Chapter 8: Parental Guidance

18.4K 4.2K 299
                                    

Aria

"Gue mau ajak Shaloom duet di lagu Semua Tanpa Hadirmu di konser 20 Tahun."

Mas Dirga melirik dari kacamata hitamnya yang melorot di hidung. "Anak lo?"

Aku mengangguk pelan.

"Shaloom oke, tinggal diasah aja. Lagu itu cocok buat suara dia yang kuat di nada rendah," timpal Elkie.

"Yakin? Ntar yang ada malah heboh kalau dia tiba-tiba nongol." Dre mengernyitkan keningnya, lalu menggeleng. "Ini aja gue belum kelar ya berurusan sama wartawan."

Di luar dugaan, Mas Dirga malah tertawa, membuat perut buncitnya berguncang. "Justru itu, Dre. Biar viral. Sekalian aja lagunya dirilis ulang versi ada Shaloom. Cuan cuan cuan."

Mas Dirga memang produser handal, dia paling tahu cara membaca pasar. Enggak perlu waktu banyak untuk melihat berapa potensi rupiah yang bisa diraup. Sekarang matanya sudah berbinar, dan aku yakin dia punya banyak ide yang semuanya berujung ke keuntungan.

Berbeda dibanding Mas Dirga, tujuanku mengajak Shaloom karena dia memiliki potensi yang sayang untuk dilewatkan. Shaloom memang masih remaja, tapi dia punya tekad yang kuat. Bukan sesuatu yang mengherankan, mengingat dia dibesarkan oleh perempuan dengan tekad baja seperti Shania.

Shaloom pernah mengutarakan niatnya untuk mengikuti ajang pencarian bakat. Langkah yang bagus, tapi bisa menjadi bumerang ketika orang-orang tahu statusnya. Produser acara tersebut tidak akan melepaskannya, mereka akan sengaja menciptakan drama demi rating dan slot iklan yang mahal. Sebagai ayah, aku tidak akan melemparkan Shaloom ke dalam bahaya tersebut.

Kalau Shaloom serius dengan mimpinya, aku yang akan mengawasinya secara langsung. Sekaligus membayar waktu yang tidak pernah kuberikan kepadanya sepanjang dia tumbuh.

"Dia bisa catch up, kan?" tanya Elkie.

Aku mengangguk. "Dia bakalan ikut latihan mulai besok, tapi cuma bisa pulang sekolah."

"Bungkus. Tambahin nama Shaloom di list, tapi jangan disebar. Dia jadi surprise, biar diomongin dan orang yang enggak nonton penasaran. Dijamin viral, tuh. Baru abis itu kita rilis versi resmi. Lo langsung siapin aja versi studionya. Anak lo mau didebutin abis itu? Gue bisa handle." Mas Dirga bicara panjang lebar.

"Nanti dululah, gue enggak mau buru-buru. Kalau Shaloom mau didebutin, gue yang handle."

Mas Dirga mengibaskan tangannya, mengabaikan ucapanku barusan. "Lo kayak enggak percaya gue aja. Anak lo aman di tangan gue."

"Lihat ntarlah, Mas. Sementara ini Shaloom cuma buat konser doang. Kalau mau rilis studio version, enggak masalah. Sekalian ngecek ombak sebelum mikir jauh," bantahku.

Sekali lagi, Mas Dirga mengibaskan tangannya. Bukannya aku enggak percaya kepada Mas Dirga. Storm ada karena tangan dingin Mas Dirga. Beliau yang menerima demo album Storm dua puluh tahun lalu. Mas Dirga berani mengontrak Storm yang enggak punya nama, cuma berbekal lagu demo yang kami kirimkan. Di saat produser lain memandang sebelah mata, Mas Dirga berani mengambil risiko. Harus kuakui, Mas Dirga paling paham cara menggaet pasar. Dia berhasil melambungkan musisi yang enggak punya nama, termasuk Storm.

Menyerahkan Shaloom ke tangan Mas Dirga bukan hal yang buruk. Tapi masih terlalu dini untuk membahas masalah ini. Shania belum memberi lampu hijau, dan Mas Dirga enggak peduli soal itu. Baginya hanya uang dan popularitas. Sekarang dia berpikir Shaloom bisa menjadi mesin uang berikutnya, dan dia tidak akan membiarkan ada yang menghalangi.

Mas Dirga, tanpa disadarinya, turut berperan dalam hancurnya hubunganku dan Shania belasan tahun lalu.

"Guest star yang lain udah fix semua?" Christine, manajer produksi yang menggawangi konser ini buka suara.

The Daddy's Affair (Tersedia Buku Cetak)Where stories live. Discover now