Chapter 14: Come Together

Start from the beginning
                                    

Ketika Jelitha memasukkan kejantananku ke dalam mulutnya, aku menatap kepalanya yang bergerak maju mundur dengan hati kebas. Tidak ada rasa apa-apa.

Aku malah teringat ketika Shania memanjakanku di dalam mulutnya.

Shania dengan sikapnya yang malu-malu, tapi rasa ingin tahunya begitu besar. Shania yang awalnya masih ragu, tapi akhirnya menyerah dengan rasa ingin tahu itu. Aku sempat bengong ketika Shania berlutut di depanku dan tangannya bergerak membuka ritsleting celanaku. Shania memegang kejantananku dengan malu-malu, menunduk dalam-dalam ketika kejantananku mencuat dengan sempurna di hadapannya.

Tidak butuh waktu lama bagi Shania untuk menguasaiku. Aku menyerah dengan mudah di tangannya.

Aku menggeram, ketika bayangan kepala Shania yang bergerak maju mundur dengan kejantananku yang berada di dalam mulutnya, memenuhi benakku. Ukurannya yang tergolong besar tidak sepenuhnya muat di dalam mulut kecilnya, sehingga Shania menggunakan kedua tangannya dan menggenggamku erat. Perpaduan permainan tangan dan mulutnya yang memanjakanku membuatku seperti binatang liar yang kesetanan.

Sekarang, ketika merasakan kejantananku mulai berkedut, aku tahu bukan Jelitha penyebabnya. Aku bereaksi karena bayangan Shania.

Bukan Jelitha yang kuinginkan memanjakanku di dalam mulutnya seperti ini. Bukan siapa pun. Hanya Shania.

Aku bisa saja membiarkan Jelitha memuaskanku, tapi aku tidak ingin memanfaatkannya. Aku tidak bisa terus-terusan berhubungan dengan Jelitha. Dia jelas menginginkan hubungan lebih, dan aku tidak bisa memberikannya.

Sebelum kehilangan kendali diri, aku menariknya menjauh. Jelitha menatapku dengan wajah cemberut. Dia kembali menyentuhku, tapi aku telanjur bergerak mundur dan memasang kembali celana.

"Aku enggak bisa ketemu kamu lagi. Hubungan kita enggak akan berhasil, jadi enggak perlu dipaksain."

Damn it, aku terdengar seperti manusia enggak punya hati.

Jelitha menatapku dengan wajah kaget. "Maksudmu?"

"Kamu ingin hubungan lebih, tapi aku enggak bisa. Kamu menyenangkan, tapi aku enggak bisa mencintaimu," jelasku.

"No ... baby, please. Maafin aku, aku salah."

Kini, malah aku yang menatap Jelitha dengan wajah kaget. Dia meminta maaf, untuk sesuatu yang tidak perlu. Aku bahkan yakin dia tidak berpikir jauh, berharap dengan meminta maaf dia bisa membuatku berubah pikiran.

Jelitha tidak tahu arti sebuah permintaan maaf. Bertahun-tahun aku mengiba mengharapkan permohonan maaf Shania dan belum kudapatkan sampai sekarang, sementara Jelitha dengan entengnya meminta maaf untuk kesalahan yang tidak ada, membuat permintaan maaf jadi tidak ada artinya.

"Aku akan lakuin apa aja biar kamu senang. Enggak jadi pacar juga enggak apa, tapi jangan udahan ya. Aku sayang kamu."

Dia juga dengan mudah mengutarakan kata sayang, tanpa menyadari arti penting di balik kata itu.

"Kamu masih muda. Setop buang-buang waktu dengan orang sepertiku, jangan sampai kamu menyesal."

Jelitha mengentakkan kaki. Melihatnya merajuk membuatku teringat Shaloom. Anakku itu pernah meledek, kenapa aku bisa terlibat hubungan dengan Jelitha. Sekarang aku merasa jijik dengan diriku sendiri karena bisa-bisanya berhubungan dengan Jelitha yang hampir seumuran dengan anakku sendiri.

"Aria, please. Jangan tinggalin aku."

Keputusanku sudah bulat. Selain itu, aku juga ingin berhenti menjalin hubungan tanpa arti seperti ini.

Semalam, aku mengizinkan diriku melihat ke dalam hati dan menyadari kebenaran yang masih tersimpan di sana.

Bahwa aku tidak pernah berhenti mencintai Shania.

The Daddy's Affair (Tersedia Buku Cetak)Where stories live. Discover now