23. Fight

546 39 12
                                    

Setelah lama menunggu, akhirnya senyum di bibir Leta mulai terbit melihat seseorang yang ditunggunya akhirnya berjalan menghampirinya yang duduk di koridor depan ruang OSIS. Hanya segelintir siswa yang masih berada di sekolah, termasuk anggota OSIS yang baru saja selesai membahas sesuatu di ruang OSIS. Dan Leta menjadi salah satu siswa kurang kerjaan yang masih betah tinggal di sekolah meski sudah diperbolehkan pulang sejak hampir satu jam yang lalu.

"Kenapa nungguin sih?" Lintang berdiri tepat satu meter di hadapan Leta. Membuat Leta mau tidak mau mendongakkan kepalanya.

"Tang, balik duluan ya?" seseorang menepuk bahu Lintang yang hanya diiyakan oleh Lintang. Beberapa teman Lintang yang lain pun melakukan hal serupa.

"Pengen aja, lagi gabut. Pengen nyobain pulang sekolah nongkrong dulu di sekolah." Leta memamerkan senyum polosnya membuat Lintang menggeleng tak habis pikir. "Ternyata seru juga."

"Pulang woy, pacaran mulu!" seseorang kembali menegur keduanya. Lintang menanggapi dengan basa basi seadanya.

"Ayok pulang."

Leta menarik tangan Lintang yang hendak pergi mendahuluinya. Menggeleng cepat saat melihat Lintang menaikkan alisnya.

"Masih pengen di sini."

"Mau ngapain?"

"Ngapain ya?" bola mata Leta bergerak, memikirkan hal yang bisa dilakukannya di sekolah bersama Lintang. "Ngapain aja deh, ngobrol doang sama lo juga nggak papa. Pokoknya jangan pulang sekarang."

Lintang menghela napas pelan. "Di sini?"

"Ke rooftop?"

"Gue udah capek, males naik tangga."

Leta menarik tangan Lintang, membawanya ke tempat yang tiba-tiba terlintas di pikirannya. Lintang menurut saja, sedang malas mendebat ataupun memberontak.

"Kenapa nggak pulang aja sih, tumbenan banget?" Lintang melepaskan genggaman tangan Leta saat pegangan Leta mulai mengendur. Bukan tidak ingin, hanya saja ini masih di sekolah rasanya tidak tepat. Akhirnya keduanya berjalan berdampingan mengikuti langkah kaki Leta menuju taman belakang sekolah.

"Hari ini mama pulang agak malem, lagi males sendirian di rumah."

"Bokap--"

"Eh tadi gue sempet ketemu Geja, ternyata dia ikut lomba basketnya. Dan tau nggak, gue baru tau ternyata Geja udah kelas sepuluh. Gue kira masih SMP dia," Leta tertawa kecil.

"Dia emang agak kecepetan masuk SD sih dulu, cuma karena ngerengek terus pengen sekolah kayak gue yaudah akhirnya dimasukin SD deh sama nyokap walaupun baru lima tahun. Untungnya sih boleh."

"Kok dia nggak sekolah di sini sih?"

"Nggak tau juga, bosen bareng gue mulu katanya. Cuma karena nggak mau dibilang ngikutin gue mulu sekolahnya. Serah apa kata dia deh," Lintang terkekeh pelan.

"Padahal kan lebih deket sekolah di sini-- eh?" Leta menajamkan penglihatannya saat seseorang yang terlihat familiar terlentang di atas tanah dengan seseorang diatasnya menghujani pukulan.

"Geja," gumam Lintang, matanya membulat.

"Rasya!" Leta menoleh, matanya mengikuti langkah Lintang yang berlari mendekati keduanya, lalu tanpa aba-aba menendang tubuh seseorang yang dipanggil Rasya, yang lagi-lagi akan melayangkan pukulan kepada Geza. Benar, Geza sedang dipukuli seseorang. Satu lawan satu. Saat melihatnya langsung, sudah bisa ditebak apa yang akan dilakukan kakaknya bukan.

Biasanya kalo lagi diomongin terus orangnya muncul katanya panjang umur kan? Geja nggak kenapa-kenapa kan? Batin Leta yang kini berdiri kaku di tempatnya menatap Geza yang masih terbaring lemah di atas tanah.

Kita Putus [END]Where stories live. Discover now