"Hei .... Kok ngelamun?"

"Eh. Enggak kok, Kak."

"Aku tahu kok apa yang lagi kamu pikirin sekarang. Masalah orang tua kita kan?"

Hanin mengangguk pelan. Tatapannya menyendu.

"Yang punya masalah orang tua kita. Hubungan kita kan baik-baik aja, Nin. Jadi, jangan terlalu diambil pusing ya untuk sekarang."

Lagi-lagi Hanin hanya dapat menganggukkan kepala. Ucapan Azam tadi, sedikit mampu menenangkan hati Hanin.

"Oh iya, tadi kebetulan Kak Azam kok pulang?"

"Kayaknya Tuhan ngasih firasat di waktu yang tepat. Coba aja HP aku nggak ketinggalan, udah pasti aku nggak akan curi waktu untuk pulang ke rumah. Ternyata, ada kamu di rumah. Kebetulan yang menyenangkan, Nin."

Bahaya! Jantung Hanin makin menggila. Ia mati-matian memasang tampang biasa saja, supaya Azam tidak menangkap basah kegilaannya. Beberapa kali pula ia menggigit bibirnya sendiri, menahan senyum bahagia yang sedang menerpa dirinya.

Setelahnya, sisa perjalanan diisi dengan pertanyaan-pertanyaan biasa. Yang sayangnya, terasa sangat luar biasa bagi diri Hanin.

***

Dafan betulan memegang ucapannya. Cowok itu menunggu di depan gerbang rumah kos. Dengan segera Dafan menghampiri sisi kiri pintu, begitu mobil berhenti.

"Pelan-pelan, Nin."

Dafan membantu Hanin keluar dari mobil. Azam seolah tak mau kalah, keluar dan mengitari mobil.

"Makasih, ya, kalian. Maaf, karena kecerobohan gue, jadi ngerepotin kalian."

Azam dan Dafan merespon singkat.

"Ehm, Kak Azam, besok Hanin harus pulang."

"Pulang? Secepet itu? Kita kan belum keliling kota."

"Udah. Sama gue," timpal Dafan ketus.

"Ehm, Kak Dafan, boleh nggak kalo kita mundurin hari lagi?" Hanin menawar selembut mungkin.

Namun, Dafan dengan tegas langsung menolaknya. Ia tidak suka apabila alasan Hanin bertahan lebih lama di Semarang adalah karena Azam. Apalagi, setelah insiden kecelakaan kecil barusan. Dafan tak akan membiarkan bahaya lainnya menimpa Hanin.

"Nggak. Kita pulang besok. Atau gue laporin kejadian tadi ke Mama lo!" ancam Dafan tegas.

Pasrah. Hanin tak dapat berbuat apa pun lagi. Kini ditatapnya Azam, yang tengah menatap lembut juga ke arahnya.

"Sini ponsel kamu. Mulai sekarang, kita nggak boleh lost contact lagi."

Hanin menyerahkan ponselnya pada Azam. Membiarkan cowok itu memasukkan sendiri nomor HP-nya.

"Besok hati-hati, ya, pulangnya. Kalo gitu, Kakak pulang dulu," pamit Azam pada Hanin. Sama sekali tak berbasa-basi pada Dafan.

Setelah kepergian Azam, Hanin menatap Dafan yang tengah menghadap ke jalan di depan.

"Lo nggak balik, Kak?"

"Lo ngusir gue?" tanya Dafan ketus.

"Gue cuma nanya."

"Ayo gue anter lo masuk dulu."

"Lo nggak lihat tulisan itu?"

Hanin menunjuk sebuah MMT yang dipasang depan pagar. Bertuliskan:

Kos Putri.
Tamu dilarang masuk.

"Darurat, Nin. Ntar biar gue bilang ke Mami Kos."

"Ehhh! Ada apa ini bawa-bawa nama Mami?"

Panjang umur! Pemilik kos datang dari rumah sebelah. Rumah yang dikontrak Mami untuk tempat tinggalnya.

"Dafan izin anter Hanin naik ya, Mi? Kasian dia habis kecelakaan."

Mami Kos mendekati Hanin. Dipelototinya luka di tubuh Hanin yang tertutup perban.

"Ya Allah, Cah Ayuuuu! Kok bisa, tho? Wahhh! Pasti gara-gara kamu kan, Dafan?!" kata Mami Kos heboh.

"Ehhh! Kenapa jadi Dafan yang disalahin. Dia sendiri yang nyebrang nggak lihat kanan-kiri!" Dafan menunjukkan ketidaksukaan lantaran disalahkan dalam insiden tadi.

"Ehm, maaf, Mi. Hanin pamit masuk dulu, ya?" pamit Hanin yang pusing mendengar perdebatan Mami Kos dengan Dafan.

"Kalau gitu, Mami aja yang bantu kamu naik ke atas. Kamu Dafan, bisa pulang sekarang."

Jumat, 11 Februari 2022

❤️❤️❤️❤️


Wadaw! Sepertinya perang akan dimulai, Saudara-saudara!

Jangan sampai ketinggalan duel antara Dafan dengan Azam. Xixi!

Kira-kira siapa yang bisa memenangkan hati Hanin?

Pada Orang yang Sama (TAMAT)Where stories live. Discover now