Part 24

663 139 8
                                    

"Sudah, jangan menangis lagi." Vincent mengusap-usap kepala Jovanka, sesekali mengecupnya. Akan tetapi, perempuan itu masih tergugu dan semakin mengeratkan pelukan. Entah apa yang mengganggu pikirannya. Ia berpikir, ucapannya barusan biasa-biasa saja, hanya mengeluarkan uneg-uneg dalam hati. Namun, tak ia sangka jika ternyata justru membuat perempuan itu sedih.

"Aku tidak bermaksud membuatmu sedih, Jo." Vincent merasa sangat bersalah.

Jovanka pun mengangguk. Ia terisak-isak, untuk bersuara saja rasanya sangat alot dan tertahan di tenggorokan. Vincent benar-benar memporak porandakan hatinya sekarang. Mampu membawa pikirannya tertarik ke beberapa tahun lalu. Di mana saat dirinya sedang dirawat di rumah sakit, awal pertama merasakan gerakan Violetta di dalam kandungan, dan yang ia harapkan adalah kedatangan lelaki itu. Namun, justru Brian yang menggantikan, yang mengusap-usap perutnya untuk pertama kali. Lalu, setelah mendengar alasan Vincent yang berulang kali sama dan begitu meyakinkan, benar-benar membuat hatinya meluluh, kacau, dan sangat sedih. Ia bisa merasakan bagaimana rasa bersalahnya lelaki itu, bagaimana rasa keinginannya yang ingin menemani dirinya sewaktu masih hamil.

'Apa aku terlalu egois kepada Vincent, Tuhan? Apa aku harus memaafkannya, walaupun aku telah dikecewakan? Tapi, jujur dari hati yang terdalam, aku masih sangat mencintainya. Sampai detik ini aku masih mencintainya.' Jovanka hanya bisa berucap dalam hati. Tangisnya bahkan tak henti-henti. Kemudian, ia menunduk saat Vincent mengurai pelukan, dengan kedua tangan menangkup wajahnya.

"Kita sama-sama tersakiti oleh takdir,  Jo. Aku yang mengalami kecelakaan sampai tak bisa kembali untuk menemani hari-hari sulitmu dulu. Tuhan memang setega itu dengan kita, ya, ketika memberi ujian hidup. Tidak kasihan dengan batin kita yang tersiksa." Vincent terkekeh miris. "Tapi, ternyata Tuhan juga masih sangat baik dengan kita, karena telah mempertemukan kita kembali," lanjutnya lagi.

Jovanka tidak menjawab dan masih menunduk, tetapi ia mendengarkan dengan jelas ucapan lelaki itu.

"Aku berharap kamu mau memberiku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku masih sama seperti dulu, masih sangat mencintaimu, Jo. Dan seperti yang kamu harapkan dari bunga violet, aku ingin menjadi salah satunya untukmu. Menjadi orang yang setia menemanimu sampai kapan pun, dan menjadi seorang lelaki yang mencintaimu sepenuh hati. Tolong, beri aku kesempatan, Sayang," ucap Vincent penuh harap.

Sementara Jovanka menggeleng. "Aku belum tahu. Aku belum bisa memutuskan, sedangkan dirimu masih memiliki tunangan."

"Aku sudah memutuskan dia. Bertunangan dengan memanfaatkan kondisiku yang sedang tidak baik-baik saja, sama saja bohong, 'kan? Aku bahkan tidak dekat dengan dia sebelumnya, kalau dia tidak mengaku-ngaku sebagai kekasihku."

"Tapi, semua keluargamu sudah merestui hubungan kalian. Bahkan, Mama kamu juga tidak menyukaiku, Vincent. Apa kata keluarga kamu nanti, kalau kamu masih denganku dan menikahiku. Mereka pasti akan malu. Apalagi dengan setatusku yang sekarang, memiliki anak sebelum nikah."

"Dan itu anakku jika kamu ingat, Jo. Darah dagingku."

Jovanka mengangkat kepala, menatap manik mata lelaki itu dalam-dalam. "Aku tidak ingin penderitaanku akan menurun ke Vio. Cukup aku saja yang mengalami ini, Vincent. Jika kami masuk ke keluargamu, akan banyak orang yang memandang Vio buruk. Mereka sudah pasti akan menaburkan cela ke anak kita."

"Aku akan melindungi kalian." Vincent membalas cepat.

"Tidak semudah itu."

OBVIOUSLY PAIN Where stories live. Discover now