6. Janji

9 3 3
                                    

Tanpa kita sadari, semakin dewasa seseorang semakin berbeda pula cara kita mengartikan sesuatu yang biasa kita lihat. Semakin dewasa kita akan semakin mengerti jika perasaan seseorang tidak dapat disederhanakan dengan kata-kata atau perbuatan aja, tidak sesimpel itu.

Apta tahu betul soal ini. Ia tahu jika perasaan seseorang itu bisa berdampak buruk pada hal lain yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan apa yang sedang ia coba lakukan. Apta dengan usianya yang sudah menginjak duapuluh lima tahun tentu sudah mengalami pahit manisnya pengalaman hidup. Meski terbilang masih muda, namun ia sudah tahu bagaimana rasanya direndahkan dan dianggap tidak kompeten untuk pekerjaan yang sebenarnya bisa ia lakukan dengan mudah di rumahnya.

Apta gemar mengutak-atik alat elektronik yang rusak di rumahnya. Ia adalah profesor yang diandalkan keluarganya ketika ada remot atau ponsel adiknya yang tidak berfungsi dengan benar. Sehingga ia merasa dengan keahliannya ini dia bisa menghasilkan rupiah untuk sekedar memenuhi kebutuhan pribadinya.

Nyatanya, ahli aja gak cukup untuk menaklukkan kerasnya dunia orang dewasa. Perlu banyak hal untuk bisa menjadi seseorang yang sukses. Relasi yang kuat, kenalan yang banyak dan hal-hal menguntungkan lainnya yang Apta tidak pernah miliki.

"Mas, mau anterin Jani les gak?" tanya Anjani mengaburkan lamunan Apta yang akhir-akhir tatapannya selalu terasa kosong.

"Kamu gak puas-puas ya godain masnya?" Apta terlihat kesal mendengar pertanyaan adiknya.

"Jani kan cuman nanya, kok mas marah-marah? Lagi dapet ya?" Anjani tertawa.

"Pakai jaket, anginnya lagi dingin. Mas tunggu di depan."

Meski terlihat masih kesel dan agak marah, Apta tidak pernah menolak untuk mengantar Anjani. Itulah yang membuat Anjani selalu merasa beruntung karena memiliki kakak seperti Apta.

Selang menit berlalu, Anjani sudah terlihat cocok dengan jaket levis ala-ala Dilan yang ia beli dari toko online beberapa minggu yang lalu. Anjani memang menyenangi film Dilan dan setiap adegan-adegan romantisnya yang ikonik itu.

"Pake jaket itu lagi?" ucap Apta terlihat muram.

"Iya, emang kenapa?" sahut Anjani datar.

"Gak kenapa-kenapa, cuman apa emang gak bau dipake terus?" ledek Apta sembari mengulurkan helm yang biasa Anjani kenakan.

"Apaan sih mas, ini kan baru beres Jani setrika. Sirik ya gak punya jaket Dilan?" Anjani memasang helm yang Apta sodorkan.

"Iya disetrika aja, dicuci mah enggak kan?" ledek Apta membuat Anjani kesal.

"Udah Jani cuci ih mas!" Anjani menaiki step dengan sekuat tenaga, membuat Apta yang tak memegangi motornya dengan sigap kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh.

"Jani kamu kebiasaan ya, pelan-pelan kan bisa naiknya?" Apta berhasil menyeimbangkan lagi posisi motornya itu.

"Makanya jangan suka nyebelin," tutur Anjani gusar.

***

Hanya perlu waktu lima belas menit untuk mengantarkan Anjani menuju tempat les pianonya. Anjani yang biasanya langsung berlalu masuk ke tempat lesnya, kini berdiri disamping Apta yang masih menunggangi sepeda motornya.

"Kenapa gak langsung masuk?" tanya Apta sembari memerhatikan tingkah Anjani yang memalingkan pandangan ke sekelilingnya tak karuan.

Anjani tidak menghiraukan Apta yang sedang berbicara padanya. Ia masih terlihat seperti sedang mencari-cari seseorang.

"Jani? Kamu denger gak?" Apta berusaha menyadarkan Anjani dari tingkah anehnya. Meski sudah berulang kali memanggil Anjani, ia masih mengacuhkan Apta. Apta lalu mencubit pipi adiknuya itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 17, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Jomblo a - CuteWhere stories live. Discover now