Chapter 4: My Dad is a Pop Star

Start from the beginning
                                    

"Tadi gue kebetulan lewat terus kasihan aja lihat lo dikerubungi wartawan. Lo enggak apa-apa?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Makasih, lho, Kak. Kalau enggak ada Kak Gala, gue udah pingsan kali."

Gala tertawa kecil. Sumpah, kalau tertawa begini, dia jadi makin ganteng. Pantas saja Gala punya banyak fans. Followers di Instagramnya aja udah sampai ratusan ribu.

"Eh Sha, gue lihat di Instagram lo suka cover lagu. Mau ikut jamming bareng The Bandits enggak?"

Mataku terbeliak mendengar tawaran itu. The Bandits memang band sekolah, tapi untuk ukuran band sekolah, mereka cukup terkenal. Makanya sering diundang mengisi acara pensi di sekolah-sekolah di Jakarta dan sekitarnya.

"Serius?"

Gala mengangguk. "Nanti siang kosong enggak? Kami mau latihan."

Enggak perlu berpikir panjang, aku mengangguk.

Bukan karena Gala, tapi karena The Bandits. Siapa tahu mereka membuka jalanku buat jadi penyanyi.

"Oke deh. Ntar gue tunggu di parkiran, ya. Kita latihan di rumah gue."

Aku melepas kepergian Gala dengan cengiran lebar.

Mama mengajarkanku kalau hidup itu seimbang. Ada hal yang menyebalkan, juga ada yang bikin senang. Pagi ini contohnya. Ada wartawan nyebelin, tapi setelahnya ada tawaran Gala yang membuat mood-ku kembali ceria.

Aria

"You had a daughter." Jelitha menatapku dengan wajah merajuk. "Kenapa aku enggak tahu? Kamu nyembunyiin dia dari aku?"

Jelitha selalu menganggap dunia berputar di sekitar dirinya. Semua hal pasti berhubungan dengan dirinya. Jadi fakta kalau aku punya anak rahasia, entah bagaimana juga berhubungan dengannya.

"Aku enggak nyembunyiin Shaloom dari siapa pun."

Well, enggak sepenuhnya bohong. Orang terdekat tahu tentang Shaloom. Misalnya Elkie dan Kaba, juga Mara, istri Kaba. Kalau Shaloom ikut di salah satu tur, Mara menemaninya. Mara juga mengenal Shania, dan sepertinya Shania lebih percaya kepada Mara ketimbang aku.

"Tadinya aku kesel waktu lihat foto kamu sama dia. Kalian mesra banget, aku pikir kamu selingkuh," tuduhnya.

Sekuat tenaga, aku menyembunyikan tawa. Bagaimana bisa disebut selingkuh karena aku sendiri enggak punya hubungan dengan Jelitha? Kami memang dekat, tapi enggak ada hubungan yang pasti. Aku enggak pernah memintanya menjadi pacarku. Dekat bukan berarti jadi pacar, kan?

"Kamu anggap apa aku?"

Aku berhenti memainkan gitar dan menghadap Jelitha. Dia cantik, dengan tubuh yang penuh lekuk menggiurkan. Dia membuatku tertarik, sekalipun usianya jauh berada di bawahku. Ketertarikan itu cuma bertahan sebentar. Sikapnya yang manja dan selalu menuntut perhatian membuatku berpikir berkali-kali lipat sebelum menjadikannya sebagai pacar.

Sejujurnya aku enggak pernah berniat menjadi playboy. Gelar itu disematkan oleh wartawan karena kebetulan aja aku sering berganti pasangan. Masalahnya, aku sedang mencari pasangan yang tepat. Selalu ada saja hal mengganjal yang membuatku enggak pernah bisa meresmikan hubungan tersebut.

Kecuali Shania.

Ketika aku memberanikan diri meneleponnya, aku tahu kalau aku menginginkan hubungan lebih. Setelah menghabiskan waktu bersamanya, aku menyadari Shania berbeda dibanding perempuan lain yang pernah dekat denganku. Untuk kali pertama, saat aku tur keluar kota, aku merindukan seseorang.

Karena Shania, aku tahu rasanya mencintai. Perasaan itu tidak pernah hadir lagi di hidupku, tidak peduli berapa banyak perempuan yang singgah di hidupku. Selalu ada hal yang mengganjal, yang membuatku langsung menyudahi hubungan bahkan sebelum ada kesepakatan terucap dari mulutku.

The Daddy's Affair (Tersedia Buku Cetak)Where stories live. Discover now