"Ngantuk eum?" bisiknya, Mutia pun mengangguk pelan kembali menenggelamkan kepalanya didada bidang yang mendekapnya. Hawa dingin semakin menyerang hingga terasa sampai ke tulang, membuatnya tak mau melepas pelukam Heaven.

"Sabar bentar ya," bisiknya kembali, sambil mengelus pipi mulus cewek itu penuh sayang.

Mutia lantas membuka matanya,

"Gak nyangka sama Galang Kak."

Heaven langsung berdecak, "Ck."

"Jangan disebut, gue gak mau denger."

Mutia menggigit bibir bawahnya yang gemetar, lalu mengangguk lagi. "Maaf."

"Kenapa minta maaf?"

"Ya udah makasih," cicitnya begitu lirih. Dia langsung menenggelamkan kepalanya lagi, menghirup aroma wangi tubuh cowok itu yang membuatnya sangat kecanduan.

"Gue yang harusnya bilang makasih," ucap Heaven membuat Mutia bingung dengan ucapannya.

"Kok bisa?" beo Mutia pelan.

"Karena lo gak ngambek pas gue datengnya telat," balas cowok itu dengan raut datarnya. Namun dengan ucapan itu dia perlahan sadar jika yang paling tulus adalah suaminya -- Heaven.

Pipi Mutia memamas seketika, padahal hanya kalimat biasa tanpa embel embel romantis. Tapi Mutia sudah kualahan mengendalikan hatinya.

"Kenapa lo?" Heaven mengembil kedua tangan yang menutup wajah Mutia.

"Gak papa!" ucapnya sedikit ngegas, karena takut ketahuan baper.

"Judes banget istri gue," gumamnya sambil mengelus ringan perut datar istrinya.

"Pake jaket gue," Ciko tiba tiba menyodorkan jaketnya, membuat atensi keduanya teralih seketika.

Bukan maksud apa apa, Ciko memang memiliki rasa peduli yang sangat tinggi apa lagi sesama. Melihat istri temannya menggigil kedinginan, mana tega dia membiarkan begitu saja.

Menerima jaket itu, tatapan Mutia langsung mengarah ke Heaven. Seolah menunggu persetujuan diperbolehkan memakainya atau tidak, tahu sendiri kan bocah sengklek itu posesifnya high level.

"Kak."

Heaven mengangguk, mau bagaimana lagi jika darurat begini. Setidaknya Mutia dan baby tidak kedinginan walaupun mengorbankan rasa cemburunya.

Padahal Ciko tulus lahir batin ikhlas membantu sesama. Tapi namanya juga Heaven si pencemburu buta.

"Maaf, gue tadi lupa pake jaket ataupun hoodie." Ucapnya sembari membantu memakaikan, dan Mutia malah cepat cepat kembali memeluknya.

"Thanks Cik."

"Hm." Cowok itu mundur, memilih berdiri diteras rumah megah itu.

"Mobil ajudan lo lemot banget dah, mati kaku lama lama gue disini," Lagi lagi Shaka menggerutu pada Arnold.

"Baru di bogor, gimana gue ajak ke korea lu, masuk angin sampe sana," kata Arnold menatap remeh temannya.

"Beda Ar, bukan masalah apa apa. Lah ini gue gak pake kaus kutang, mana pake kaos tipis doang."

"Badan mah boleh gede, kena angin dikit mlenyot," sahut Arnold yang diangguki Ciko. "Iya gak Cik,"

"Hm." Ciko hanya tersenyum tipis menanggapi kedua cowok itu.

"Dingin sat, kena mental gue kalo kedinginan gini."

"Belagu lo," Vivian tiba tiba menyahut dari belakang, melemparkan jaket yang diberikannya tadi, dasar cowok letoy pikirnya. Padahal tadi adegan romantis yang jarang sekali terjadi. Lah ini malah ngeluh kedinginan, dasar prik.

HEAVENWhere stories live. Discover now