Chapter 13: Perempuanku

21.9K 3.7K 161
                                    

Shaloom

"Hai, Sha."

Aku membalas lambaian tangan itu dengan senyum canggung sebelum menyusul Rana menuju kantin.

"Ran, lo nyadar enggak sih kok makin banyak yang nyapa gue? Biasanya boro-boro," bisikku.

Aku enggak mengada-ada. Selama enam bulan sekolah di sini, aku enggak kenal banyak siswa lainnya. Cuma teman sekelas dan Rana, yang menjadi teman baikku. Namun belakangan banyak yang menyapaku. Bahkan enggak sekadar menyapa, mereka juga mengajakku mengobrol.

Gala salah satunya. Dia kembali mengundangku untuk jamming bareng The Bandits tapi aku belum punya waktu. Sepulang sekolah, sopir Papa sudah menunggu dan mengantarku ke studio tempat Papa latihan. Memang, sih, enggak harus latihan setiap hari tapi aku sering datang sekalipun enggak untuk latihan. Aku pengin meraskaan langsung vibe band Papa, biar nanti enggak malu-maluin.

Tentu saja aku enggak bisa bilang alasan yang sebenarnya sama Gala.

Bukan cuma Gala, teman-temanku yang lain juga mendadak akrab. Bahkan tadi ada geng kakak kelas populer yang mengajakku buat gabung di mejanya saat makan siang.

"Enggak heranlah. Lo kan famous, mereka mau pada pansos kali."

Aku mengenyitkan hidung, mencoba memahami ucapan Rana. "Karena bokap gue?"

Rana mengangguk. "Lo baca berita di Click enggak? Ada yang ngebocorin lo suka jamming sama The Bandits. Pasti salah satu murid di sini, yang pasti bukan gue."

Aku membaca berita yang dimaksud Rana. Berita itu mengada-ada karena aku enggak tergabung dalam The Bandits dan baru sekali jamming bareng mereka.

"Oh ya, ada titipan dari bokap gue." Aku mengulurkan tiket konser 20 Tahun ke hadapan Rana.

Rana menerimanya dengan mata terbeliak. Setelah sadar itu tiket konser, Rana langsung melompat kegirangan. Tingkahnya membuat kami jadi sumber perhatian. Rana sama sekali enggak peduli, cuma aku yang menunduk karena malu.

"Bilangin makasih sama bokap lo. Gue boleh foto bareng enggak?" tanyanya penuh antusias.

"Nanti gue temenin ke backstage."

Rana kembali bersorak girang. Sekarang dia bahkan terang-terangan memberitahu teman lain yang bertanya kenapa.

"Sha, tiket buat gue enggak ada?" tanya kakak kelas yang aku bahkan enggak tahu namanya. Pertanyaan yang sama bermunculan, sementara aku cuma bisa tersenyum canggung.

Dari bawah meja, aku menendang kaki Rana. Dia menatapku sambil menyengir.

"Sorry, Sha."

Bukan salahnya juga, sih. Aku kalau jadi Rana juga bakal segirang itu.

"Ini, kan, ada dua tiket. Gue ajak siapa, ya?" Rana tidak lagi sibuk melompat, pikirannya mulai dialihkan ke hal lain. "Lo pasti nonton bareng nyokap, kan? Gue bisa nebeng?"

Pertanyaannya membuatku tergagap karena belum memikirkan alasan. Untung saja Gala yang tiba-tiba bergabung di meja itu membuat Rana tidak mendesakku.

"Halo, gue enggak ganggu, kan?"

"Eh ... enggak kok Kak," sahutku sementara dari seberang meja, Rana menatapku penuh pertanyaan.

Gala menyodorkan handphone miliknya ke hadapanku. Di sana ada poster yang menunjukkan acara pensi SMA Bintang Abadi.

"The Bandits diajak buat perform, terus gue kepikiran mau ajak lo. Waktu itu kita jamming kan sukses, tuh. Kebetulan lagu baru kita butuh vokal cewek. Lo bisa enggak, Sha?"

The Daddy's Affair (Tersedia Buku Cetak)Where stories live. Discover now