19. Rumah Lintang

19 1 0
                                    

Pada dasarnya, yang terlihat tidak punya persoalan, juga memiliki hal yang mampu membuat kelelahan; yang dengan lihai melahirkan canda tawa, boleh jadi berupaya mengabaikan cerita luka; yang mudah mengutarakan masalah, barangkali faktanya lebih parah.

Karena, baik disimpan atau disampaikan, kita tetap manusia yang hidup di semesta--tempat di mana tak bisa lepas dari perkara.

***

Usai apa yang Kelabu temui akhir-akhir ini, kiranya memang benar pernyataan bahwa menyukai dan membenci hanya setipis lembar kertas yang tak lebih 0,005 senti. Gadis bersurai lurus sebahu itu tidak sedang membicarakan perasaan Iva terhadap mantan--ternyata tidak buruk untuk Iva mengakuinya--tetapi jeritan dering bel pulang yang sekarang justru memancing Iva mengembuskan dengkusan, bukan seruan lega sebab terbebas dari sel penjara, mata pelajaran yang membuatnya sakit kepala.

Tidak. Kesalahan tak terletak pada alunan menyenangkan yang berhasil mencetak senyuman murid SMA Alam Raya. Melainkan potret sepasang anak cucu Adam dan Hawa yang mau tidak mau Iva pun Kelabu harus turut menjadi saksi mata.

Seperti yang terjadi kini, alas sepatu mereka menapak jejak keluar kelas dengan masing-masing bahu menggendong tas. Tepat sekali di bagian teras, indra penglihatan Kelabu dan Iva menemukan dua sejoli saling mengobral tawa. Miko menjemput Selina persis serupa dulu waktu ia masih bersama Iva.

"Dih, lo lihat sendiri, 'kan, tadi, La? Miko bersikap seakan-akan gue enggak ada di sana. Nyapa juga enggak! Apa coba tujuannya? Nyebelin parah!"

Pengujaran penuh kekesalan itu ditumpahkan Iva tanpa kendali setelah mereka melangkah melewati. Pupil hitam gadis itu memutar tiga ratus enam puluh derajat, amarahnya kian memuncak. Kedua tangan di samping rok abu-abu terkepal kuat, sesekali menghentakkan pijakan pada lantai koridor demi menyalurkan dongkol yang bercokol.

Berlaku sebagai pendengar, Kelabu mengangguk merasa pengar. "Gini caranya aku jadi bingung siapa yang sebenarnya berlebihan," tuturnya. Kembali menyelipkan anak rambut yang terbang ditiup angin ringan.

"Kelabu, lo enggak sedang menyiratkan kalau yang lo maksud itu gue, 'kan?!" Semacam tak cukup dengan intonasi suara yang mengeras hingga menarik perhatian penghuni sekolah yang berlalu menuju gerbang, Iva menatap tak percaya. Ia mencipta kesimpulan sendirian, yang sontak saja mengundang netra bulat Kelabu membelalak.

"Kurang kencang, Va, teriakanmu kurang kencang, sumpah," sebal Kelabu melirik sinis sahabatnya. Ceruk bibir Iva menyengir, ia mengacungkan jari telunjuk serta tengah, sedangkan membiarkan yang lain menekuk tenggelam, membentuk simbol perdamaian. "Lagian, yang kumaksud itu bukan cuma kamu, tapi Miko dan juga Selina." Kelabu menyambung ucapannya.

"Huh, sama aja, dong, intinya," dengkus Iva menjengkitkan bagian atas kanan mulut.

Kelabu memamerkan deretan gigi kecil putih bersihnya. Bagaimanapun berdasarkan dengan yang ia amati, Miko kelewatan berperilaku seperti tersebut kepada Iva; selesai menyakiti, ikut turut menjauhi, menganggap seolah mereka tidak pernah mengukir cerita--kendati hanya sementara dan terdapat niat terselubung di baliknya--bersama-sama. Entah sekadar agar tidak melukai Iva lebih dalam, Kelabu tetap tak bisa membenarkan.

Lalu Selina, sekretaris XI MIPA 1 itu bertingkah seakan tak terjadi apa-apa. Barangkali di pikirannya saat ini, sebuah hal yang menimpa Iva ialah sesuatu yang sudah semestinya terjadi. Teman-teman sekelasnya pun yang menyadari jika mantan Iva telah menjadi pacar Selina tanpa membutuhkan waktu yang lama, berpendapat itu merupakan kewajaran selama tidak ada berita perselingkuhan.

Kemudian, Iva. Sudah dibuat patah sedemikian rupa, ia masih saja konstan pada rutinitas menyoroti Miko. Contohnya sekarang, Kelabu tengah berdiri di halte depan sekolah, di sebelah seorang perempuan dengan atensi terpaut penuh pada sepeda motor yang dikendarai Miko pun sang dara di jok belakang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita Bianglala dalam SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang