36. Tuduhan Menyakitkan

46.4K 2.9K 250
                                    

Sinar matahari menembus melewati jendela kamar Rea, membuat perempuan itu mau tidak mau terpaksa harus bangun. Rea menatap jam yang sudah menunjukan pukul 6 pagi. Dia harus bersiap-siap berangkat bekerja, walaupun sebenarnya dia sangat malas.

Hari kelima tanpa Kelvin, dengan sikap pria itu semalam yang sangat aneh. Entah salah dia apa, kenapa semalam Kelvin malah yang marah kepadanya.

"Huh, gak ada balasan sama sekali," gumam Rea saat dia melihat ponselnya.

Padahal dalam hati kecilnya, Rea berharap ada pesan masuk dari Kelvin untuknya. Ya, setidaknya sebagai rasa maaf atas perlakuan Kelvin tadi malam. Tetapi nyatanya tidak ada sampai sekarang, membuat Rea jadi semakin lesu.

"Mas Kelvin sebenarnya kenapa, sih," gumam Rea sembari masuk ke dalam kamar mandi untuk bersiap-siap bekerja.

Sekarang, Rea pun sudah siap dan sedang turun ke lantai bawah. Untuk sarapan pagi sebelum berangkat kerja. Ada Bi Lastri yang sedang menyiapkan makanan di meja makan untuknya.

"Selamat pagi, Mbak Rea," sapa Bi Lastri ramah.

"Pagi." Rea membalasnya dengan malas, dia pun langsung mendudukan dirinya di kursi yang tersedia.

Seperti hari-hari sebelumnya, Rea akan sarapan sendirian di meja makan ini. Sepi dan sunyi yang dia rasakan kali ini.

"Bi Lastri," panggil Rea ketika perempuan paruh baya itu hendak hengkang dari hadapannya.

"Bagaimana, Mbak?" Bi Lastri mengembalikan badannya dan menatap ke arah dia.

"Makan bareng sama saya, ya. Saya bosen makan sendiri terus." Wajah Rea penuh harap.

Bi Lastri tersenyum tipis ke arahnya, lalu ikut mendudukkan dirinya menghadap ke Rea.

"Bibi temani Mbak Rea makan saja, ya. Soalnya tadi bibi sudah makan duluan."

Rea menghela napas, kecewa yang dia rasakan. Apa bedanya juga, dia sekarang tetap makan sendirian. Tidak mungkin kan dia meminta Bi Lastri untuk makan lagi bukan.

"Nanti malam Bibi makan malamnya sama saya, ya. Terus selama Mas Kelvin belum pulang pokoknya Bibi gak boleh makan duluan. Harus makan bareng sama saya terus. Saya gak mau makan sendirian kayak gini, saya kesepian, Bi," adu Rea dengan wajah memelas.

"Iya, Mbak, maafin bibi ya karena tidak menemani Mbak Rea."

Rea hanya mengangguk tipis, dia juga tidak mau terus menyalahkan Bi Lastri. Karena nyatanya Bi Lastri juga tidak bersalah.

Rea pun akhirnya makan sendiri, walaupun dia memang ditemani oleh Bi Lastri di meja makan. Tetapi pikirannya kini dipenuhi oleh suaminya, seperti sedang apa dia sekarang, sudah makan atau belum, sudah mandi atau belum dan sebagainya.

"Sepertinya Mbak Rea gak semangat hari ini. Lagi ada masalah sama Mas Kelvin atau lagi kangen sama Mas Kelvin?"

"Uhuk uhuk!" Rea tersedak ketika mendengar Bi Minah mengatakan kangen.

Ya tentu, dia sangat merindukan suaminya. Pagi ini saja dia tidak mendapatkan sapaan selamat pagi. Belum melihat wajah suaminya selama 5 hari pula. Rasanya benar-benar sangat menyiksanya.

"Saya gak papa kok, Bi." Rea memamerkan senyum palsunya.

"Sudah, Mbak Rea gak usah bohong sama bibi. Bibi mah juga pernah muda, jadi tahu bagaimana jika orang sedang merindukan. Mbak Rea yang sabar ya, bentar lagi Mas Kelvin pasti pulang."

Rea menggenggam erat sendok yang dia pegang. Mendengar perkataan Bi Lastri membuatnya jadi semakin sedih. Mata Rea memanas seketika, apalagi mengingat kejadian tadi malam.

My Boss Is My Secret Husband [END]Where stories live. Discover now