Bab 30

19K 738 19
                                    

Semuanya sudah ia persiapkan, mental beserta kelapangan dadanya untuk menerima apapun hasilnya kelak, mau suka atau duka Dilra harus mampu menerimanya, toh mau bagaimanapun masalahnya tak mungkin bisa ia sembunyikan seumur hidupnya.

Dilra menenteng tas miliknya, lalu ia mengelus dada sebari terus berdoa agar apa yang ia niatkan akan berjalan lancar. "Apapun hasilnya, setidaknya aku harus berusaha."

Begitulah Dilra, ia harus semakin menebalkan muka, menebalkan indra pendengarannya dan menebalkan kementalannya.

Semuanya sudah ia kemas rapi dan Dilra berniat untuk berpamitan kepada Sesil, "Kamu yakin hanya ingin berangkat sendirian?" Sesil berusaha kembali membujuk.

"Tidak apa, bukan maksudku menyembunyikan darimu. Tapi biarkan kali aku menyelesaikan masalahku dengan caraku, terimakasih Sesil kamu selalu ada."

Dilra kembali memeluk erat, ada sedikit tekanan di dalamnya. Sejujurnya begitu ia sangat takut namun gelar sebagai seorang ibu akan segera ia sandang maka kedewasaan harus ia siapkan sejak sekarang, "Aku pergi."

Mereka berpisah sejenak, Dilra segera memasuki mobil Travel dan mobil itupun melaju dengan segera, Sesil masih melambaikan tangan dalam batinnya ia selalu berdoa jika apapun hasilnya semoga Dilra selalu dikuatkan.

"Rupanya kamu sudah mulai dewasa, Prao." setelah mengucapkan nya Sesil segera masuk kembali ke dalam rumah.

Prao menaiki mobil travel yang sehari sebelumnya sudah ia pesan, wanita itu nampak berulamg kali menarik nafas, meredakan suatu gejolak yang entah sejak kapan sudah semakin menderanya semakin dalam setelah kedua maniknya menatap kembali langit yang sama, suara bising kendaraan seperti biasa. Ia berusaha tersenyum namun nampaknya sangat menguras emosi, Prao mengelus perut datarnya dan nampak mengangkat kedua bibirnya secara bersamaan dan pelan.

Apapun yang terjadi, janin yang ada dalam kandungannya tak akan pernah ia gugurkan. "Kita akan bertemu dengan kakek dan nenekmu."

Prao menyunggingkan sebuah senyuman kecil setelah ia berhasil menapakkan kembali kedua kakinya tepat di depan gerbang rumahnya. Prao berkaca, meski sudah hilang beberapa hari ia tak nampak melihat kedua orangtuanya berusaha mencari atau merada kehilangan. Semakin jelas bukan, jika ia memang tak pernah di harapkan selama ini namun Prao selalu menampar habis-habisan kenyataan yang selalu nampak di depan mata dan kejadian saat ini semakin membuka lebar kedua manik miliknya jika kedua orangtuanya memang sudah membuangnya sejak lama.

Prao menghela berat sebelum akhirnya satu tangannya mendorong pintu gerbang membuat tubuh mungilnya masuk ke dalam pekarangan rumah yang cukup luas, Prao merasa sangat miris dengan alur hidupnya seharusnya ia tahu diri sebelum kenyataan semakin memberatkan langkahnya.

"Nampaknya mereka baik-baik saja meski aku mati sekalipun." Prao bergumam sebari memperlihatkan smirk mengejek dirinya sendiri.

Dari jarak cukup kejauhan ada sepasang mata yang mengintai gerak gerik Prao setelah turun dari mobil
Pria itu berkacamata hitam dan mengamati setiap langkahnya.

"Sudah aku duga, akhirnya kamu akan muncul juga." Pria itu bergumam berat.

"Bos, apa kita akan seperti maling seperti ini?" Gavin bertanya sebari menepuk-nepukkan tangannya karena serangan serangga.

Lion menolehkan pandangan, bisa-bisanya Gavin merusak aura ketampanannya yang sedang berperan sebagai mata-mata handal.

"Tinggal masuk dan samperin bos, ngapain bersembunyi seperti pengecut begini."

Lion meremas kan jemari tangan, "Kamu tidak membantu, sebaiknya pergi saja."

Lion mengibaskan tangan memberi tanda untuk Gavin enyah dari pandangannya yang berhasil merusak fokusnya, "Memang percuma bawa seorang Gavin."

SALAH MASUKWhere stories live. Discover now