2. Apta bersama Gadis

31 25 29
                                    

Gue deg-degan. Keringet dingin mulai bercucuran di pelipis kiri gue, mana jantung gue kerasa banget detakannya. Salah satu alasan kenapa gue masih sendiri dan punya keakutan dalam hal menjomblo adalah grogi yang gak bisa gue kendaliin.

Gadis duduk di hadapan gue, hijabnya yang melekat menambah keanggunan yang sudah tergambar di tatapan matanya ketika melihat buku menu yang udah disediain pelayan. Bener-bener ajib banget ini si Tyas ngasih rekomendasi, ini sih cewek grade-A. Bukan lagi perkara gue mau sama dia atau enggak tapi dia mau gak sama gue?

"Kamu udah pesen?" tanya Gadis sembari meletakkan tas kecilnya di atas meja yang udah Tyas reservasi.

"Belum sih, kamu aja duluan." Gue mencoba bersikap tenang dan berusaha sekuat mungkin untuk gak melakukan hal aneh yang bisa bikin Gadis ilfeel.

"Yaudah barengan aja biar gak lama. Kamu mau pesen apa?" ujar Gadis.

"Samain aja deh sama kamu." Gue gak bisa berpikir tenang dan berusaha membuat semua berjalan secepat mungkin aja. Dari caranya nyuruh gue buat barengan mesen sama dia aja, gue yakin si Gadis ini tipikal cewek yang gak suka cowok yang bertele-tele.

Gadis pun menyebutkan pesanan kami berdua pada pelayan yang beberapa saat lalu menghampiri meja kami berdua. Setelah selesai mengucapkan pesanannya, Gadis memainkan ponselnya beberapa menit. Gue gak berani untuk mulai bertanya atau berlagak mencairkan suasana. Pasti si Gadis lagi ngobrolin kerjaannya yang emang gak bisa ia lepasin gitu aja.

"So, apa kabar?" tanya Gadis yang pandangan matanya masih terfokus pada tampilan yang ada di layar ponselnya.

"Baik, kamu sendiri gimana?"

"Baik juga. Cuman lagi agak gak enak badan, kemarin banyak banget pasien yang dateng," rintih Gadis yang kini mulai meletakkan ponselnya di meja. Kini kami benar-benar berbicara dan saling membalas pandangan satu sama lain.

"Oh iya, kamu dokter ya?" tanya gue berusaha mengakrabkan diri.

"Iya. Gak sesuai ya sama wajahnya?" celetuk Gadis sedikit tersenyum.

"Sesuai dong, siapa yang bilang gak sesuai?"

"Mantan aku bilang gitu," terang Gadis tiba-tiba menyebut sosok yang ada di masa lalunya tanpa gue duga-duga.

"Langsung bahas mantan nih?" timpalku sembari tertawa kecil.

Gue gak nyangka justru ketika gue ngerasa canggung dan gak pede buat ngobrol sama perempuan yang karirnya oke banget kayak gini, dia justru memulai sesuatu yang mungkin bisa bikin kita masuk pada satu tahapan selanjutnya dari perkenalan ini.

"Aduh maaf-maaf, aku orangnya emang ceplas-ceplos," seloroh Gadis yang menahan malu hingga wajahnya memerah seperti buah apel yang sudah layak dipetik.

"Ya gapapa sih, aku justru lega. Jadi ada bahan obrolan kan kita." Gue berusaha untuk terus menyelipkan senyuman-senyuman kecil untuk membuat Gadis nyaman ngobrol sama gue.

"Emang kenapa? Kamu gak pinter nyari bahan obrolan?" Gadis malah menanyakan sesuatu yang bikin gue makin gak bisa bersikap jaim.

"Bukan gak bisa, tapi kalo bahasannya soal kedokteran kan aku gak paham. Nanti tiba-tiba bahas resep obat kan aku kelayapan kayak orang abis di hipnotis."

Gue mulai memasuki irama perbicangan yang bisa membuat perempuan manapun nyaman. Tahapan ini gak pernah terasa sulit buat gue karena gue terbiasa maparin produk jualan gue ke orang-orang. Jadi sebenernya buat bikin kesan yang baik sama satu perempuan atau lebih itu bukan masalah buat gue.

"Astagfirullah, ya gak gitu juga kali ih. Lagian kalo resep-resep obat aku juga gak hapal bener, itukan tugas apoteker," beber Gadis yang keliatan mulai menikmati obrolan sama gue.

Jomblo a - CuteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang