ATWE#1

350 63 70
                                    

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Aku membawa cerita baru, semoga cerita ini banyak yang baca dan tidak membosankan, aamiin.

 Aku membawa cerita baru, semoga cerita ini banyak yang baca dan tidak membosankan, aamiin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Humaira Candia adalah namaku, nama yang memiliki makna bersinar putih kemerahan.

"Nak, kamu mau kan menerima perjodohan ini?" Tanya abiku, Ibrahim.

"Iya Abi, jika itu yang terbaik in sya allah Humaira akan menerimanya."

"Setelah kamu menjadi istrinya, tolong kamu bimbing dia, dia masih remaja labil yang belum berpikir dewasa," ucap umi, Annisa.

"Baik umi, Humaira mengerti."

"Maafkan kami ya, gara-gara kami kamu harus menikah tanpa didasari rasa cinta."

Keduanya memasang wajah sendu, hingga membuatku tidak tega. "Tidak apa-apa, jika begitu Humaira pamit pergi ke kampus ya."

"Fii amanilah¹."

Aku menyalami tangan umi dan abi lalu aku pergi ke kampus menggunakan taksi online. Setelah sampai di kampus, aku membayar taksi tersebut dan turun berjalan di lorong Universitas.

Perkataan umi dan abi membuatku berpikir. Aku akan dijodohkan dengan laki-laki yang lebih muda 3 tahun dariku, aku bisa menerimanya tapi apakah dia juga bisa menerima ku?

"Ngelamun aja kamu."

Suara itu membuatku terkejut, kutolehkan kepalaku ke samping dan ternyata wajah sahabatkulah yang kudapati.

"Wa'alaikumussalam," ucapku, sedikit menyindirnya.

"Haha iya lupa, shalom." Cengiran ia tunjukkan.

Dia sahabatku dari awal aku masuk ke Universitas ini, namanya Evodia, agama dia Kristen katolik, ia blasteran Jawa-Gyeonggi.

"Kebiasaan kamu," kataku jengkel.

Singkat cerita, kuliah pun selesai, aku sudah sampai rumah, di depan rumah banyak mobil-mobil asing yang terparkir.

"Assalamu'alaikum." Aku masuk ke dalam rumah, di ruang tamu ada beberapa orang yang mungkin saja itu tamu abi.

Aku mendekat, menyalami tangan abi dan umi, dan menyatukan tangan sebagai tanda hormat ku pada para tamu.

"Wa'alaikumussalam, kamu sudah pulang?" Tanya umi ku, terdengar seperti basa basi.

"Wa'alaikumussalam, kamu bersihkan dirimu dulu lalu kesini lagi," perintah abi.

"Na'am²." aku beranjak menuju kamar ku.

Selesai dengan semuanya, aku kembali ke ruang tamu. Aku baru sadar, bahwa ada laki-laki muda yang duduk di pojok sofa.

"Humaira, sini Nak," panggil umi, dengan menepuk-nepuk sofa kosong di sebelahnya.

Aku duduk di samping umi. Sedikit bingung akan situasi dan apa yang terjadi.

"Kenalkan, yang ini tante Hanafa, ini om Baswara, dan yang itu Nak Garda," jelas abi, menunjuk orang-orang itu satu persatu.

"Oh ini yang namanya Humaira? Cantik ya, anggun lagi," kata seorang wanita paruh baya yang duduk di samping laki-laki tadi.

"Syukron³, tante." Aku menunduk, malu karena pujian itu.

"Jadi langsung saja, kedatangan kami ke mari untuk menjodohkan anak saya dengan kamu," kata pria paruh baya itu.

Aku syok, kaget akan apa yang diucapkan om Baswara tadi. Aku tau bahwa aku akan dijodohkan, tapi aku tak menyangka jika secepat ini.

"I ... iya om," ujar ku, tergagap. Sekilas ku lirik laki-laki yang masih sibuk dengan smartphone-nya itu.

"Aaa aduh aw sakit," teriak laki-laki itu tiba-tiba, entah apa yang terjadi dengannya.

"Apasih ma?" Tanya nya dengan suara tinggi.

"Kamu jangan malu-maluin mama, sana kenalan," ucap tante hanafa, pelan tapi masih bisa didengar.

"Ogah!" Dan laki-laki itu sibuk kembali dengan smartphone-nya.

"Gardanta!" Desis om Baswara.

"Kenalin, gue Gardanta Binara, anaknya mama Hanafa dan papa Baswara. Udah kan?" Ujar laki-laki itu yang ternyata bernama lengkap Gardanta Binara.

"Oh iya, perkenalkan saya Humaira Candia." Ujarku yang tak di gubris oleh Gardanta.

"Kami ingin kalian menikah minggu depan," kata umi.

Aku lagi-lagi kaget tapi aku hanya bisa menurut. "Humaira setuju saja jika kalian telah memberi restu."

"Bagaimana Nak? Apakah kamu setuju?" Tanya abi pada Gardanta.

Gardanta langsung berdiri dari duduknya. "Apa? gue gak mau nikah sama cewek tua kayak dia, wajahnya aja ditutupin tuh, pasti buat nyembunyiin wajah jeleknya yang berkeriput. Lagian gue juga udah punya pacar."

"Astagfirullah Gardanta. Itu namanya niqob, lalu pacaran itu dosa, seharusnya kamu sudah tau itu," ujar tante Hanafa dan menarik tangan Gardanta agar duduk kembali.

"Gini ya mamanya Garda yang cantik, Garda itu udah hak paten milik Amartha seorang, jadi Garda nggak mau nikah sama orang kek dia, apalah kata dunia nanti jika itu terjadi," kata Gardanta mendramatisir.

Wajahnya sangat tampan, aku suka melihat wajah memelasnya.

"Kamu mau menerima atau mama coret kamu dari KK, lalu kamu tidak akan mendapat harta sedikitpun," ancam tante Hanafa.

"Fuck! Yaudah iya mau, tapi jangan di coret dari KK."

"Ya sudah, berarti minggu depan acara pernikahan kalian dilaksanakan. Kami akan mengurus semuanya." Itu adalah keputusan akhir yang telah ditentukan, dan seminggu lagi aku akan menikah dengan seseorang yang belum ku cintai dan lebih parahnya orang itu lebih muda dari diriku.

Alzawjat Tasheur Waka'anaha Eabda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang