Seringai Cedric kembali datang. "Kenapa aku seolah mendengar kecemburuan di kalimatmu baru saja?"

"Haruskan aku meminta tolong kepada Steven untuk mengajakmu periksa ke dokter THT?" sarkas Tavisha dengan senyum manisnya.

"Kenapa tidak kau saja yang mengantarku? Setelahnya kita bisa ke obgyn untuk konsultasi rencana kita yang ingin memiliki momongan." balasan Cedric membuat kedua mata Tavisha terbelalak dan kini ia berusaha keras untuk keluar dari pelukan Cedric. "Dasar orang gila!"

"Sudah! Aku mau ke orang tuaku saja. Kepalaku bisa meledak kalau terus bersama denganmu." ucap Tavisha sembari berdiri dengan wajah kesal. Cedric langsung mengikuti tindakan Tavisha dan mencekal tangan wanita itu. "Ayo, kita jalan-jalan. Kau pasti suntuk seharian hanya di rumah."

Tavisha memandang Cedric dengan kening mengerut. "Ini sudah jam 9, Cedric. Kau mau mengajakku jalan-jalan kemana memangnya?"

"You'll see, little lion."

..........

"Hanya kau yang kubawa ke tempat persembunyianku ini." Cedric berucap lirih dengan pandangannya yang terarah ke langit malam bertabur bintang. Pria itu lalu menoleh ke samping tatkala tak kunjung juga mendapatkan sahutan dari Tavisha.

Seulas senyum hangat Cedric muncul tatkala melihat tatapan Tavisha yang begitu berbinar saat melihat pemandangan di atas sana. Wanita itu seolah kehabisan kata-kata dan hanya sanggup memandang.

"Ibuku meninggal ketika melahirkan adikku. Dan tak beberapa lama kemudian, adikku turut menyusul. Lalu, hanya tersisa diriku dan Ayah." Cedric menelan ludah ketika memutar kembali kenangan pahit itu. Ia kembali memandang langit di sana, berbanding terbalik dengan Tavisha yang kini beralih menoleh memandang Cedric.

"Ayahku adalah pria yang keras dan seperti layaknya kisah cinta romantis lainnya, hanya ibukulah yang mampu melunakkan hati ayahku. Setelah ibu meninggalkan kami, aku yang kala itu berusia 15 tahun sama sekali tidak diperhatikan oleh ayah. Ayah memang memberiku materi berlimpah, tapi hanya itu. Tanpa kasih sayang."

Cedric menoleh sekilas ke samping ketika merasakan remasan lembut di pundaknya. Ia tersenyum kecil lalu menarik Tavisha untuk duduk di atas rerumputan di bawah mereka. Cedric lalu memosisikan Tavisha di depannya sehingga ia bisa memeluk wanita itu dari belakang.

Pria itu mengambil jeda sejenak sebelum kembali melanjutkan ceritanya. "Dan seolah belum cukup buruk, Ayah benar-benar mendidikku dengan keras karena hanya aku satu-satunya pewaris Martell."

"Kau mau tahu apa yang lebih parahnya lagi?" Tavisha memilih diam saat mendengar pertanyaan itu karena ia tahu, Cedric akan menjawabnya sendiri.

"Usaha yang diturunkan oleh ayahku bukan hanya Martell Corp saja, Tav." Cedric menelan ludah kemudian menoleh ke samping dan menemukan Tavisha yang menatapnya lekat. Pria itu menghela napas berat sebelum berkata, "The dark side, aku jugalah yang menjadi pewarisnya."

Jantung Tavisha serasa berhenti berdetak tatkala mendengar pengakuan Cedric yang berada di luar nalarnya. Ia benar-benar tidak menyangka jika di dalam kehidupannya ini akan bertemu secara langsung dengan mafia dan dunia hitamnya. "Aku sudah berencana untuk melepaskan itu. Dan kini, aku sudah memiliki kandidat tepat untuk memegang kekuasaan dariku. Aku akan melepaskan kuasaku ini ketika saatnya sudah tiba."

"Dan kapan itu?" tanya Tavisha dengan suara lirihnya. Cedric menoleh ke samping dan dengan pandangan tak terbacanya ia berkata, "Sebentar lagi, Tav. Sebentar lagi."

Lalu, Tavisha melakukan sesuatu yang sama sekali tidak diduga oleh Cedric. Pria itu dibuat membeku tatkala merasakan kedua tangan Tavisha yang kini melingkari dadanya. "Kau hebat, Cedric. Tidak banyak orang yang bisa bertahan di keadaan begitu berat seperti dirimu. Dan kau, melewatinya hanya seorang diri."

"Aku berharap, kau akan mendapatkan akhir yang bahagia, Cedric." pandangan Cedric kepada Tavisha mulai memburam. Entah dari mana, air mata yang selama ini tidak pernah keluar dari matanya, kini mulai menggenang dan siap untuk menetes.

"Bolehkan aku berharap kalau akhir bahagiaku adalah denganmu?" bisik Cedric parau sembari menempelkan kening mereka berdua.

"Why me?"

Lalu, bersamaan dengan air matanya yang mulai mengalir ke pipi, Cedric berkata, "Karena kalau bukan denganmu, akhir bahagiaku tidak akan pernah terwujud, Tav. Karena akhir bahagia yang selalu ada di benakku adalah bersama denganmu, selamanya."

..........

Yuhuuu update niih 😎

Maaf ya kalo alur ceritanya agak lambat :")) sepertinya akan ada lebih dari 30 chapt

Anyway, seperti biasa jangan lupa kasih vote dan comment yaak!

Love you all, guys!! 😘

Salam dari Tavisha,

Salam dari Tavisha,

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Once Upon A TimeWhere stories live. Discover now