Bab 9

29.7K 1K 11
                                    

Dilra Prao

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dilra Prao

Semuanya kembali ke titik keterpurukan yang harus Dilra kembali hadapi, rasa trauma yang belum sepenuhnya sembuh kembali memberikan dirinya sebuah luka baru, Dirla tengah duduk santai di atas kursi dengan di temani sepoy angin pagi di atas balkon, ia menatap keadaan kota Jakarta pada pagi hari meski indah tetap saja ia tak merasa demikian.

Dilra berulang kali menghela, "Sebenarnya aku salah apa sama si bajingan itu?" Ia bergumam.

"Kenapa apes sekali hidupku."

Sesil masih memperhatikan gerak gerik kegelisahan yang tengah Dilra rasakan, ia merasakan sakit yang sama persis dengan apa yang Dilra rasakan namun meski sesama perempuan, ia tak mampu berbuat banyak untuk membantunya tidak merasa trauma.

Sesil duduk dikursi kosong tepat di hadapan Dilra, "Masih pagi udah ngelamun."

"Kenapa ya aku bermasalah dengan pria itu." Dilra menundukkan pandangannya, "Benar-benar sebuah aib yang memalukan." Dilra lamat-lamat mulai terisak perlahan, buliran bening itu terasa menyakitkan untuk keluar.

Sesil sontak menggeser kursi dan menangkup kedua pipi Dilra, kali ini wanita dihadapannya benar-benar merasa hancur. "Tak apa, ada aku yang selalu menjagamu."

Dilra semakin berisak histeris, "Tapi aku salah apa sama dia?"

"Aku harus apa untuk menjauh darinya?"

Sesil tak mampu menjawab, ia hanya membiarkan Dilra terus berucap mengeluarkan semua kegelisahan dalam dirinya, ketika seseorang memiliki kedudukan terkadang memperlakukan sesama manusiapun dengan tak layak.

"Kau harus kuat."

"Bagaimana dengan orangtua ku? Dia akan semakin mengucilkanku."

Sesil mempererat pelukannya, "Kau tak perlu menunjukkan apapun kepada mereka, dengan terus berdiri kuat kau sudah menang dari mereka." Sesil kembali menarik tubuh Dilra dan kini mereka saling berhadapan untuk menguatkan, "Kau hanya perlu menjadi dirimu sendiri, terkadang memang harus tertatih dulu agar kau semakin kuat."

"Aku yakin, kamu pasti bisa jauh lebih kuat setelah menghadapi masalah ini."

Secercah harapan itu kembali muncul dengan perlahan, Dilra mengusap kasar kedua pipinya rupanya hanya menangis tak akan mampu merubah semua kesalahan yang menjadi sebuah masalah, Dilra tak mampu mengembalikan keperawanannya namun ia bisa menjadi seorang wanita dewasa yang jauh lebih kuat.

"Aku harus kuat." Mereka saling mengangguk di iringi suara kekehan setelahnya.

***

Berbeda tempat dari kota yang sama, Lion termenung dengan meremas railing balkon, seharusnya ia puas melihat bagaimana wanita itu nampak ketakutan, di sisi lain pria itu merasakan ada sebuah rasa yang sulit ia jelaskan, Lion berulang kali menghela berat sebari meremas pelipisnya yang terasa berdenyut nyeri. Masalah kerjaan tak seberapa, namun ia merasa migren setelah bertemu dengan Dilra, si wanita yang Lion anggap sebagai sebuah musibah.

"Seharusnya aku senang kan dia ketakutan seperti tadi?" Lion bergumam sendiri, pertanyaan nya itu memang benar kan? Coba jelaskan dari sisi mana yang salah bukankah sudah sepantasnya wanita itu menderita bahkan perbuatannya kemarin hanya baru sebuah pemanasan dan Lion berharap jika Dilra berhenti membuat masalah.

Lion menatap langin yang cerah, "Benarkan aku harus melakukan hal keji itu? Wanita itu memang pantas mendapatkannya." Lion kembali bergumam dengan gemelatuk gigi yang saling bergetak kuat, Lion berteriak lantang meluapkan semua kegelisahan dalam dirinya, seharusnya ia merasa puas namun berbeda dengan perasaannya sekarang.

Apa ada yang salah?

Dari arah dalam Gavin kembali untuk mencoba bertanya perihal kejujuran Lion yang harus dipertanggung jawabkan. "Lion?"

"Hmmm."

Gavin menggaruk tengkuknya sebari cengengesan tak jelas, "Ucapan kemarin kamu hanya bercanda kan? Sudahlah kau itu si muka dingin gak usah sok-sok.an mau jadi pelawak."

Lion memalingkan wajahnya dengan tatapan dingin khas miliknya, "Kau ingin terjun bebas dari sini?"

"Oke, jadi ucapanmu kemarin benar," ucap Gavin dengan penuh hati-hati pria itu mendekatkan diri dan kembali berbisik, "Kau memperkosa dj Prao?"

Lion mengangguk pelan.

"Tapi untuk apa  kau melakukan hal bodoh itu?" Gavin nampak gemas, dari mimik wajahnya sebenarnya ia merasa was-was takut jika wajah tampan bos nya justru masuk berita akun gosip, ralat memang seorang Lioj sudah terbiasa masuk kedalam sana namun Gavin tak yakin jika mereka harus berurusan hukum.

"Bagaimana mereka lapor polisi atas tuduhan pelecehan?" Gavin bertanya dengan spontanitas dengan segera kedua manik milik Gavin nampak kikuk setelah Lion justru memberikan sebuah tatapan gelap dan dingin kearahnya.

"Ada uang semua beres, kau ini kenapa?" Lion bersidekap dan berbalik arah. "Aku memang memperkosanya karena dia sudah membuat Rebecca menderita."

"Tunggu dulu ...," ucapan Gavin menggantung untuk ia menarik napas tak percaya, "Kau balas dendam ceritanya dengan memperkosa anak orang? Dia anak orang bro, otakmu dimana?"

Lion menggidigkan kedua bahu nya tak  perduli, "Memangnya nampak aku perduli? Lagi pula wanita murahan itu pantas mendapatkan hal yang setimpal dengan kelakuannya yang murahan."

Gavin merasa prustasi, Lion si keras kepala ini memang suka sekali membuatnya terjerumus ke dalam masalah, "Kau mulai gila Lion, oke masalah hukum kau bisa atasi tapi jika wanita itu hamil bagaimana? Apa kau tega membuat satu makhluk tak berdosa itu merasakan hal yang sama sepertimu? Di buang."

Gavin membungkam kedua mulutnya dengan segera kenapa dalam situasi tidak mendukung justru mulutnya malah keceplosan, melihat aura tak sedap dari Lion, Gavin segera undur diri dengan berlari masuk kembali ke dalam.

Lion menghela berat, ucapan Gavin barusan membuatnya sedikit mengingat masalalu, di mana peristiwa itu yang ingin ia hapus dari memori ingatannya, "Gavin, sialan kau!"

"Aku bukan anak yang dibuang!" Gertakan dari gigi yang saling beradu memberikan tanda jika ia tengah marah hebat, Lion menendang kursi dan meja secara bersaman dan meninju beberapa kali tembok yang berada tepat di belakang tubuhnya.

"Aku bukan anak yang di buang!"

"Bukan!"

"Bukan!"

"BUKKAAAAAAAAN!" Lion berteriak histeris, setiap mengingat hal menyakitkan itu Lion merasa sulit untuk mengontrol emosinya, rasa sakit yang sangat dalam menjadikan ia monster untuk saat ini, rasa tak diperdulikan membuat Lion menjadi membekukan hatinya untuk merasa kasihan, rasa kecewa membuatnya tak ingin perduli dengan rasa sakit oranglain dan lahirlah seorang Lion Lesmana yang baru, ia akan menghancurkan apapun untuk orang yang sangatnia sayangi termasuk Rebecca, adik angkatnya yang bernasib dengan dirinya sama-sama dibuang seperti sampah.

Lion meremas helai demi helai rambutnya dan menengadahkan pandangan, "Apa yang kau perbuat kepada si wanita perusak itu tak salah, bahkan perbuatanmu masih kurang kejam untuk membuat wanita bernama Prao itu menderita sampai-sampai ia sendiri yang ingin mengakhiri hidupnya yang sangat menjijikan." Seringai Lion muncul setelah bisikan-bisikan dalam batinnya mencuat menyentuh indra pendengaran dan otaknya yang sadar, jika ia akan melakukan hal yang jauh lebih kejam lagi untuk menebus rasa sakit adiknya.

"Kau salah Prao, sudah berurusan denganku."

SALAH MASUKWhere stories live. Discover now