btw dia abang gue, sebenarnya gue males anggap dia abang, gue mau ngakuin dia abang waktu Toby lagi dalam mood baik terus ngasih gue duit aja. Selebihnya dia sama kaya abang kampret di luaran sana.

Oh iya, nggak kerasa udah satu bulan gue masuk ke SMA Garuda. Gue cukup nyaman sama penghuninya.Nggak ada yang aneh-aneh.

Paling banter manusia paling aneh yang pernah gue temui tuh si duo kancil, Ian dan Eros.

Mereka udah kaya amplop dan perangko. Kaga pernah pisah.

Kadang gue curiga apa mereka pasangan homo.

Gue juga pernah nanya terang-terangan di depan mereka berdua dan alhasil kepala gue di toyor sama Rissa.

Katanya pertanyaan gue itu aneh.

Ian dan Eros itu udah terkenal dari dulu, dan mereka di panggil duo kancil juga bukan karena tanpa alasan. Gue sih nggak tau pasti kenapa, yang jelas menurut penjelasan yang gue ambil dari Rissa. Ian dan Eros itu dua cowo yang nggak pernah takut sama peraturan sekolah, satu-satunya murid yang selalu berhasil lolos kalau ada razia seragam, hp, tas, dan rambut.

Steal My Boy [BxB]Where stories live. Discover now