31. Jangan memaksa

946 47 20
                                    

11 IPA 1. Kelas yang biasanya begitu kondusif siang ini tidak demikian. Cukup ramai walaupun hanya berisi kurang lebih setengah penghuninya. Beberapa anak tampak bergurau di depan kelas, di belakang, dan beberapa mengobrol di bangkunya sendiri, selebihnya pergi ke kantin.

Alasannya mudah ditebak, jam kosong. Jangan berpikir bahwa kelas unggulan IPA satu yang berisi siswa-siswi pintar akan tetap belajar meski guru tidak mengajar. Walaupun tentu ada segelintir siswa yang tetap belajar sibuk dengan buku materinya, salah satunya Seon. Cowok itu masih sibuk dengan bukunya meski teman-temannya beberapa kali mengajaknya keluar.

Di sebelahnya, Lintang juga menolak setiap ajakan temannya. Ralat, bukan menolah tapi tidak menanggapi. Karena berbeda dengan Seon yang sibuk belajar, Lintang sedang sibuk melamun. Hingga Jaya menghampiri pun cowok itu masih betah melamun.

"Tang!" Jaya meninju bahu Lintang cukup keras hingga cowok itu berjengit kaget. "Lo nggak kesurupan kan?"

"Bacot. Ganggu aja lo," kesal Lintang.

"Ngapain sih lo dari tadi ngelamun. Kesurupan baru tau rasa lo!" Jaya duduk dengan nyaman di meja sebelah Lintang. "Itu lagi satu, rajin banget kayak bakal dapet seratus aja."

"Nggak usah rese kalo ujungnya lo nyontek juga." Seon sama sekali tidak mengalihkan pandangannya.

Jaya cengengesan membenarkan ucapan Seon. "Kalo ada yang gampang ngapain milih yang susah."

"Gue salah apa ya?" gumam Lintang. Sama sekali tidak nyambung dengan pembahasan sebelumnya.

Baik Jaya maupun Seon menoleh cepat ke arah Lintang, mengerutkan kening. "Hah?"

"Cewek gue lagi marah, gatau kenapa."

"Oh, Leta. Gue tahu. Sini, belajar sama ahlinya nih." Jaya menepuk dadanya dengan bangga, membenarkan posisi duduknya. Seon melengos kembali fokus dengan bukunya. Lintang menurut saja menanti ucapan Jaya selanjutnya. Setidaknya Jaya lebih berpengalaman soal percintaan, cowok itu sudah bergonta-ganti pacar beberapa kali.

"Cewek lo samperin, ajak pergi jalan kemana kek. Pokoknya naikin mood dia lagi. Apapun itu pokoknya lo harus minta maaf. Kalo cewek marah, artinya cowok salah jadi minta maaf aja deh pokoknya."

"Dia nanya. Salah apa?" Lintang mendesis, tangannya mengepal meninju udara. "Kalo nggak bilang ya gimana gue bisa tahu. Arghhh...."

Jaya manggut-manggut. "Pertanyaan yang sulit. Tapi yang penting lo samperin aja dulu, jangan sampe dia ngira lo nggak peduli kalo dia marah. Makin repot nanti."

"Udah gue samperin tadi waktu istirahat. Dianya ngilang." Lintang menunduk lesu.

"Usaha lagi dong. Baru sekali udah nyerah. Lo nggak inget berapa kali Leta nyamperin lo?"

"Ratusan," celetuk Seon tiba-tiba. Jaya menjentikkan jarinya membetulkan ucapan Seon.

Tanpa menjawab apapun Lintang membereskan barang-barangnya, memasukkan ke dalam tas. Dengan mencangklong tasnya Lintang berdiri, beranjak meninggalkan kelas.

"Heh! Mau kemana lo, belum bel pulang!" teriak Jaya.

"Lima menit lagi," sahut Lintang melambaikan tangannya tanpa menoleh sedikitpun.

Dan di sinilah Lintang mendarat. Di bangku koridor depan ruang kelas 11 IPA 4, kelas Leta. Saat bel berbunyi kemudian seorang guru keluar dari kelas, Lintang segera memasuki kelas. Tapi nihil, lagi-lagi cewek itu tidak di bangkunya. Lalu Imel berusaha mengusirnya lagi, tapi suara gasrak-gusruk di belakang menarik perhatiannya. Kepala yang sedikit menyembul dari bawah meja membuatnya menahan tawa.

Kita Putus [END]Where stories live. Discover now