2. Rumah calon mertua

760 85 65
                                    

Lintang menaiki motornya yang terparkir rapi di parkiran sekolah, tangannya terhenti saat akan memakai helm ketika Leta tiba-tiba datang menghampirinya. Cewek itu benar-benar tidak pernah lelah mengganggu Lintang. Setiap pulang sekolah dia selalu datang ke kelas Lintang, mengajak pulang bersama walaupun tidak pernah membuahkan hasil. Katanya tidak apa-apa setidaknya dia sudah mengobati rindunya dengan bertemu Lintang. Benar-benar budak cinta.

Lintang mengakui kegigihan cewek itu. Dia tidak pernah menyerah. Dan setelah hari itu, saat mereka resmi berstatus pacar, Leta semakin gencar mengejar Lintang.

"Lintang, please anterin gue ya? Perut gue sakit nih lagi datang bulan," Leta menatap Lintang dengan wajah memelas.

"Hobi banget minta dianterin pulang sama gue. Kenapa maksa banget sih, lo kan bisa naik ojol atau angkot kayak biasanya."

"Duhh lo nggak tau cewek pms ya, mau ngapain aja tuh males pengen cepet sampe rumah. Kalo pesen ojol kelamaan Lintang, lagian sekarang kan gue pacar lo apa salahnya sih minta anter pulang doang?" Leta menatap Lintang dengan tatapan memohon.

Sejak status mereka berubah menjadi pacar, seperti tidak ada yang berubah. Lintang tetaplah Lintang yang tidak terlalu mempedulikan keberadaan Leta, dan Leta tetaplah Leta yang terus mengejar Lintang meski selalu diabaikan. Setidaknya jika cowok itu mau mengantarkan pulang saja, Leta akan sangat berterimakasih.

"Gue sibuk."

"Sibuk main game paling. Sekaliiii aja lo baik sama gue, ya? ya?" Leta menggoyangkan lengan Lintang.

"Ck yaudah buruan, sebelum gue berubah pikiran." Lintang melepas cekalan Leta lalu memakai helmnya.

Dengan semangat Leta membonceng Lintang. Tanpa pikir panjang Leta melingkarkan tangannya di perut Lintang yang seketika membuat Lintang mematung. Lintang bahkan baru ingat sejak pertama kali belajar mengendarai motor, dia tidak pernah membonceng cewek sama sekali. Rasanya canggung sekali. Cewek itu seperti memeluknya, atau mungkin memang sengaja memeluknya.

"Harus banget pegangan gitu?"

"Iyalah gue nggak pake helm kalo jatoh lo mau tanggungjawab huh? Emang kenapa sih, lo nggak pernah boncengin cewe? Canggung amat kayaknya," ucap Leta tepat sasaran.

"Nggak gitu cuma--," Lintang menghela napas, "Yaudahlah."

Percuma saja mendebat Leta. Cewek itu pasti punya seribu jawaban yang pada akhirnya akan membuat Lintang bungkam. Lebih baik mengalah lebih awal, lebih hemat energi.

"Apasih gak jelas, buruan jalan kelamaan lo!" ujar Leta.

"Ngegas mulu pms lo?"

Leta memutar bola matanya. "Ya kan gue udah bilang tadi."

Lintang melajukan motornya meninggalkan sekolah. Lintang mengendarai motornya dengan kecepatan rata-rata, dan Leta yang masih setia memeluk Lintang.

"Tang, lo kok nggak punya Instagram sih, kan gue jadi nggak bisa stalking lo," Leta membuka pembicaraan dengan sedikit mengeraskan suaranya.

"Ribet," balas Lintang seadanya.

"Apanya yang ribet coba, sebelah mananya gitu." Leta benar-benar berharap Lintang memiliki akun sosial media. Satu unggahan foto dengan wajah cowok itu saja sepertinya cukup untuk dijadikan wallpaper ponselnya. Sayangnya cowok itu tidak pernah menyebarkan fotonya di sosial media manapun karena nyatanya cowok itu tidak memiliki sosial media apapun.

"Gue nggak punya foto buat diupload."

"Hah apa? Kencengan dikit dong gue nggak denger," Leta semakin mencondongkan badannya ke depan.

Kita Putus [END]Where stories live. Discover now