51. Penyesalan Terdalam

Start from the beginning
                                    

"Kamu boleh buka kotak itu," ujar Mama dengan suara serak.

Rea yang penasaran pun membuka kotak tersebut secara perlahan-lahan. Dia mengerutkan keningnya ketika melihat banyak obat-obatan di dalamnya dan terlihat agak berdebu.

"Obat apa ini, Mah? Apa ini obat-obatan milik Ara dulu?" Rea sangat penasaran.

Mama tidak menjawab, dia malah diam saja. Jika memang obat milik Ara dulu, kenapa justru diberikan ke dia? Apa maksudnya semua ini? Rea benar-benar tidak paham.

"Kamu mau tahu kan kenapa kamu tidak mendapatkan bunga tulip putih tiga hari ini?" tanya Mama dengan lembut, mungkin amarah Mama terhadapnya sudah agak reda.

Rea hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia ikut berdiri dan keluar dari kamar ini. Sebenarnya Rea juga penasaran, kemana perginya Kelvin. Namun, perasaanya juga mendadak tidak enak. Entah mengapa, Rea juga tidak paham.

Mereka kini berada di perjalanan kembali. Rea juga hanya diam sembari terus memandangi kotak yang berada di tangannya kini. Mengingat Kelvin, rasanya dia ingin segera bertemu dengan pria itu dan meminta maaf sebesar-besarnya.

"Penyesalan memang berada di akhir. Tapi apa kamu sadar, semua rasa sakit yang kamu rasakan sekarang itu karena keegoisan kamu sendiri? Kamu yang mendoktrin pikiran kamu untuk terus marah pada Kelvin," ujar Mama memecahkan kesunyian yah terjadi.

"Iya, aku ngaku salah, Mah. Aku egois selama ini dan keras kepala. Aku benar-benar menyesal sekarang." Rea menunduk, satu tetes air mata jatuh dari pelupuk matanya.

Apa yang harus dia lakukan untuk meminta maaf kepada suaminya nanti? Apakah Kelvin mau memaafkan dirinya yang salah ini? Kesalahan yang dia perbuat bukan main-main, karena telah mengabaikan suaminya dan hendak meminta pisah dengan suaminya. Untung saja perpisahan mereka belum benar-benar dilaksakan, jika sudah, entah bagaimana hancurnya perasaan Rea.

"Mah, ki–kita kenapa ke rumah sakit?" tanya Rea bingung saat mereka berhenti di parkiran rumah sakit.

Perasaan Rea semakin campur aduk, apalagi dengan kotak obat yang berada di tangannya kini. Mama tidak menjawab, dia hanya turun dari mobil dengan wajah datar. Mama terus berjalan, membuatnya mau tidak mau harus mengikuti kemana Mama berjalan.

"Mah, jawab aku, kenapa kita ke rumah sakit?" Rea kembali melontarkan pertanyaan, berharap Mama mau menjawab.

"Kamu akan tahu sendiri." Hanya itu yang keluar dari mulut Mama, membuatnya semakin di landa ketakutan besar.

Dari kejauhan, Rea kini melihat Papa berada di depan sebuah kamar rawat inap. Langkah Rea kini memelan, pikirannya kemana-mana. Tidak mungkin kan Kelvin di rawat di rumah sakit? Kelvin pasti baik-baik saja dan sekarang sedang berada di rumah. Lalu sekarang, mereka hanya akan mampir sebentar untuk menjenguk teman Mama dan Papa bukan?

"Rea, ayo," ajak Mama ketika Rea menghentikan langkahnya.

Rea mengangguk pelan dan berjalan kembali secara perlahan-lahan. Setiap langkahnya, entah mengapa terasa sangat berat. Jantungnya pun berdebar-debar sangat kuat, tangannya mengenggam erat kotak obat itu.

Kini dirinya sudah berada di depan sebuah pintu ruang rawat inap. Rea berhenti, hanya diam di depan pintu dan tidak masuk ke dalamnya.

"Masuklah, temani suamimu, dia menggumamkan namamu sejak tadi," ujar Papa.

Tubuh Rea langsung menegang saat mendengarnya. Dengan cepat dia membuka pintu ruangan itu. Betapa terkejutnya dia ketika melihat sang suami terbaring tak berdaya dengan alat-alat rumah sakit yang menempel di tubuhnya. Wajah suaminya bahkan sagat pucat.

"Ma-mas Ke–kelvin," ujar Rea terbata dengan tetesan air mata.

Langkah demi langkah Rea lalui, terasa sangat berat. Hatinya sangat sakit ketika melihat suaminya terbaring tak berdaya seperti ini. Rasa penyesalannya semakin besar.

My Boss Is My Secret Husband [END]Where stories live. Discover now